JAKARTA, METRO–Persiapan pengetatan mobilitas menjelang akhir tahun terus dimatangkan. Kendati tak akan ada penyekatan, tidak berarti warga bebas melintas. Sebab, Polri tetap akan mendirikan pos-pos khusus untuk memantau ketat pergerakan warga.
Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, untuk mendukung penerapan PPKM level 3 terkait Natal dan tahun baru (Nataru), pos penyekatan akan kembali didirikan. Namun, pos tersebut bukan untuk membuntu jalan. Melainkan mengurangi mobilitas dan kerumunan masyarakat. Sehingga mencegah laju pertumbuhan Covid-19, ujarnya kemarin (22/11).
Saat ini pos penyekatan dipersiapkan dengan berbagai kebutuhannya. Dia menjelaskan, rapat terkait Nataru akan dilakukan minggu ini.
Lokasi-lokasi pos penyekatan belum ya, ujarnya di Mabes Polri. Polri mengimbau masyarakat tidak mengadakan pertemuan tanpa prokes. Saat libur Nataru, penerapan prokes ketat harus dilakukan. Tidak boleh ada pertemuan tanpa prokes, tegasnya.
Selama periode Nataru, pengetatan dan skrining akan diberlakukan. Juru Bicara (Jubir) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati mengungkapkan, jenis skrining akan tetap merujuk pada keputusan satgas Covid-19. “Seperti syarat perjalanan selama ini, rujukannya adalah surat edaran (SE) satgas,” jelas Adita. Namun, bentuk konkretnya masih dibahas satgas beserta kementerian dan lembaga terkait.
Di sisi lain, Menkominfo Johnny G Plate berjanji bahwa aturan penerapan PPKM level 3 pada periode Nataru akan disampaikan lebih awal. Tujuannya, masyarakat dapat mempersiapkan diri sebelum mengisi perayaan Natal dan tahun baru secara tertib. “Semua akan diatur secara detail agar masyarakat tetap dapat beribadah, kenyamanannya terjaga. Sosialisasi terkait peraturan tersebut akan dilakukan secara masif melalui aneka kanal komunikasi seperti televisi, media sosial, maupun penempatan tayangan informasi di tempat-tempat publik,” jelas Johnny.
Sebagaimana diketahui, pemerintah akan menerapkan status PPKM level 3 se-Indonesia menjelang periode Nataru. Aturan itu berlaku mulai 24 Desember 2021 sampai 2 Januari 2022. Namun, ada kekhawatiran bahwa warga akan mencuri start liburan. Mereka berangkat sebelum periode pengetatan yang dimulai pada 24 Desember. Mengenai hal itu, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengungkapkan, pada dasarnya memang sulit membatasi orang untuk tidak bepergian dalam event libur-libur besar, apalagi yang sudah menjadi tradisi.
Selain itu, akhir 2021 akan memasuki tahun ketiga pandemi di Indonesia. “Bukan hanya masyarakat yang jenuh. Sektor-sektor di luar kesehatan sudah semakin terdampak,” kata Dicky.
Karena itu, strategi yang dipilih harus mengakomodasi kepentingan pemulihan sektor di luar kesehatan. “Pengetatan dan pembatasan memang perlu. Namun, strategi yang dipilih selalu strategi kesehatan masyarakat yang sifatnya konsisten. Sebelum, selama, maupun setelah libur besar,” jelasnya.
Strategi dasar meliputi penguatan deteksi dini, skrining dengan rapid test antigen akan sangat membantu membatasi pergerakan orang-orang yang belum divaksin atau yang belum memiliki imunitas penuh. Termasuk mengurangi atau membatasi kapasitas tempat-tempat umum.
Komunikasi dan literasi risiko, kata Dicky, juga tidak kalah penting. Jangan sampai menjelang keramaian dan pengetatan, disampaikan berita-berita buruk. Kemudian saat melandai, dirilis berita baik-baik saja. “Komunikasi risiko itu menyampaikan berita baik apa adanya, berita buruk apa adanya. Sehingga terbangun persepsi risiko. Terbangun kewaspadaan, termasuk juga tidak terlepas dari manajemen risiko,” tuturnya.
Pelarangan, lanjut Dicky, memang perlu. Namun, masyarakat harus diberi opsi. Harus ada opsi bagi masyarakat yang memang tidak bisa bepergian ke luar kota untuk melakukan rekreasi atau relaksasi yang minim risiko atau aman. Hal itulah yang harus difasilitasi pemerintah daerah. “Misalnya, memberikan data daerah di sini aman. Kemudian sebaliknya, beri daftar yang mana yang berisiko. Misalnya, karaoke,” jelasnya.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, pelaku industri hotel tak berharap pada momen Nataru tahun ini. “Kita lihat dulu seperti apa nanti penerapan PPKM level 3 yang dimaksud pemerintah. Jika PPKM level 3 itu membatasi pergerakan, tentu perhotelan dan pariwisata akan terdampak,” ujar Maulana kemarin (22/11).
