DHARMASRAYA, METRO
Ketua Bawaslu Kabupaten Dharmasraya, Syamsurizal, menjamin praktik politik uang bisa dikenakan sanksi tegas. Jika terbukti maka bagi pemberi dan penerima akan diancam dengan kurungan penjara minimal 36 bulan dan pidana denda miliaran rupiah.
“Hal itu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah baik pada Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota, pada pasal 187 ayat 1 huruf a,” Ungkap Ketua Bawaslu Dharmasraya, Syamsurizal kepada POSMETRO usai menggelar rapat koordinasi lanjutan bersama Pimpinan Partai Politik di Aula Kampus III Unand, Selasa, (3/9).
Terkait sanksi terhadap pasangan calon, menurutnya pada regulasi tersebut sudah diatur secara jelas, yakni jika dalam rapat pleno yang diselenggarakan oleh Bawaslu bersama unsur terkait lainnya, yakni pihak kepolisian dan kejaksaan dalam wadah sentra penegakan hukum terpadu (Sentra Gakkumdu) ditemukan unsur pelanggaran praktik politik dilakukan secara sistematis, terstruktur dan masif maka bisa berujung pada pembatalan status pencalonan bagi pasangan calon yang terbukti melanggar.
“Meskipun terkesan aturan tentang politik uang dilemahkan pada PKPU nomor 9 tahun 2020, namun Bawaslu bersama Sentra Gakkumdu dibenarkan menggunakan aturan lain terkait pelanggaran pemilu,” tegasnya.
Sementara itu, Mantan Anggota DPRD Dharmasraya periode 2004-2009 sekaligus pemerhati demokrasi di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, Syamsuir Djaka SH.MM, menilai peluang terjadinya praktik politik uang akan semakin terbuka lebar pada gelaran Pilkada Serentak 2020.
“Menurut pengamatan saya potensi praktik tersebut dipicu oleh terbitnya PKPU nomor 9 tahun 2020 yang mana ada penghilangan kata pada nomenklatur regulasi tersebut, pada pasal 90 ayat 1 huruf a yang berbunyi calon terbukti menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya dan seterusnya,” ujar Syamsuir Djaka kepada POSMETRO, Kamis (3/9).
Ia menjelaskan, nomenklatur itu mengindikasikan bahwa praktik politik uang hanya akan berpengaruh terhadap pasangan calon jika hal itu dilakukan oleh pasangan calon dan bisa dibuktikan melalui sidang ajudikasi oleh pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tingkat provinsi.
Dengan kata lain, lanjutnya, jika praktik memberi janji dan atau membagikan uang untuk mempengaruhi pemilih dan atau penyelenggara dalam menggunakan hak pilihnya atau menjalankan fungsinya, dan dilakukan oleh tim pemenangan atau relawan maka tidak akan berpengaruh terhadap pasangan calon yang diusungnya.
“Jika kondisi tersebut terjadi maka benteng terakhir dalam mewujudkan pilkada yang berintegritas untuk melahirkan pemimpin yang berkualitas adalah tingkat kesadaran masyarakat pemilih itu sendiri untuk benar-benar menggunakan hak pilihnya secara benar dan terbebas dari iming-iming atau bentuk intimidasi lainnya yang menyebabkan pilihan mereka keliru dan jauh dari prinsip-prinsip bernegara serta berdemokrasi,” pungkasnya.
Sementara itu, Komisioner Divisi Hukum pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dharmasraya, Zainal SAg, ketika dikonfirmasi terkait regulasi tersebut, tidak menampik tentang adanya perubahan nomenklatur tersebut.
“PKPU nomor 9 Tahun 2020 yang merupakan perubahan dari aturan sebelumnya yakni PKPU nomor 01 Tahun 2020 adalah acuan terakhir dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah pada Pilkada Serentak 2020 ini, diakui memang ada sederetan perubahan yang terjadi termasuk sebagaimana yang termaktub dalam pasal 90 ayat 1 huruf a dan seterusnya yang mengatur tentang sanksi pelanggaran terkait politik uang,”ungkapnya. Terkait penanganannya, lanjutnya, itu merupakan kewenangan pihak Bawaslu sebagai lembaga pengawas dan penegakan keadilan Pemilu.( g)
Komentar