PADANG, METRO–Sejumlah masalah dan isu pembangunan disampaikan Gubernur Sumatra Barat (Sumbar), Mahyeldi Ansharullah saat menghadiri Rapat Koordinasi Gubernur se-Sumatra di Pekanbaru, Provinsi Riau, Kamis, (30/6).
Mulai dari masalah kebijakan pemerintah memutuskan honorer yang bekerja di pemerintah maupun pemerintah daerah. Hingga masalah murahnya harga tandan buah segar (TBS). Termasuk juga dukungan pemerintah pusat untuk penguatan pemerintah daerah tidak luput disampaikan oleh Mahyeldi.
Sejumlah permasalahan tersebut, menurut Mahyeldi perlu disepakati dengan cepat oleh gubernur se-Sumatra. Namun, dari seluruh masalah dan isu pembangunan yang disampaikan, Mahyeldi menitikberatkan terkait rencana pembangunan di Pulau Sumatera.
Menurutnya, pembangunan di Pulau Sumatera seharusnya memiliki perencanaan jangka panjang dan berkesinambungan. Untuk itu, Mahyeldi meminta, agar gubernur se-Sumatra harus merumuskan rencana pembangunan yang terarah dan melahirkan kesepakatan bersama, agar pembangunan lebih jelas ke depan.
“Kita harus bepikir ke depan. Bagaimana kondisi cadangan pangan kita? sumber energi dan konektivitas ke depannya? Kita rakor sudah sering, tapi belum hasilkan kesepakatan yang kuat. Bagaimana ada perencanaan terintegrasi di Sumatera ini?,” harap Mahyeldi.
Diakui Mahyeldi, Sumatera akan kesulitan menarik investasi, karena koneksi belum baik. Baik konektivitas energi secara interkoneksi. Termasuk jalan tol.
Pembangunan hendaknya jangan terikat dengan masa jabatan tertentu. Membangun tidak harus waktu tertentu dan jabatan tertentu. Tapi waktu yang panjang. Perlu perencanaan pembangunan Pulau Sumatra yang jangka panjang.
Mahyeldi juga mengingatkan, perkembangan isu internasional di Samudra Hindia. Kepentingan antara China dan Amerika Serikat. Isu katanya, harus menjadi perhatian saat ini. Karena dua kepentingan itu ada di halaman Sumatra, jika ada peristiwa dipastikan berdampak langsung kepada Sumatra.
“Ke depan, pertarungan itu akan ada pada Amerika dan China. China membangun di ujung Aceh. Ke depan, di depan Sumatra akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Maka perlu ketahanan pangan, konektivitas. Sementara dari paparan Bappenas dan Mendagri belum tegambarkan dari perencanaan,” sebutnya.
Mahyeldi mengatakan, sesuai perkembangan pembangunan di Pulau Sumatera, maka Pantai Barat Sumatra, perlu adanya akses. “Perlu dilanjutkan pada yang lainnya, yakni Bengkulu-Sumbar-Riau-Sumut,” harapnya.
Dia mencontohkan, Provinsi Sumbar memiliki Pelabuhan Teluk Tapang di Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar). Pelabuhannya sudah dibangun, akses jalannya tidak ada. Harusnya pembangunan tersebut mendapatkan perhatian bersama. Karena berada pada daerah perbatasan.
Mahyeldi juga mengingatkan terkait resiko bencana yang cukup tinggi di pulau ini. Untuk itu diperlukan mitigasi bencana secara kolaborasi. Sehingga dapat menekan pengurangan risiko bencana.
Terkait energi hijau, menurutnya pemerintah pusat, atau dunia global juga harus memikirkan nasib masyarakat di sekitar hutan. Karena masyarakat dilarang mengakses hutan karena hutan lindung. Sementara kopensasi dari menjaga hutan tersebut tidak pernah mereka rasakan.
“Kita tahu, Sumatera berkontribusi menyehatkan udara Indonesia dan Dunia. Semuanya Sumatera, baik itu Bukit Barisan, TNKS dan sejumlah hutan lindung lainnya. Masyarakat sekitar hutan akan terancam. Masa lalu ada karbon trade. Sampai sekarang tidak ada kejelasannya, bagaimana negara industri berkontribusi pada negara yang menjaga hutan,” ujarnya.
Terkait penguatan pemerintah daerah, kata Mahyeldi sepakat dengan harapan kerjasama antara pemerintah kabupaten kota dengan provinsi, provinsi dan pusat. Namun, pemerintah pusat sering mengambil kebijakan sendiri. Sehingga menyebabkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah provinsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah menjadi berkurang.
“Kami perlu penguatan dari kementerian. Pusat perlu memberikan kepercayaan pada daerah, bersinergi dengan daerah. Seperti penunjukan Penjabat (Pj). Kalau ini terus terjadi, maka kekurang kepercayaan pada daerah makin berkurang,”ulasnya.
