PADANG, METRO–Pengamat politik Sumbar Bagindo Yohanes Wempi memprediksi menjelang dimulainya kompetisi politik tahun 2024 akan banyak Kepala Daerah atau politisi yang akan pindah partai. Tentunya dengan alasan membangun nusa dan bangsa agar NKRI tetap utuh dan terjaga.
“Sepertinya masyarakat juga tidak menganggap hal yang hina atau buruk budaya perilaku pindah-pindah partai tersebut. Seperti yang dilakukan Ridwan Kamil yang sekarang menjadi kader Golkar. Padahal saat ikut Pilwako Bandung dan Pilgub Jabar tidak diusung Partai Golkar,” kata anggota DPRD Padangpariaman 2009-2014 ini.
Di Sumbar, apa yang dilakukan Kang Emil juga terjadi. Seperti Fadli Amran Wali Kota Padangpanjang yang diusung Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan). Saat ini menjadi Ketua Partai Nasdem Sumbar.
Yohanes membandingkan, pindah partai lebih mulia dari ditangkap KPK atau terjerat kasus pidana lainnya. “Pindah partai dibandingkan tahanan korupsi, politisi yang di masuk penjara karena OTT KPK, keluar tahanan kembali maju lagi jadi Calon seperti Irman Gusman mencalon DPD RI untuk pemilu tahun 2024 tentu lebih baik. Atau seperti M Romahurmuziy kembali jadi Ketua di PPP yang baru bebas dari tahanan KPK,” katanya.
Yang paling hebat, kata Yohanes, Gusmal, Bupati Kabupaten Solok keluar penjara terpilih lagi Pilkada tahun 2015. “Sepertinya masih bagus pindah-pindah partai dibanding kasus korupsi maju lagi di Pemilu,” kata putra asli Piaman ini.
Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Kota Padang ini mengatakan, Pindah Partai Ridwan Kamil dari PKS dan Partai Gerindra merupakan hal yang wajar waktu Pilkada Jabar tahun 2018 itu karena dua partai tersebut tidak mencalonkan beliau jadi Kepala Daerah, alias karena tidak laku lagi dipartai lama maka lompat pagar ke Partai Nasdem, PPP dan lainnya.
“Ketika Ridwan Kamil bergabung dengan Partai Golkar, acara pindahnya Gubernur Jawa Barat ini resmi diadakan oleh Partai Golkar dan langsung dipasangkan baju kebesaran partai Golkar. Mungkin Partai Golkar dianggap teruji sebagai salah satu partai politik yang menjadi pilar demokrasi di Indonesia. Serta selalu berkomitmen menjaga dan mempertahankan demokrasi,” katanya.
Apapun alasannya, kata Yohanes, bisa saja dibuat-buat dan bisa dibuat rasionalisasinya. Apalagi Ridwan Kamil ini lulusan ITB yang merupakan kampus bergensi di Indonesia, barang tentu memiliki kecerdasan tinggi membuat alasan dan argumentasi untuk membenarkan pindah partai tersebut.
“Melihat fenomena yang dijalini Ridwan Kamil, kemungkinan juga dilakukan oleh banyak Kepala Daerah dan tokoh-tokoh politik yang ada di negeri +62 ini. Pindah partai dari satu tempat ketempat lain sudah hal biasa. Tidak hal tabu atau tidak prilaku cacat moral. Maka Ridwan Kamil pindah-pindah partai tidak hal aneh lagi,” katanya. (r)
Komentar