Oleh: Reviandi
Tahun 2024 sudah masuk. Tahun yang disebut tahun politik sebenarnya. Karena ada Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif dan Pemilu Presiden (Pilpres) pada 14 Februari 2024. Ada kemungkinan 26 Juni 2024 digelar Pilpres putaran kedua. Sementara Pilkada serentak nasional juga digelar September atu November 2024.
Jadi, tahun ini akan menjadi tahun yang super sibuk bagi semua warga Indonesia. Yang utama tentu yang punya hak pilih, dan pastinya yang akan dipilih. Juga para tukang sorak, lembaga survei, lembaga pencitraan, tim sukses, tim baliho, advertising, dan lainnya. Tak heran ada yang menyebut Pemilu adalah “pesta” demokrasi atau “pesta” rakyat. Meski tak semua merasa berpesta, akan ada juga yang berduka.
Hari ini, Pemilu tinggal menghitung hari, sekitar 40-an hari saja. Semua sedang berhitung menang-kalah, peluang ada atau tidak. Atau sudah sewajarnya menyerah saja. Karena Pemilu kita masih sama, siapa yang pandai mencari massa, baik dengan sejarah, legenda, uang, ketenaran dan lainnya, bisa dipilih. Kalau tidak, jangan harap.
Sistem Pemilu kita masih terbuka untuk siapa saja yang mampu mendapatkan suara. Masih menempatkan orang-orang hebat dalam segala hal bisa menduduki kursi. Tak penting dia menguasai ilmu pemerintahan, dasar kepemimpinan, bagaimana membangun, mengelola massa dan lainnya. Yang penting terkenal, maka bisa saja memenangkan kontestasi.
2024 ini, adalah ujian sesungguhnya bagi demokrasi kita. Apakah benar masih seburuk itu, atau sudah agak berubah. Kalau masih seperti itu, mungkin kita tidak akan pernah berubah. Masih menempatkan uang di atas demokrasi. Masih menempatkan sembako di atas Pemilu. Masih menempatkan pengaruh di atas harapan kita bersama membangun negara yang lebih baik.
Pileg 2024 ini adalah Pileg yang diikuti 18 partai politik (parpol) baik yang lama atau baru. Semua akan berjuang mendapatkan kursi sebanyak-banyaknya. Khusus DPR RI, partai harus melewati 4 persen parliementary trheshold. Kalau tidak, suara mereka akan hangus dak tidak akan menjadi kursi di Senayan. Pekerjaan berat itu akan sia-sia dan harus kembali mengulang untuk 2029 mendatang.
Itu pun kalau mampu bertahan dengan kursi DPRD Provinsi atau Kabupaten/Kota. Karena, berkaca pada pengalaman partai-partai peserta Pemilu 2019, begitu berat mereka harus bertahan untuk masuk ke 2024. Bahkan ada yang gagal seperti Partai Berkarya dan PKP Indonesia. Para kadernya harus mencari partai lain, begitu juga yang berstatus incumbent DPRD di dua tingkatan tadi.
Pemilu adalah salah satu cara menempatkan kader partai di lembaga Legislatif. Mencari kesempatan untuk membangun kekuasaan atas nama rakyat dengan menjadi anggota Dewan. Anggota Dewan yang berperan menjadi seorang pemimpin atau minimal pengawas pemimpin di tingkat nasional sampai ke daerah. Tapi mereka yang cakap, bukan mereka yang hanya pandai mengumpulkan suara, tapi tak pandai bersuara.