Oleh: Reviandi
PARTAI-partai sudah mulai memastikan kadernya untuk maju di Pilgub Sumbar 2020 ini, karena pendaftaran tinggal beberapa bulan lagi. Lambat bergerak, bisa tinggal oleh calon perseorangan Fakhrizal-Genius yang sudah memberikan 360 ribu bukti dukungan ke KPU Sumbar. Sembari verifikasi, mereka bisa menjual ide ke masyarakat. Kalau belum boleh disebut kampanye.
Tinggal lagi partai mana yang paling cepat mengumunkan calonnya. Info yang didapat dari para suhu dan analis politik di Sumbar, baru Partai Demokrat yang telah memberikan kepercayaan penuh kepada Mulyadi. Tidak saja memilih wakil, tapi juga memastikan pasangan koalisi. Minimal, partai bintang mercy ini butuh tiga kursi lagi, karena sudah memiliki 10 di DPRD Sumbar.
Pun demikian, kabarnya rayuan untuk pindah partai juga pernah sampai kepada Mulyadi di pusat sana. Infonya, kalau Demokrat tak jadi mencalonkannya, atau tak memiliki pasangan koalisi, ada partai yang ingin menampungnya. Kebetulan partai itu sampai hari ini belum memiliki jagoan yang mumpuni untuk dimajukan. Tapi apakah Mulyadi mau mengubah warna biru muda yang sejak berdiri dibelanya? Banyak yang merasa tidak.
Kader tulen PKS Mahyeldi Ansharullah juga masih di simpang jalan, karena baru akhir Februari ini kabarnya DPP memutus, apakah dirinya atau Riza Falepi yang diusung. Pastinya, keduanya masih bersaing mendapatkan elektabilitas teringgi, dan juga restu Dewan Syuro. Karena Mahyeldi dan Riza adalah kader senior partai dakwah, apakah mau hijrah ke partai lain demi menjadi calon Gubernur.
Mahyeldi sebenarnya banyak dirayu oleh partai untuk maju bersama mereka. Bahkan ada yang siap mengusungnya meski tanpa berkoalisi dengan PKS. Hal ini tentu saja karena elektabilitasnya dianggap berada di puncak dari calon-calon yang ada. Tak hanya satu, sejumlah petinggi partai juga sudah memberikan garansi ini. Tapi sayang, Mahyeldi telah menegaskan, hanya mau diusung oleh PKS.
Sementara untuk Riza Falepi, sebulan lalu pernah berdiskusi dengan penulis di sebuah hotel di Kota Padang. Keinginannya untuk naik kelas dari Wali Kota Payakumbuh ke Gubernur Sumbar sebenarnya tak begitu besar. Namun, partai dan sejumlah petinggi PKS meyakinkannya. Bahkan, dia pernah bercita-cita akan mengembangkan bisnis di Hong Kong selepas 10 tahun jadi Wali Kota. Namun sebagai kader, dia siap memenuhi arahan partai. Artinya, pindah partai juga bukan jalan baginya.
Mungkin sedikit berbeda dengan Ketua Dewan Penasehat DPD Partai Gerindra Sumbar Nasrul Abit. Ada informasi yang menyebut, Andai Gerindra tak menjadikannya calon Gubernur, maka dia siap diusung partai lain. Bahkan juga kalau SK Gerindra hanya menempatkannya sebagai calon Wakil Gubernur. Mungkin saja NA punya alasan, karena faktor usianya yang sudah 65 tahun.
Dengan posisinya sebagai Wakil Gubernur saat ini, NA adalah orang yang paling mendekati menjadi Gubernur. Selangkah lagi saja. Meski Gerindra nanti akhirnya tak mengusungnya, diyakini akan banyak lagi partai yang akan memberikan panggung untuknya. Karena, elektabilitasnya kini mulai naik dan sudah masuk di papan atas. Akan sangat sayang, kalau Gerindra tak mengusungnya, atau sekadar menjadikannya kembali calon Wakil Gubernur.
Kalau tiga “papan atas” tadi rasanya sulit loncat partai, mungkin sedikit berbeda dengan calon-calon yang dijagokan mengisi slot calon wakil Gubernur. Seperti Shadiq Pasadigoe yang waktu Pemilu 2019 berbendera PAN. Tak menutup kemungkinan akan kembali ke partai lamanya saat dua periode menjadi Bupati Tanahdatar, Golkar. Apalagi sampai saat ini, Golkar belum menetapkan siapa yang akan diusung. Shadiq juga kerap didekatkan dengan PKB yang bisa saja berkoalisi dengan PKS atau Demokrat.
Ketua DPW PAN Sumbar Ali Mukhni masih berpeluang diusung partai lain di Pilgub ini. Apalagi sampai saat ini, PAN belum ada kejelasan soal Pilgub, pascakongres yang heboh kursi terbang dua pekan lalu. Banyak partai yang bisa saja menampung “Ajo” yang dianggap bisa menjadi perwakilan Piaman di Pilgub, selain Genius Umar di posisi Cawagub Fakhrizal. Sayang, sampai kini PAN masih adem dan belum ada tanda-tanda kepada siapa condongnya.
Nah, itu orang-orang yang mencalonkan via partai. Ternyata, calon perseorangan yang gagal dalam verifikasi kembali bisa masuk ke jalur partai. Karena KPU sedang mempertimbangkan merevisi PKPU tentang Pencalonan Pilkada yang di Pasal 34 tidak membolehkan calon yang tidak memenuhi syarat (TMS) maju dari partai. Andai Fakhrizal-Genius gagal, tentu keduanya masih berpeluang diusung partai politik. Toh masih banyak kapal kosong yang tak punya pemilik untuk melaju 23 September 2020.
Telepas dari konsistensi seorang kader dengan partainya, loncat partai jelang kontestasi ini adalah hal yang biasa. Seperti kader Golkar tulen, Jusuf Kalla yang pada Pilpres 2004 lalu meninggalkan Golkar untuk berpasangan dengan SBY diusung Demokrat, PKS dan PBB. Usai menang Pilpres, JK malah terpilih sebagai Ketua Umum DPP Golkar. Artinya, partai juga punya strategi pintu belakang untuk mengamankan kadernya di posisi lain dengan partai yang berbeda. Coki duo nokang.
Di Pilgub Sumut 2008 juga terjadi saat kader Golkar Syamsul Arifin maju bukan dari partainya. Menggandeng Gatot Pujo Nugroho (PKS) pasangan ini diusung koalisi PPP, PKS, PBB, Partai Patriot Pancasila, PKPB, PKPI, PPDK, PSI, Partai Merdeka, P PDI dan PNUI. Sementara Golkar kukuh menjagokan Ali Umri-Maratua Simanjuntak. Golkar pun harus mengakui keunggulan kadernya yang ada di pihak lawan, meski akhirnya terjerat kasus korupsi di KPK.
Di Pilkada Kabupaten/Kota di Sumbar fenomena ini juga ada. Namun tak terlalu kentara, karena yang gonta-ganti partai bukanlah kader utama. Mereka hanya orang-orang yang menggunakan partai untuk kepentingan Pilkada saja. Kita lihat saja, siapa kira-kira yang akan menggunakan cara loncat partai ini untuk diusung di Pilgub. Kalau potensinya, semua tentu punya. (wartawan utama)
Komentar