PADANG, METRO–Sekelompok massa yang tergabung dalam aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Sumatra Barat (BEM SB) melakukan aksi demo di depan kantor Gubernur Sumbar untuk menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak guru terutama guru honorer, Kamis (25/11).
Massa yang tergabung dari beberapa perguruan tinggi yang ada di Sumbar ini mendatangi Kantor Gubernur Sumbar sekitar pukul 15.00 WIB dengan membawa berbagai spanduk diantaranya yaitu “Selamatkan Guru Honorer”, “Sumbar Gagal Prioritaskan Guru Honorer, PPPK Cacat Prosedur” dan lainnya.
Sesampai di depan kantor Gubernur Sumbar, masing-masing perwakilan kampus melakukan orasi menyampaikan tuntutan, serta menampilkan musikalisasi puisi tentang nasib guru honorer di Indonesia.
Untuk mengamankan jalannya aksi, puluhan personel kepolisian dari Polresta Padang diturunkan baik dari personel Sabhara, Reskrim, Intel, dan Polantas yang bertugas mengatur arus lalu lintas di sekitaran lokasi demo.
Koordinator aksi, Imam mengatakan aksi tersebut dilakukan bertepatan dengan peringatan hari guru Nasional yang di peringati setiap tanggal 25 November setiap tahunnya.
“Seperti biasa setiap tahunnya, guru-guru di Indonesia terkhusus Sumbar, masih belum mendapatkan 3 aspek penting dalam keguruan yaitu kesejahteraan, perlindungan, dan peningkatan kualitas,”ujar Imam.
Dikatakannya, seperti yang sama-sama diketahui bahwa CPNS di tingkat nasional itu telah dihapuskan dan digantikan dengan PPPK yang dari kementrian sendiri membuka formasi untuk satu juta guru, dimana guru honorer di indonesia itu hanya 900 ribu guru.
“Jadi artinya kita memiliki kelebihan (surplus) kuota, dan sudah diberikan kuota sebesar-besarnya kepada pemerintahan daerah, namun kita lihat pada hari ini pemerintahan daerah Sumbar tidak memaksimalkan kuota yang diberikan sebanyak 3 ribu tenaga honorer di Sumbar untuk mengikuti P3K,” katanya.
Namun pada faktanya, yang terdaftar dengan segala permasalahannya hanya sebanyak 750 dari kuota yang diberikan oleh pemerintah pusat sebanyak 3 ribu.
“Pada akhirnya dengan beberapa permasalahan, yang lulus tahap satu hanya sekitar 99 guru, artinya memiliki banyak kemerosotan dari kuota yang diberikan ini yang menjadi tuntutan kita,” imbuhnya.
Untuk itu, mahasiswa menuntut ketidak maksimalan pemerintah daerah dalam memenuhi kuota yang diberikan oleh pemerintah pusat. Selain itu, kurangnya sosialisasi kepada guru honorer yang usianya diatas 35 tahun.
“Tidak adanya sosialisasi yang baik, tidak adanya tuntunan yang baik pada guru-guru kita dimana sebagaimana kita ketahui guru-guru honorer di Sumbar sudah banyak yang berumur diatas 35 tahun, yang kita pahami banyak yang gagap teknologi (gaptek) jadi perlu adanya pembimbingan sebenarnya untuk mengikuti seleksi, karena seleksinya berbasis ilmu pengetahuan,” ungkapnya.
Selain tuntutan tersebut, massa juga meminta pemerintah dapat merefleksi kepada UUD 1954 untuk memprioritaskan kesejahteraan guru yang ada di Sumbar serta mengajukan permohonan ataupun tuntutan untuk merevisi UU ASN yang tidak mengakomodir guru-guru yang ada di indonesia.
“Kemudian kita ingin pemerintah daerah Sumbar lebih peduli terhadap guru-guru dimana kita ketahui bahwa apapun segala aspek yang ada di Sumbar itu sentralnya akan kembali kepada sumber daya manusia (SDM) dimana kita bicara pendidikan yang tonggaknya adalah kualitas-kualitas gurunya,” tukasnya. (rom)