Menurut dia, pertumbuhan okupansi perhotelan sempat membaik sejak level PPKM berangsur turun dan kasus Covid-19 melandai. Kunci utama yang membuat pergerakan wisata meningkat, lanjut Maulana, adalah biaya perjalanan yang menurun sejak aturan PCR dihapus. “Artinya, ketika PCR tidak menjadi mandatory, biaya perjalanan akan turun,” tambahnya.
Maulana menegaskan, jika penerapan PPKM level 3 menambah travel cost calon wisatawan, penurunan tingkat pergerakan akan terjadi. “Seperti tahun 2020 lalu. Tahun lalu di liburan akhir tahun diberlakukan wajib PCR. Akhirnya okupansi drop karena PCR test ini masih relatif mahal,” urainya.
Dia menjelaskan, berdasar laporan anggota PHRI di daerah wisata, termasuk Bali, terdapat peningkatan pemesanan sebelum pemerintah mengumumkan kebijakan Nataru. Namun, menurut Maulana, reservasi tersebut masih bias dan tidak bisa dijadikan patokan atau prediksi kondisi riil ke depan. “Pertama, masyarakat dengan kondisi yang seperti ini lebih banyak memilih untuk melakukan last minute booking. Kedua, regulasi pemerintah yang berubah-ubah masih akan menimbulkan risiko pembatalan,” terangnya.
Pada bagian lain, Presiden Jokowi mengingatkan jajarannya untuk mengantisipasi terjadinya potensi lonjakan kasus saat periode Nataru. Jokowi meminta agar seluruh kementerian dan lembaga memiliki frekuensi yang sama dalam mengendalikan pandemi Covid-19. “Jangan terjebak pada ego sektoral, utamakan kerja sama, utamakan koordinasi sehingga kelihatan bahwa kita memiliki frekuensi yang sama,” ujarnya dalam rapat terbatas.
Jokowi juga mengingatkan tentang penerapan protokol kesehatan pada pelaksanaan rangkaian kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Acara tersebut akan dilaksanakan awal Desember di Jakarta dan Bali. “Kemampuan kita dalam mengendalikan pandemi betul-betul diuji, terutama dalam menjalankan protokol kesehatan,” ujarnya.
Mantan gubernur DKI Jakarta itu meminta jajaran terkait untuk mengomunikasikan dengan baik kepada masyarakat mengenai rencana penerapan PPKM level 3 saat Nataru. “Ini penting sekali sebagai sebuah background dari keputusan yang akan kita ambil,” paparnya.
Jokowi juga memerintah para kepala daerah untuk terus menyeimbangkan antara gas dan rem dalam pengendalian pandemi dan pemulihan ekonomi. Jokowi ingin mempertahankan momentum perekonomian tumbuh positif. Dia juga meminta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan kesiapan fasilitas kesehatan.
Jokowi juga mengingatkan jajarannya untuk memenuhi target cakupan vaksinasi pada akhir tahun, yaitu sebesar 70 persen dari jumlah sasaran. Saya minta proaktif jemput bola, datangi masyarakat. Saya minta backup dari TNI dan Polri, terutama untuk yang lansia,” perintah Jokowi. Dia meminta agar pemda yang rendah dalam pemberian vaksin diberi atensi.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa pihaknya diminta Jokowi untuk hati-hati dalam penanganan kasus. Terutama menghadapi Nataru. Hal itu berkaca pada kondisi Covid-19 di Eropa yang kasus konfirmasinya naik. Hal tersebut disampaikan Budi seusai rapat terbatas di Istana Negara kemarin. “Kenaikan kasus disebabkan varian Delta,” katanya. Menurut dia, ada beberapa negara yang pernah mengalami kenaikan kasus beberapa waktu lalu, tapi sekarang kondisinya landai. Dia mencontohkan India, Afrika Selatan, dan Jepang.
Kejadian di luar negeri itu dilaporkan kepada presiden sehingga menjadi pelajaran untuk menghadapi Nataru. Di Indonesia, menurut Budi, kondisinya masih baik. “Kita tidak perlu khawatir,” katanya.
Pemerintah tetap memantau kondisi dalam negeri. Sejauh ini ada dua wilayah yang mengalami kenaikan kasus Covid-19 dalam empat pekan terakhir. Dua wilayah itu adalah Fakfak dan Purbalingga. “Jumlahnya masih kecil,” imbuhnya. (jpg)