oleh:Reviandi
Setelah sekian lama, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara resmi menyatakan dukungan kepada Anies Baswedan sebagai bakal calon Presiden Indonesia 2024, Senin (30/1/2023). PKS bergabung dengan Partai NasDem dan Partai Demokrat dalam “Koalisi Perubahan” dan akan mencari calon wakil Presiden pendamping Anies.
Tentunya, PKS sudah menimbang matang-matang, untuk kembali mengusung Anies yang mereka menangkan dalam Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu bersama Partai Gerindra berpasangan dengan Sandiaga Uno. Apalagi, sudah dua kali Pilpres, PKS selalu mendukung Prabowo Subianto, meski harus kalah dari Jokowi dengan pasangan Jusuf Kalla 2014 dan Ma’ruf Amin 2019 lalu.
Memang, sebulan lalu PKS diisukan akan kembali bereuni dengan Gerindra untuk mengusung Prabowo di Pilpres 2024. Namun entah apa yang terjadi, tak ada informasi spesial dari pertemuan kedua belah pihak, baik Gerindra ataupun PKS. PKS juga disebut-sebut akan meninggalkan koalisi, kalau jagoannya Ahmad Heryawan (Aher) tidak dijadikan wakil Anies.
Kini yang terlihat, seolah-olah PKS menyatakan dukungan ke Anies, pascapertemuan petinggi Partai NasDem ke Kantor Sekretariat Bersama (Sekber) PKB-Gerindra yang diresmikan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto bersama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dua pekan lalu. PKS seperti masuk dalam gertakan NasDem yang sempat diisukan akan mencari jalan keluar dari koalisi dengan Demokrat-PKS.
Unik memang, sekarang PKS menyatakan dukungan kepada Anies “tanpa syarat.” Artinya, sama seperti NasDem, siapa yang akan menjadi calon wakil Presiden terserah kepada mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Jokowi-JK itu. PKS tidak lagi berkeras seperti di awal, ingin menyertakan salah satu kadernya sebagai Bacawapres, terakhir nama Aher.
Sebagai partai kader yang lahir sejak era reformasi, sampai hari ini PKS belum mampu menaikkan rating kadernya sebagai calon Presiden. Dua tahun terakhir, Ketua Majelis Syuro PKS, Dr. Salim Segaf Al Jufri seperti dipersiapkan sebagai calon Presiden. Baliho dan alat peraganya, terpampang bersama kader-kader PKS se-Indonesia 2021-2022. Sayang, Dr Salim tidak mendapatkan respon dari masyarakat dan hasil surveinya tidak pernah tinggi, terlihat pun jarang.
Sebelumnya, 2018 lalu, PKS sudah mengancang-ancang sembilan kadernya maju dan telah diputuskan majelis syura. Mereka adalah mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wakil Ketua Majelis Syura Hidayat Nur Wahid, mantan Presiden PKS Anis Matta yang kini mendirikan Partai Gelora, mantan Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno, mantan Presiden PKS M Sohibul Iman, Ketua Majelis Syura Salim Segaf al Jufri, mantan Menteri Informasi dan Komunikasi Tifatul Sembiring, Ketua DPP PKS Al Muzammil Yusuf dan Mardani Ali Sera.
Nama-nama yang banyak itulah yang kemudian mengerucut menjadi Dr Salim saja. Tapi, respon pasar seakan-akan tidak terlihat. PKS sepertinya mulai patah arang dan mencari alternatif calon yang dijagokan. Di beberapa kesempatan, baik tingkat pusat atau Provinsi, PKS kerap mengundang Anies Baswedan. Bahkan ada yang sampai mengelu-elukan Anies sebagai Presiden 2024. Meski buru-buru dibantah, PKS tentu akan mengusung calon sendiri dalam Pilpres 2024 ini.
Kini, pasca-Wakil Ketua Majelis Syura PKS Sohibul Iman didampingi tim kecil dalam Koalisi Perubahan, yakni Sudirman Said hingga Sekjen Demokrat Teuku Riefky, namun tanpa perwakilan dari Partai Nasdem menggelar jumpa pers dukungan ke Anies Baswedan untuk Pemilu 2024, PKS tentu serius. Meski ada pula yang menyebut, ini baru “soft launching” dukungan, artinya belum full pula.