Untuk tenaga honorer, Mahyeldi berharap pemerintah pusat untuk merenungkan kembali. Dapat menimbang kembali kebijakan tersebut. Karena akan ada pemilu 2024, membutuhkan memerlukan suasana kondusif. Jika kebijakan tersebut terus dipaksanakan akan berdampak pada dua juta warga negara akan kehilangan pekerjaan.
“Untuk honorer ini kita juga sudah sepakati bersama dengan Asosiasi Provinsi se Indonesia. Melalui ketuanya, Pak Anis Baswedan kita harapkan pemerintah pusat untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut kembali,”katanya.
Harapan Mahyeldi terkait perencanaan pembangunan yang berkelanjutan tersebut mendapatkan dukungan sejumlah gubernur. Seperti Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, menurutnya perencanaan pembangunan secara bersama untuk satu Sumatera itu sangat perlu dilakukan. “Saya setuju dengan Sumatra Barat,”katanya.
Hal senada disampaikan Gubernur Bengkulu, Rohidin. Menurutnya, kebijakan strategis pembangunan Pulau Sumatra diperlukan kebersamaan. Isu konektivitas, sudah sejalan, perlu dipertegas. Langkah pelaksanaan, keseimbangan jalan, Timur dan Barat di Sumatera. Pantura tidak seimbang dengan selatan Jawa, jangan terjadi pula di Sumatra.
“Konektivitas Timur dan Barat, sudah adanya tol. Palembang -Bengkulu sudah berjalan dengan baik. Tahapan pembangunan harus dilanjutkan, kalau tidak dilanjutkan maka tidak akan efektif,” ujarnya.
Terkait, komoditas harga TBS, menurutnya sangat memperihatinkan. Gejolak terjadi di masyarakat, jika tidak ditanggapi maka akan berdampak buruk pada perekonomian masyarakat.
“Ini berawal dari krisis kenaikan minyak goreng, hentikan eksport. Harga minyak goreng tidak turun juga, tapi TBS malah anjlok. Ini harus dipikirkan,” katanya.
Gubernur Jambi, Al Haris juga menyoroti pembangunan tol, atau konektivitas pulau Sumatra. Daerahnya sangat mendorong upaya pembangunan itu terealisasi. Hanya saja, belum ada keterbukaan informasi pemerintah pusat terkait biaya pembebasan lahan tol.
Terkait dengan harga TBS sawit, menurutnya hal itu harus menjadi prioritas perhatian pemerintah pusat. Untuk itu, Haris mendorong forum Gubernur se-Sumatra dapat menindaklanjuti perjuangan harga TBS tersebut kembali naik. “Kita harus rumuskan kesimpulan jangka pendek dan panjang, jangka pendek seperti TBS dan tol, jangka panjangnya juga harus ada,”katanya.
Secara bersama, Gubernur Kepulauan Riau, Riau dan Aceh mendukung harapan Gubernur Sumbar, Mahyeldi agar setiap kebijakan pemerintah pusat di daerah dapat menguatkan pemeritah daerah.
Wakil Gubernur Sumatra Selatan (Sumsel), H Mawardi Yahya juga menegaskan sangat mendukung sinergisitas antar daerah di Sumatra. “Kami juga mendukung harapan Sumatra Barat,”ujarnya.
Menyikapi harapan gubernur se-Sumatera tersebut, Wakil Menteri Dalam Negeri, Jhon Wempi Wetipo menyarankan para gubernur tersebut agar memilih ketua forum. Kemudian ketua forum itu akan menindaklanjuti usulan sampai tuntas.
“Saya sarankan sebaiknya tunjuklah ketua forum. Nanti ketua yang akan menindaklanjuti semua usulan pada pemerintah pusat,”harapnya.
Terkait pembangunan yang berjangka, menurutnya jangka waktu pembangunan saat ini tidak boleh lebih lama dari 2024. Karena, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak ingin ada proyek mangkrak diwariskan pada presiden berikutnya. Untuk itu semua rencana pembangunan harus tuntas pada 2024.
“Presiden tidak ingin ada warisan proyek mangkrak, untuk itu semua proyek yang direnanakan harus tuntas hingga 2024,”ujarnya.
Gubernur Riau, Syamsuar mengatakan usulan itu akan dicatat untuk menjadi rekomendasi bagi pemerintah pusat. “Banyak usulan yang masuk dari pada gubernur se-Sumatera. Ini akan jadi rekomendasi kita kepada pemerintah pusat,” ujarnya.
Ikut hadir dalam acara itu Wakil Menteri Dalam Negeri Jhon Wempi Watipo, Staf Ahli Kementerian PPN/Bappenas, Oktorialdi dan Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna secara daring. (fan/adv)