TARANDAM, METRO–Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan surat larangan seluruh apotek dan tenaga kesehatan untuk menghentikan sementara penjualan obat sirop menyusul melonjaknya jumlah kasus gangguan ginjal akut. Imbasnya, omzet sejumlah apotek di Kota Padang turun drastis. Di sisi lain, para ibu-ibu pun bingung lantaran tidak bisa membeli obat sirop yang biasa dikonsumsi anaknya saat sedang sakit.
Edwar (40), salah seorang pemilik toko obat di Tarandam, mengatakan akibat dilarangnya penjualan sirop pendapatan anjlok dari yang biasanya dan masyarakat dewasa pun takut mengonsumsi sirop. Apalagi untuk obat sirop anak-anak.
“Sejak keluar edaran tentang larangan mengonsumsi obat sirop, omzet jatuh hingga 50 persen lebih. Biasanya obat sirop itu laris manis. Biasanya ibu-ibu yang membeli dua obat sirop untuk stok bagi anak di rumah kalau tiba-tiba demam dan batuk,” ujar Edwar, Selasa (25/10).
Ia mengatakan, saat ini obat sirop yang dimilikinya telah ditarik. Antara lain, OBH Combi untuk batuk, bisolvon, florin dan lainnya.
Dijelaskan Edwar, harga jual obat sirop yang diperdagangkan bervariasi mulai Rp6 ribu sampai Rp50 ribu. Untuk stok obat sirop yang dimiliki bervariasi. “Rata-rata yang distok di toko bisa 1 lusin, tergantung dari jenis obat yang paling laris saja,” sebut Edwar.
Lisa, salah satu karyawan apotek di kawasan Tarandam, juga mengaku telah menurunkan beberapa obat sirup yang ditetapkan oleh BPOM mengandung etilon glikol dan dietilon glikol di apoteknya, yaitu unibabi cough sirop dan termorex sirop.
Meskipun beberapa obat sirop tetap dipajang di etalase namun jika terdapat pelanggan yang akan membelinya apoteker akan merekomendasikan obat tablet yang aman untuk anak, atau menganjurkan ke dokter untuk mendapatkan resep yang lebih sesuai.
Sementara itu, sejumlah ibu-ibu yang masih memiliki anak balita cukup khawatir dengan larangan edar obat sirop dari pemerintah dan BPOM. Para ibu mengaku, biasanya menstok obat sirop demam, batuk dan flu di rumah.
“Sekarang kan lagi musim demam, batuk dan flu. Cuaca ekstrem membuat anak-anak mudah terserang penyakit. Karena itu, sebagai ibu saya biasanya menstok obat demam di rumah, jika tiba-tiba saja anak demam tengah malam. Kan, gak mungkin langsung ke klinik atau rumah sakit tengah malam,” sebut Putri, yang memiliki anak berusia 5 tahun ini.
Putri mengaku, obat sirop menjadi pilihan karena rasanya yang enak dan disuka oleh anak-anak. Jika obat puyer atau racikan rasanya agak pahit, dan anak kurang suka.
“Tapi sejak ada larangan dari BPOM, saya sudah buang obat sirop. Jadi, kalau anak sakit ya, langsung dibawa ke klinik saja lagi,” imbuhnya.
Ibu dua anak ini juga berharap, berharap agar pemerintah merilis obat-obat yang boleh dikonsumsi sehingga masyarakat bisa mendapatkan obat yang diinginkan secara aman bagi anak.
Terpisah, Wakil Ketua komisi IV DPRD kota Padang, Zulhardi Z Latief mengimbau kepada warga untuk tidak mengonsumsi obat tanpa resep dokter. Sebab, risikonya sangat besar.
“Warga jangan sembarangan konsumsi obat dan konsumsi sesuai arahan dokter,” papar kader Golkar ini.
Ia meminta kepada Dinkes untuk mengawasi di lapangan dan tarik jika masih beredar juga obat sirop itu. (ade)