PITAMEH, METRO–Sanggar Tari Galatiak Pitameh, yang beralamat di Jalan Pitameh Nomor 37 Kecamatan Lubuk Begalung (Lubeg) Kota Padang itu, didirikan oleh Oktia Jusma Widyastuti, S.Pd, pada 1 Desember 2013 silam.
Cukup panjang perjalanan perempuan yang akrab disapa Bunda itu, mendirikan sanggar tari yang cukup diperhitungkan di Kota Padang itu. Perempuan yang juga guru seni budaya di SMKN 9 Padang itu mengungkapkan, dirinya mendirikan sanggar tari dilatarbelakangi ingin mengenalkan budaya tradisi Minangkabau kepada anak sejak usia dini.
“Hal ini dilakukan, supaya kebudayaan Minangkabau tidak punah dan dilestarikan sejak usia dini,” ungkap Bunda di sela-sela kegiatan lomba Tari Interen Tahun 2022 Sanggar Tari Galatiak Pitameh, Minggu (27/2), di salah satu restoran cepat saji di SPBU Jalan By Pass Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang.
Perempuan yang pernah juara II Instruktur PAUDNI tingkat Sumbar itu mengungkapkan, pertama kali merintis Sanggar Tari Galatiak Pitameh tahun 2013, menerima pendaftaran anak didik baru awalnya secara gratis.
Hal ini dikarenakan dalam pertimbangannya, Bunda melihat anak-anak di kawasan Jalan Pitameh itu hobi menari. Tetapi terbentur masalah dana. “Saya melihat anak sekitar rumah punya potensi menari. Tapi tidak tahu dan tidak punya tempat penyaluran, karena tidak ada dana,” ungkapnya.
Bunda mengaku, ide mendirikan sanggar tari muncul, saat dirinya pindah dinas dari Kota Solok ke SDN 23 Marapalam Kota Padang. Sebelum mengajar di SD tersebut, Bunda pernah menjadi tenaga honor di TK Rahma Abadi.
Ketika mengajar di SD itu, ada salah satu muridnya dulu pernah belajar di TK tempat dirinya jadi tenaga honor. “Saat itu wali muridnya yang kenal mengajak saya mendirikan sanggar kembali, Karena waktu di TK itu saya mendirikan sanggar. Inilah awal mula tercetusnya Sanggar Tari Galatiak Pitameh,” ungkapnya.
Perempuan yang pernah meraih juara III lomba tari tunggal tingkat guru yang diadakan oleh PGRI se-Sumbar itu mengatakan, Sanggar Tari Galatiak dibuka pertama kali hingga sekarang di rumah kediamannya di Jalan Pitameh Nomor 37 Kecamatan Lubeg Kota Padang.
Diungkapkan ibu dua anak ini, pertama membuka pendaftaraan penerimaan anak didik gratis selama sebulan hingga dua bulan. Bulan ketiga, baru dirinya mewajibkan anak didiknya membayar Rp35 ribu sebulan.
Menurut Bunda, dirinya memilih anak usia dini sebagai anak didik di sanggarnya, agar anak-anak di usia dini bisa percaya diri. Karena tidak semua anak bisa berani tampil di depan forum yang ramai.
“Kita saja yang sudah dewasa, kaki masih menggigil tampil di muka umum. Saya ingin bagaimana anak kita percaya diri tampil di depan umum seperti anak-anak remaja,” ungkapnya.
Bunda menyebutkan, di sanggar yang dipimpinnya, ada tingkatkan belajarnya. Ada tingkat dasar untuk melatih anak menari tari batok. Juga ada kelompok anak didik dilatih menari tari cewang. Berikutnya kelompok anak yang dilatih menari tari panen, kelompok tari payung dan kelompok senior. Kelompok senior ini sudah menguasai seluruh tari yang diajarkan di sanggar.
Dengan metode pembelajaran tersebut, anak didiknya menguasai tari tradisional tersebut secara menyeluruh. Termasuk juga talenta lainnya yang dikembangkan. Sehingga ketika tampil di berbagai perlombaan di luar sanggar, sudah menguasai tari serta talenta bakat lainnya dan banyak yang melahirkan prestasi.
“Ada yang usia empat tahun latihan di sanggar saya, lalu ketika sudah sekolah di SMP ikut Putri Cilik Sumbar, terpilih sebagai Putri Talent. Bahkan ada juga yang ikut event Puncak Nusantara di Surabaya. jadi tidak hanya potensi menari saja yang dikuasai, tetapi juga ada beberapa talenta dan bakat seperti bermain gitar dan piano,” ungkapnya.
Bunda menyebutkan, dirinya mengajar menari anak didiknya, satu kali dalam seminggu. Meski anak didik di sanggar yang dipimpinnya mulai banyak, namun Bunda mengatakan tidak memungut biaya yang cukup mahal terhadap anak didiknya. “Biaya SPP yang saya pungut hanya Rp50 ribu sebulan,” ungkapnya.
Bunda mengatakan dirinya tidak memungut biaya besar, karena menilai belajar menari, tidak sama dengan orang yang les matematika dengan biaya yang mencapai Rp200 ribu sebulan.
“Dengan hanya Rp50 ribu sebulan, jelas tidak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan untuk melatih menari dibandingkan mengajar les matematika. Tapi seni itu kepuasannya tidak ternilai dengan uang jika anak didik tampil bagus seperti ini. Kepuasan batin itu menciptakan generasi yang bisa berkarya, ungkapnya.
Jadi dengan jadwal latihan sekali seminggu untuk anak usia empat tahun, menurut Bunda, jangan diminta untuk bisa langsung menari setelah enam bulan sesuai target. Tapi yang penting itu anak usia empat tahun harus pandai dulu bersosialisasi dengan teman-temannya. (fan)