Oleh: Reviandi
POLITISI PDI Perjuangan Gibran Rakabuming Raka telah resmi didaftarkan Koalisi Indonesia Maju (KIM) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sampai hari ini, posisi keanggotaan Wali Kota Surakarta, Jawa Tengah (Jateng) ini belum disenggol sedikitpun oleh partai banteng moncong putih. Gibran saat ini ibarat kader PDIP yang ditompangkan menjadi calon wakil Presidennya Prabowo Subianto.
Gibran selalu berbicara sudah bertemu dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani sepekan sebelum ke KPU. Tapi tak ada kepastian apakah pertemuan itu minta izin pamit dari PDIP, atau bagaimana. Berkali-kali putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu mengatakan hal yang sama. Meski kalimat itu menggantung dan wartawan diminta bertanya langsung kepada Puan.
Di tengah isu belum adanya putusan sanksi dari PDIP atau bagaimana posisi Gibran, bahkan sampai Presiden Jokowi di PDIP, Gibran disebut sudah mengantongi kartu tanda anggota (KTA) Partai Golkar. Partai yang merupakan bagian dari KIM selain Gerindra, PAN, Demokrat, PBB, Gelora, Garuda, PSI dan Partai Prima. Jika benar sudah ke Golkar, artinya Gibran berada di tempat yang tepat.
Tapi, informasi ini belum juga bisa dipastikan, karena tak ada orang Golkar yang menyebut Gibran sudah alih warna dari merah ke kuning. Bahkan, Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto susah menjawab pertanyaan wartawan ketika ditemui di KPU. “Ya sabar sabar dulu saja, ini kan terus berproses,” ujar Menko Perekonomian ini.
Saat ditanya pendekatan yang akan dilakukan, Airlangga belum bersedia menjawab. “Kan kita lagi daftar Pemilu untuk Capres Cawapres,” katanya. Dalam kesempatan itu, Airlangga lebih suka menyebut yakin pasangan Prabowo-Gibran akan memenangi Pilpres dalam satu putaran.
Sebenarnya, jika kita tarik ke belakang, Airlangga pernah terdesak oleh senior Golkar karena belum juga mengumumkan siapa calon Presiden dan wakil Presiden. Padahal, pada Rapimnas Golkar, dia telah mendapatkan amanah untuk maju sebagai Capres-Cawapres. Bahkan, beredar isu Munaslub untuk menggantikan Airlangga yang terkesan pelan.
Apalagi, dia sempat terseret kasus di Kejaksaan Agung (Kejagung) RI terkait perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Hal inilah yang membuat Airlangga sempat diisukan akan diganti oleh politisi senior Golkar lainnya, Luhut Binsar Panjaitan yang sedang menjabat Menko Maritim dan Investasi (Marves).
Tapi pada akhirnya, semua berlalu dan Airlangga seperti aman-aman saja posisinya di Golkar. Bahkan saat mengumumkan koalisi dengan Gerindra, PAN dan PKB dengan Capres Prabowo Subianto, Airlangga tetap tenang. Tak ada lagi gonjang-ganjing yang menyatakannya telah melanggar hasil Rapimnas Golkar yang mengamanahkannya sendiri maju.
Secara matematika politis, Airlangga memang harus mengurungkan niatnya maju di Pilpres 2024. Karena, tak ada satupun lembaga survei yang menempatkan namanya di papan atas, baik sebagai Cawapres, apalagi Capres. Namanya hanya bertengger di posisi bawah dengan persentase survei di bawah 5 persen. Tak jarang cuma sampai 1 persen saja. Apa yang mau dipaksakan, jika masih di angka demikian.
Ada beberapa sumber yang menyebut, setelah menyatakan dukungan kepada Prabowo, saat itulah Airlangga juga berfokus memastikan Gibran bergabung. Karena, KIB ini adalah koalisi pemerintahan yang dipimpin Presiden Jokowi. Tidak mungkin rasanya tidak ada ‘trah’ Jokowi yang ditempatkan di posisi Capres atau Cawapres, jika ingin mendapatkan dukungan penuh Jokowi.