Oleh: Reviandi
ISU keretakan hubungan Bupati Pessel Hendrajoni dengan Wabup Rusmayul Anwar terkonfirmasi saat DPD Golkar Pessel menggelar penjabaran visi dan misi calon Bupati Pessel 2021-2024. Kedua petahana ini, ternyata sudah jalan sendiri-sendiri, tanpa kemesraan yang mereka tunjukkan pada Pilkada 2015.
Soal apa sebab keduanya “berpisah” di simpang jalan ini sepertinya sudah terang di mata masyarakat dan media. Apalagi, Rusmayul masih berstatus terdakwa dalam kasus perusakan lingkungan dan terumbu karang (mangrove) di kawasan Mandeh. Ada juga beberapa masalah yang membuat keduanya mungkin merasa tak cocok lagi bersama – dan memilih bertarung.
Apa yang terjadi dengan Hendra-Rusma ini bukanlah barang baru sejak Pilkada serentak dimulai. Di Sumbar, entah sudah berapa kasus, dan tak banyak yang menjadikan wakil berhasil “naik” kelas. Bahkan, para calon Gubernur/Bupati saat ini, banyak yang pernah “pacah kongsi” dengan kolega dan sikut-sikutan di Pilkada.
Ambil contoh Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit yang juga pernah tak sejalan dengan orang yang mendampinginya 2005-2010, Syafrizal Ucok. Keduanya berjibaku dalam Pilkada Pessel 2010, NA berpasangan dengan Editiawarman, dan Syafrizal menggandeng politisi senior Golkar, Saidal Masfiyudin.
Hasilnya, NA menang dan membawanya juga melanjutkan tren kemenangan di Pilgub Sumbar 2015 mendampingi jagoan PKS Irwan Prayitno. Menariknya, ternyata tak ada dendam dalam politik keduanya. NA dan Syafrizal Ucok tetap harmonis bekerja sama di Pemprov Sumbar, saat Ucok dilantik menjadi Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat (BKM) Sumbar. Mungkin juga di Pilkada Pessel 2020, Ucok kembali mencalon dan menggandeng NA sebagai king maker.
Wali Kota Padang Mahyeldi pernah merasakan hal yang sama dalam Pilkada 2018. Kemesraan yang dipertahankannya dengan Wakil Wali Kota Emzalmi ternyata pupus. Apalagi saat Emzalmi lebih dulu mendeklarasikan diri berpasangan dengan Desri Ayunda dalam Pilwako teranyar itu. Namun, Mahyeldi masih bisa menang telak dari Emzalmi dengan menggandeng Hendri Septa.
Informasinya, Mahyeldi masih ingin mempertahankan duet “Mahem” yang didukung PKS-PPP di Pilkada 2013. Karena itu, sampai Emzalmi menyatakan diri berpasangan dengan Desri, belum ada tanda-tanda Mahyeldi punya calon wakil yang lain. Namun apa boleh buat, dua pasangan yang dianggap serasi – politisi senior dan birokrat senior itu harus bubar. Mencari jalannya masing-masing, sampai Mahyeldi disebut sebagai calon kuat Gubernur 2021. Sementara Emzalmi menikmati masa-masa pensiunnya menjadi pamong negara.
Bupati Agam Indra Catri sukses mengungguli Irwan Fikri pada Pilkada Agam 2015. Pasangan Bupati-Wakil Bupati ini tak sejalan lagi jelang Pilkada dan memutuskan maju masing-masing. Mereka memang tak memulainya dari 2010 saat Indra Catri menggadeng Umar sebagai wakilnya. Di perjalanan, Umar terjerat kasus korupsi saat menjadi Kepala Dinas PU Agam dan harus ditahan. Irwan Fikri datang sebagai pengganti dari kursi PPP.
Siapa lagi nama berikutnya kalau bukan Bupati Padangpariaman Ali Mukhni yang balihonya telah nyata-nyata menuliskan Calon Gubernur Sumbar. Sejarah juga mencatat namanya pernah berpisah jalan dengan Wakil Bupati Damsuar di Pilkada 2015. Bedanya, Ali Mukhni maju, sementara Damsuar ditinggal kereta, dan batal mencalon.
Ali Mukhni meminang Ketua Baznas Suhatri Bur dengan kendaraan PAN, Gerindra, Demokrat, Golkar, PKS, PKB dan PPP. Sementara, partai lainnya telah diisi oleh Alfikri Mukhlis dan Yulius Danil dengan Hanura dan NasDem. Tinggallah Damsuar yang hanya mengantongi kursi PDI Perjuangan dan tak cukup untuk maju. Di sini, Ali Munkhni sudah “mengalahkan” Damsuar dalam perebutan tiket maju.
Mungkin masih banyak nama-nama lainnya. Begitu juga pada Pilkada Gubernur Sumbar 2015 saat pasangan yang menang 2010, Irwan Prayitno-Muslim Kasim berpisah jalan. Irwan bersama NA diusung PKS-Gerindra, sementara Muslim Kasim dipepet Fauzi Bahar diusung PAN, NasDem, PDI P dan Hanura. Mungkin, pasangan ini tak lagi sejalan, karena beberapa ketidakcocokan yang kerap muncul dari Rumah Bagonjong. IP-NA menang dalam kontestasi saat itu.
Ditarik ke tingkat nasional, pecah kongsi juga bukan hal yang baru. Pasangan pemenang Pilpres 2004, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) – Jusuf Kalla (JK) juga tak beriring lagi pada Pilpres 2009. SBY menggandeng ekonom senior Boediono, sementara JK menarik Wiranto yang pernah menjadi rival mereka 2004 saat berpasangan dengan Solahuddin Wahid (Gus Solah).
Dari paparan tadi, memang, para wakil tak ada yang memenangkan pertarungan dan mengambil alih kursi nomor satu. Tapi, di Pilwako Solok 2015, Irzal Ilyas Dt Lawik Basa harus merasakan tidak enaknya “dikudeta” oleh Zul Elfian yang telah mendampinginya 2010-2015. Masalah keduanya malah bermuara ke ranah hukum saat perjanjian mereka di Pilkada 2010 juga tersangkut dengan pitih-pitih. Kini, keduanya berpotensi maju kembali, tapi Zul Elfian terlihat memberikan tongkat estafet kepada Wakil Wali Kota Reinier.
Jadi, pecah kongsi dalam Pilkada ini sudah hal biasa dan tidak perlu jadi polemik di tengah-tengah masyarakat. Apalagi, para calon tentu sudah berhitung langkah dengan baik. Yang penting, siapkan niat baik, bekal dan peluru-peluru yang akan dipakai dalam Pilkada. Jangan sampai, keputusan yang diambil berakibat buruk untuk calon dan masyarakat. (wartawan utama)
Komentar