Salah Sangko

Salah sangko kecek urang dulu, Mis Komunikasi kata anak milineal. Itulah yang terjadi saat ini di ranah Minang yang sedang didera kecemasan serta ketakutan terwabah virus Corona. Bak manapuak Aia di Dulang nan kanai muko awak surang. Satu hal yang pasti kecemasan dan ketakutan itu telah menembus batas batas rasionalitas dan persaudaraan.

Permasalahan ini berawal ketika sejumlah saudara kita yang balik kampung dari perantauan. Mereka terpaksa pulang demi bertahan hidup pasca tutupnya sejumlah usaha dan aktivitas di perantauan tempat mereka menggais rejeki. Bagi perantauan inilah ujian terberat. Bertahan di negeri orang dihantui kecemasan karena wabahnya sedang berjangkit. Selain itu bertahan dirantaupun sama artinya membunuh diri wabah terus mengancam dan bekalpun logisticpun yang terus menipis. Sungguh sungguh ini sebuah keputusan yang sangat sulit.

Lain lagi dengan masalah yang menimpa saudara di kampung halaman. Semenjak mewabahnya virus Corona, dunasanak di kampuang juga tak kalah lebih cemasnya. Virus Corona ini betul betul menyiksa dan memisah rasa di antara sesama kita. Kecemasan dunsanak di kampung juga bisa dimaklumi. Pasalnya, mayoritas warga Sumbar yang hari ini tertular Corona re rata terpapar setelah mereka pergi atau berkunjung ke wilayah Red Zona virus corona seperti DKI Jakarta dan Malaysia. Artinya, wabah itu bukan muncul dan hadir dari kampung tapi terbawa dari daerah yang dikunjungi.

Bila kita mengacu ke se jumlah negara sebut saja seperti Italia. Virus Covid – 19 ini mewabah setelah warga Italia pulang berkunjung ke sejumlah wilayah epidemic. Tanpa disadari selama di wilayah red zone itu mereka sudah terpapar. Apesnya, gejala baru terdeteksi ketika sudah tiba ditempat asal. Bahasa sederhananya, bibitnya dapat di wilayah yang dikunjungi, ranumnya ketika tiba di daerah asal. Kini Italia dan sejumlah negara di belahan dunia seperti Eropa, Timur Tengah dan Amerika dibikin kelabakan.

Dua realita ini sama sama dapat diterima akal sehat. Memaksa dunsanak tetap bertahan di rantau bak menyiksa saudara, membiarkan dia pulang dirasa kan menambah kecemasan.
Intinya kedua posisi ini sangat dilema. Walau tak persis sama namun miriplah dengan bak makan buah simalakama. Sungguh sebuah kondisi yang sangat sulit untuk ditempuh.

Secara fakta di lapangan hari ini ancaman social mulai mendera. Kalau tak pandai menyikapinya dengan kepala dingin dan pikiran yang rasional maka wabah corona bisa memicu pertengkaran bersaudara. Sebab, dunsanak di rantau dan saudara di kampung sama sama berdiri dalam kutup yang berbeda. Keduanya sama sama terpaksa oleh keadaan, penulis yakin antara sanak yang baru pulang dari rantau dan saudara yang berada di kampung halaman sama sama tak menginginkan kondisi itu.

Petuah Minang mengatakan ndak Ado Kusuik Nan Indak ka Salasai, Indak Ado Karuah nan Indak ka Janih. Selalu ada jalan dari setiap masalah. Tinggal kita bagaimana merangkai dan membahasakannya dengan baik. Bak Manatiang Minyak Angek. Kita harus mendepankan kepentingan bersama. Satu hal yang pasti baik dunsanak nan dari rantau maupun saudara kita yang berada di kampung halaman sama sama tidak menginginkan terjangkit virus Corona.

Dalam kondisi dilema saat ini terkadang kita harus berpihak dan berpijak dimana letak kesamaan dan membuang jauh jauh dimana letak perbedaan. Sebab, dengan mencari titik kesamaan tersebut kita bisa sama sama sejalan. Sedangkan titik perbedaan hanya akan menghadapkan kita pada pertikaian yang tak ada gunanya sama sekali.

Penulis melihat ada beberapa hal yang harus dilakukan agar ancaman konflik social yang dipicu virus Corona ini bisa diatasi. Pertama, demi kepentingan bersama dan tidak terjangkit atau tidak ikut menyebarkan wabah maka kita musti mengikuti arahan pemerintah. Bagi dunsanak nan baru pulang dari rantau agar dapat mengisolasi diri setidaknya satu masa siklus inkubasi virus corona (14 hari-red) secara mandiri. Isolasi mandiri ini dilakukan semata mata untuk menjaga diri kita, keluarga kita dan lingkungan kita serta kampung halaman yang kita cintai. Memang ini pedih, namun untuk kemaslahatan kita bersama maka itu adalah solusi dan jalan terbaik. Lagian kesediaan untuk mengisolasi diri sendiri juga tidak lah hina. Justru itulah bentuk kepedulian kita sesame bersaudara.

Kedua, saudara yang di kampung halaman juga janganlah terlalu kecemasan atau paranoid. Lagian tidak ada juga jaminan kalau kita yang dikampung halaman ini betul betul terbebas dari virus itu. Satu lagi yang tak kalah penting adalah pandang dan perlakukanlah dunsanak dari rantau itu bak diri kita sendiri. Sakit dia juga adalah sakit kita, derita dia juga merupakan derita bersama. Inilah hakiki sa Iyo Satido, Ka Bukik Samo Mandaki, ka Lurah Samo Manurun. Inilah wujud sa nasib sapanangguangan. Tegasnya jangan lah kita terlalu mencemaskan sehingga logika dan rasa kita menjadi hilang karena virus corona. Orang rantau itu kita juga, nan dari rantau itu dunsanak kita juga.

Ketiga, mari kita sama sama membuka diri. Bagi dunsanak yang baru pulang dari rantau usahakanlah untuk melaporkan diri ke pemerintahan terdekat. Kalaupun tidak mungkin dunsanak nan dari rantau melaporkan, saudara yang di kampung lah yang menyampaikan. Keterbukaan ini semata mata untuk memudahkan pemerintah melakukan pengawasan.

Tujuannya hanya satu, kalaupun ada gejala atau yang terpapar maka pemerintah melalui perangkat medisnya bisa dengan cepat melakukan upaya penyelematan. Artinya inipun untuk kepentingan kita bersama.

Satu hal yang pasti, corona adalah musuh kita bersama. Musuh kita sama, musuh kita jelas. Janganlah diantara kita saling bertikai. Jangan pulalah diantara kita saling mencurigai. Kita kedepankan kebersamaan, ke depankan rasa persaudaraan. Inilah masanya kita menghadapi ujian ini secara bersama. Saatnya kita berpikir dengan kepala dingin, waktunya kita mengedepankan kedewasaan. Mari kita sama saling menjaga diri, keluarga, lingkungan dan ranah yang kita cintai ini dari ancaman dan wabah Virus Corona. (***)

Exit mobile version