Oleh: Reviandi
MEMASUKI waktu-waktu jelang pendaftaran pasangan calon ke KPU – dengan didahului verifikasi calon perseorangan atau independen, ternyata ada partai yang belum memastikan, bahkan memunculkan kadernya untuk maju di Pilgub Sumbar. Bisa jadi, partai itu tidak memiliki kader yang berani maju, atau memang dianggap belum layak maju.
Namun, sejumlah partai telah mendengungkan jagoan masing-masing, seperti Demokrat, Gerindra, PKS, bahkan juga “akhirnya” PPP. PAN sebenarnya juga belum memastikan, siapa yang akan mereka usung. Mungkin pascakongres yang penuh kursi “terbang” kemarin, nama mulai ada. Kalau tidak Ali Mukhni, Shadiq Pasadigoe, atau Epyardi Asda.
Salah satu partai yang sangat dinanti memunculkan kadernya sendiri adalah Golkar, sebagai partai besar yang Pemilu 2019 ini kehilangan tampuk pimpinan di DPRD Sumbar. Ya, Golkar hanya memiliki 8 kursi, yang tentu mengharuskan mereka mencari tambahan 5 kursi lagi dari syarat 13 kursi untuk mengusung calon. Sayangnya, nama-nama kader Golkar yang dimunculkan juga tak terlihat.
Biasanya, ketua DPD Golkar Sumbar dimunculkan sebagai calon Gubernur. Pada Pilkada 2005 lalu, Leonardy Harmainy maju bersama Rusdi Lubis, Sekretaris Provinsi Sumbar. Sayang, mereka harus kalah dari pasangan Gamawan Fauzi-Marlis Rahman (PDI P dan PBB). Namun kini, 2020, Golkar sepertinya belum memiliki kader yang akan dimajukan.
PDI Perjuangan, meski memiliki 3 kursi di DPRD Sumbar, masih malu-malu mengajukan kadernya. Apalagi, dua kader partai banteng moncong putih itu tumbang di Pileg 2019 lalu, Alex Indra Lukman di Dapil Sumbar 1, dan Agus Susanto di Dapil Sumbar 2. Sampai hari ini, belum ada nama yang akan diusung, dan PDI P sepertinya hanya akan menjadi pasangan koalisi partai lain saja.
Padahal, dengan dukungan pemerintah pusat, harusnya PDI P punya power yang cukup untuk menciptakan kader sendiri maju di Pilgub. Mungkin bisa juga bernostalgia dengan mantan calon Gubernur Sumbar 2005 Kapitra Ampera yang kini menjadi kader PDI P. Dulu, Kapitra menggandeng putra Agam Dalimi Abdullah dengan kendaraan PPP-Demokrat. Sayangnya, Kapitra juga gagal lolos ke Senayan dari Dapil Riau 2019 ini.
Partai NasDem yang mendapat tempat di Pileg 2009— terutama di Dapil Sumbar 1 DPR RI, masih hati-hati memajukan nama. Kabarnya, masih berharap bisa berkoalisi dengan PKS, baik mengusung Mahyeldi atau Riza Falepi. NasDem sendiri, sebenarnya punya sejumlah kader mumpuni seperti mantan Wali Kota dan Bupati Solok Syamsu Rahim dan mantan Wali Kota Padang Fauzi Bahar.
Sayang, elektabilitas Syamsu Rahim belum menggembirakan, sementara Fauzi Bahar sudah dua kali kalah di Pilgub. 2010 sebagai Cagub dengan Yohanes Dahlan dan 2015 Cawagub Muslim Kasim. Kini, Fauzi yang tetap memasang baliho di Kota Padang, telah menyatakan akan maju di Pilgub Kepulauan Riau sebagai calon Wagub. Keduanya, juga tumbang oleh istri Bupati Pessel Hendrajoni, Lisda di Pileg lalu. Hendrajoni yang kini Plt Ketua DPW NasDem Sumbar, hanya ingin bertarung kembali di Pilkada Pessel untuk periode kedua.
Pemilik tiga kursi lainnya adalah PKB yang sebenarnya sudah memunculkan dua nama bakal calon. Pertama, Ketua DPW PKB Sumbar Febby Dt Bangso yang juga masih sempat mengarahkan bidikan ke kursi Bupati Tanahdatar. Nama lainnya adalah Suherman yang balihonya cukup banyak bertebaran di Sumbar sebagai calon Gubernur. Suherman juga kerap diisukan sebagai bakal calon wakil Gubernurnya Mahyeldi dari PKS.
Kalau PPP yang punya 4 kursi sepertinya akan menjagokan kader barunya Audy Joinaldy. Apalagi, Wakil Ketua Umum DPP PPP, Fernita Darwis menyebut, PPP akan berkoalisi dengan PKS dengan mengusung pasangan Mahyeldi-Audy. Namun sayang, PKS belum memberikan jawaban, apakah akan mengusung pasangan ini atau tidak. Menentukan Mahyeldi atau Riza Falepi saja belum. Namun, setidaknya PPP telah menyatakan, ada “bintang” di partai mereka.
Apakah partai-partai seperti PDI P, PKB, PPP, NasDem dan Golkar itu rela hanya dijadikan “bamper” atau pancukuik kuota kursi partai lain saja? Tentunya kita akan saksikan bersama-sama pada pendaftaran calon nantinya. Apalagi, Demokrat (10 kursi) sudah punya Mulyadi, Gerindra (14) Nasrul Abit, PKS (10) Mahyeldi/Riza, dan PAN (10) tiga nama tadi. Kalau partai-partai “besar” ini saling bergabung, tentu mereka akan kesulitan. Misal, Demokrat-Gerindra dan PKS-PAN.
Tapi bisa saja, dengan jumlah kursi PDI P, PKB, PPP, NasDem dan Golkar itu mencapai 20 kursi, mereka berpikir mengusung pasangan calon alternatif. Tentunya, harus memunculkan nama baru yang benar-benar bisa menjadi the real candidate di pengujung waktu ini. Tapi siapa orangnya, belum nampak bayangan. (wartawan utama)
Komentar