Di era modoren ini, banyak tradisi kebudayaan yang mulai tergerus perkembangan zaman. Padahal tatanan itu memuat kearifan lokal. Generasi muda mulai lupa, bahkan mulai larut dengan budaya asing.
Tidak dipungkiri, kondisi ini telah terjadi di Ranah Minang. Ada sejumlah tradisi kebudayaan yang mulai dilupakan. Pelestarinya kini malah hanya generasi uzur.
Salah satu budaya yang mulai jarang ditemui terutama di perkotaan di Ranah Minang adalah, tradisi pasambahan atau panitahan. Seni tradisi ini jangan sampai punah.
Pidato pasambahan adalah semacam komunikasi tradisional Minang antara dua pihak yang menjadi juru bicara yang mewakili tamu dalam alek dan mewakili tuan rumah (pangka).
Pidato merupakan seni berkomunikasi, berdialog antara dua pihak yang mewakili kubu masing-masing. Karena itu adalah seni, maka di dalamnya terajut pemahaman tentang istilah adat yang terhimpun dalam dialog.
Pasambahan atau panitahan menjadi sebuah cara untuk saling menghormati.
Manitah layaknya dari rajo kepada rakyat, sementara sambah adalah dari hamba kepada raja. Jadi dalam dialog itu ada rasa saling menghormati seolah-olah lawan bicara adalah raja dan diri sendiri adalah rakyat, demikian yang terjadi bergantian antara juru bicara tamu dan tuan rumah.
Akan tetapi dalam dialog itu kadang ditemui terjadi “ajuak ma ajuak”, pantun ma mantun. Bahkan seakan akan ada semacam berdebat. Padahal tidak karena nilai yang dibawakan dalam pasambahan adalah rasa saling menghormati dan menghargai.
Mempersilahkan makan itu dengan sopan santun (pasambahan). Tamu pun tidak langsung makan, harus mufakat dahulu antara sesamanya. Kalau sepakat maka diterima, tetapi dengan basa basi, juga mengajak tuan rumah makan serta.
Sekarang makan bajamba mulai kurang bahkan tidak ada. Sudah prasmanan. Tidak ada ruang untuk pasambahan karena pasambahan itu dilakukan dihadapan jamba, hidangan sepanjang rumah antara tuan rumah dan tamu.
Kini berbagai kebudayaan itu sudah mulai jarang. Bahkan ditakutkan punah seiring pesatnya perkembangan zaman. Untuk itu perlu peran bersama agar nilai-nilai budaya tersebut tidak benar-benar punah tergerus, dibutuhkan upaya bersama untuk menggali, melestarikan dan mengimplementasikan kembali dalam keseharian.(**)