Penetapan kebijakan Pengaturan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala Mikro maupun darurat yang dilakukan pemerintah pusat melalui beberapa kali Instruksi Kementeriaan Dalam Negeri (Kemendagri) sejak awal Juni 2021 lalu, telah menimbulkan banyak dampak dan pengaruh negatif pada beberapa sektor penting dan krusial kehidupan keseharian lapisan masyarakat di setiap daerah seantero nusantara tercinta, tanpa terkecuali di Kota Bukittinggi.
Selain sektor pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan dan sosial yang terimbas signifikan, sektor ekonomi mikro dan makro pun sangat terpukul dengan kondisi ini. Di antara ciri dan penandanya yang umum adalah menurunnya pendapatan per kapita penduduk, yang berakibat pada semakin merosotnya daya beli masyarakat. Menipisnya, lapangan usaha dan kesempatan bekerja yang telah berkontribusi terhadap penambahan angka pengangguran. Serta gulung tikarnya para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Industri Kecil dan Menengah (IKM) sebagai kosekuensi logis dari minimnya akses permodalaan serta pemasaran dan lain-lain.
Khusus untuk Bukittinggi sebagai Kota Wisata utama di Sumbar bagian utara, kondisi di atas semakin diperparah dengan menurunnya kunjungan wisatawan, rendahnya okupansi (tingkat hunian) hotel, terhambatnya kegiatan MICE dan tidak adanya even kepariwisataan khusus; baik skala lokal, regional maupun Nasional. Apalagi Bukittinggi belum memiliki tambahan objek wisata terbarukan yang diharapkan mampu menjadi magnet tersendiri atau peningkat daya tarik pariwisata.
Oleh karena itu, sangat diperlukan intervensi atau campur tangan yang serius dan sungguh- sungguh dari Pemerintah sesuai tingkatannya. Dan pada saat bersamaan, juga tidak menutup kemungkinan peluang dari para pihak ketiga lainnya yang berkompeten dan memiliki kepedulian dengan nasib para penggiat UMKM dan IKM tersebut. Demi membangkitkan semangat, rasa percaya diri dan produktifitas serta kemampuan dan kemauan mereka untuk mengayuh kembali usahanya yang memang sudah semakin letih dan tertatih.
Memang sejujurnya kita mengakui dan mengetahui bahwa, di tengah-tengah pemberlakuan kebijakan PPKM di daerah, pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten dan kota di Indonesia melalui Kementeriaan Sosial juga telah menggelontorkan beragam bantuan sosial untuk warga kurang mampu dan rentan miskin yang terdampak PPKM. Sebut saja, ada Bantuan Sosial Tunai (BST), BST perpanjangan Pemda, bantuan sembako warga, subsidi kuota paket internet untuk pelajar dan mahasiswa serta subsidi tarif listrik rumah tangga dan lain-lain sebesar total 39,19 triliun.
Sedangkan, dalam menopang tegak-berdirinya kembali UMKM dan IKM yang sudah hampir pensiun dini itu, Pemerintah pusat melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) menggulirkan program Batuan Presiden (Banpres) Produktif UMKM (BPUM). Tidak tanggung- tanggung, hingga akhir tahun anggaran 2021 nanti, pemerintah pusat direncanakan akan mengalirkan BPUM sebesar Rp15,36 triliun untuk penerima manfaat sebanyajk 12,8 juta UMKM di Indonesia.
Namun demikian, selain stimulus bantuan sosial dan Banpres produktif seperti di atas, patut juga kiranya dipikirkan dan dicarikan solusi jangka panjang, khususnya agar UMKM dan IKM dapat terus tumbuh dan tetap bertahan walaupun berada ditengah-tengah kondisi pandemi yang masih melanda pelosok negeri hingga hampir seluruh bagian Bumi ini.
Diantaranya, Reaktivasi PLUT. PLUT adalah Pusat Layanan Usaha Terpadu atau dengan bahasa lain sering dinamakan UMKM Center (pusat UMKM). Di mana, sampai akhir 2019 lalu, Kementerian Koperasi dan UKM mencatat bahwa PLUT tersebut telah mencapai 60 kabupaten dan kota se-Indonesia. Bahkan, tahun 2020, ditengarai akan ada lagi penambahan sebanyak 12 PLUT yang menyebar di kabupaten dan kota yang telah memenuhi persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Keberadaan PLUT ini tentunya sangat diharapkan akan berperan aktif menjadi fasilitator, katalisator dan mediator yang akan membantu menjawab beragam permasalahan klasik UMKM dan IKM secara profesional dan proporsional. Ke depan, kita juga tentunya meminta bahwa keberhadiran PLUT ini tidak berhenti hanya sebatas pada setiap Ibukota Kota dan Kabupaten saja, melainkan hendaknya sampai menjangkau dan menembus wilayah perdesaan atau pelosok negeri, untuk memastikan bahwa UMKM dan IKM yang berada disana juga merasakan pengayoman dan pelayanan yang ramah, baik dan berkualitas.
Reaktivasi PLUT juga sangat diharapkan agar PLUT yang sudah ada dan beroperasi mampu menyiapkan diri dan berperan sekaligus sebagai “klinik UMKM dan IKM” yang diharapkan dapat melakukan diagnosa terhadap problema dan kendala yang dihadapi oleh setiap UMKM dan IKM serta disaat yang bersamaan juga memiliki kemampuan untuk mencarikan “obat penawar” dan solusi dari problema dan permasalahannya tersebut. Pendek kata, PLUT mesti mengambil peran sebagai pusat pembinaan dan pemberdayaan UMKM dan IKM. (**)