Sebelumnya Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga telah menyatakan dukungan kepada Anies. Demokrat mengajak agar segera adanya pembentukan sekretariat bersama (Sekber) pemenangan koalisi perubahan. Diketahui, Koalisi Perubahan kini telah solid untuk mengusung Anies Baswedan 2024.
Meski tiga partai sudah sepakat mendukung Anies, tapi pekerjaan rumah (PR) masih di depan mata. PKS dan Demokrat tentu akan tetap mencoba mendapatkan “keuntungan” jika menempatkan kader mereka sebagai calon Wakil Presiden. PKS dengan Aher, dan Demokrat pastinya dengan Ketum AHY, putra dari Presiden RI 2004-2009 dan 2009-2014. Dua partai diperkirakan masih akan kucing-kucingan dan “baper-baperan”. Apalagi saat Anies tiba-tiba mengumumkan calonnya adalah orang non-PKS, NasDem dan Demokrat.
Di Sumbar sendiri, pencalonan Anies oleh PKS mulai diramaikan oleh para kadernya. Baik dari para pengurus DPW PKS Sumbar atau DPD PKS Kabupaten dan Kota, sudah mulai bersosialisasi. Tapi baru sekadar di media sosial mereka masing-masing atau medsos partai. Belum terlihat ada baliho-baliho seperti yang dilakukan kader NasDem Oktober 2022 lalu. Meski sekarang, NasDem di Sumbar seperti adem-ayem saja terhadap pencalonan Anies.
Sebenarnya, kalau berjujur-jujur, Anies sangat identik dengan PKS ketimbang dengan NasDem. Tapi karena NasDem yang lebih dahulu mendeklarasikan pasca-Anies berhenti jadi Gubernur DKI, waktu yang cukup Panjang itu sudah dimanfaatkan oleh NasDem. Bahkan, NasDem sudah merasa yakin akan mendapatkan suara lebih berkat coat tail effect atau efek ekor jas Anies sebagai calon Presiden. Sampai ada yang sesumbar, bisa melebihi efek Prabowo 2019 dan 2014.
Jika PKS benar-benar serius menggarap Anies, tentu citra Anies adalah NasDem bisa hilang. Karena saat Anies jadi bintang Pilgub DKI Jakarta 2017, dia dikira banyak pemilih adalah kader PKS. Terlihat dari stylenya, pakaiannya, tutur katanya, bahkan dari perawakannya sendiri. Apalagi, hari itu Gerindra sudah diwakili oleh Sandiaga Uno yang tulen kader partai.
Bahkan hingga hari ini, sampai Anies sering berbaju warga biru dongkernya NasDem, masih banyak yang berpikir Anies “keluar” dari PKS dan masuk NasDem. Dengan semakin kuatnya kader-kader PKS berkampanye membawa Anies, tentu NasDem akan makin terpinggirkan dari Anies. Utamanya di Sumbar yang katanya, Anies akan menggerus suara Prabowo Subianto.
Pakar politik asal Unand Prof Asrinaldi meyakini, akan sulit mengubah suara orang Minang dari Prabowo ke Anies kalau cara yang dipakai Partai NasDem menjual Anies masih sama seperti saat ini. Tentu menunggu bagaimana pula PKS memainkan perannya menjual “kadernya” sebagai calon Presiden. Setelah “gagal” dalam mencoba menjadikan Habib Salim atau Dr Salim sebagai kandidat Capres 2024. Meski ada yang menyebut, PKS telah mengubah peta politik dan persaingan Pilpres 2024 mulai terbuka dan menarik.
Mantan Ketua Majelis Syuro PKS, almarhum Hilmi Aminuddin pernah berkata, “Recovery komunikasi, akibat-akibat komunikasi karena perbedaan pilihan politik, hubungan kita tidak boleh putus. Apapun partainya mereka saudara kita, jaga hubungan baik.” Hilmi telah memberikan garis, agar PKS tetap menjaga persaudaraan, atau ukhuwah. Meksi sudah hampir 10 tahun menjadi oposisi pemerintah pusat. (Wartawan Utama)
Komentar