PADANG, METRO – Irwan Prayitno atas nama pribadi menghadiri mediasi perkara sengketa tanah di Pengadilan Negeri Padang di jalan Bypass Anak Air, Kototangah Selasa (8/1) sekira pukul 10.00 WIB. Tanah yang disengketakan tersebut diketahui sudah dibeli oleh Gubernur Sumbar sejak tahun 2000 silam saat ia masih anggota DPR RI.
Irwan Prayitno datang ke Pengadilan didampingi oleh kuasa hukumnya dan kemudian masuk ke dalam ruangan untuk melakukan mediasi dengan pihak lawannya yang dilakukan secara tertutup. Namun, karena mediasi tidak menemukan titik tengah atau gagal, sehingga perkara tersebut dilanjutkan ke tahap persidangan.
Dalam sengketa ini, Irwan Prayitno yang merasa sebagai pemilik sah dari tanah yang disengketakan itu, berada pada posisi sebagai penggugat untuk melakukan perlawanan terkait terbitnya surat eksekusi pada tanah seluas 5.000 meter persegi yang berada di Taruko, Kecamatan Kuranji.
Penasehat Hukum Irwan Prayitno, Syaiful mengatakan, mediasi merupakan salah satu proses sebelum pokok perkara diperiksa. Namun, karena mediasi gagal, hakim mediasi menyerahkan kepada hakim sidang. Agenda sidang yang dilaksanakan kemarin, untuk menyepakati jadwal sidang selanjutnya pada 15 Januari 2019 mendatang.
”Dalam perkara perdata ini Irwan Prayitno atas nama pribadi bukan sebagai Gubernur Sumbar. Kita melakukan pembantahan dengan mengajukan perlawanan terhadap eksekusi yang diajukan oleh pihak lawan ke pengadilan. Objek perkaranya tanah di Taruko seluas 5.000 meter persegi,” kaya Syaiful.
Syaiful menjelaskan pihak lawan sebelumnya mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan karena tanah ini menurut mereka berperkara. Tetapi, menurut data di pengadilan, tanah ini, memang belum dieksekusi padahal tanah ini secara nyata sudah tidak lagi berperkara.
”Tanah ini sah milik Irwan Prayitno, karena bukan membeli tanah kaum tetapi membeli tanah milik pribadi. Di dalam sertifikat itu jelas namanya pemilik sebelumnya. Kalau yang punya mamak kepala waris pasti dibunyikan di sertifikat, itu baru tanah kaum. Intinya, Pak Irwan Prayitno tidak mungkin membeli tanah yang bermasalah,” ungkap Syaiful.
Syaiful menuturkan, Irwan Prayitno membeli tanah tersebut pada tahun 2000. Tanah itu tanah yang bersertifikat pribadi atas nama Adibur dan Nurdin, dengan memberi kuasa kepada 3 orang, sekaligus kuasa untuk melepas hak dibeli tanah ini di hadapan notaris Armalina.
”Sertifikat tanah yang dibeli ini bernomor 730, dan tanah ini sudah bersertifikat sejak tahun 1994 bukan atas mama kaum. Setelah enam tahun sesudah tanah itu bersertifikat baru dibeli oleh Irwan Prayitno. Kemudian pada tahun 2009 tanah tersebut dibaliknamakan menjadi nama pemilik Irwan Prayitno,” jelas Syaiful.
Syaiful menambahkan kemudian pada tahun 2018, Irwan Prayitno mengajukan pemisahan dan pemecahan sertifikat menjadi beberapa kapling ke BPN. Pada saat proses pemecahan sertifikat tanah seluas 5000 inilah, tiba-tiba pihak lawan bernama Syamsul Bahri mengajukan keberatan untuk pemblokiran kepada BPN dengan alasan tanah berperkara.
”Syamsul Bahri ini merasa yang punya tanah dan mengajukan pemblokiran kepada BPN agar sertifikat yang semula 730 berubah menjadi 2897 tahun 2009 diblokir. Oleh BPN suratnya dijawab, pemblokiran yang dimohon oleh pemohon ditolak BPN. Alasan ditolak BPN, karena tidak ada di dalam perkara menyebutkan sertifikat sebagai objek perkara yang diblokir ini,” jelas Syaiful.
Syaiful menjelaskan dari sanalah pengadilan melalukan Aanmaning (peringatan dari pengadilan kepada pihak berperkara) dan mengeluarkan surat untuk akan dilaksanakan eksekusi. Permohonan eksekusi dari Syamsul Bahri melalui kuasanya inilah yang akan dilawan pihakmya dengan memberikan bantahan.
”Tujuannya untuk membuktikan tanah yang akan dieksekusi ini adalah tanah milik kita (Irwan Prayitno). Kenapa kita bantah, kapan kita ketahui, setelah mereka memasang pancang di tanah kita. Pancang mereka pasang ini kita laporkan ke polisi dan sekarang juga diperiksa polisi,” jelas Syaiful.
Syaiful menegaskan yang mengherankan seseorang yang bernama Surdiman, yang mana dulunya merupakan salah satu penjual tanah tersebut, sekarang juga ikut mengajukan eksekusi. Padahal tanah yang dibeli oleh Irwan Prayitno merupakan milik pribadi, di hadapan notaris dibeli senilai Rp75.400.000.
”Sudirman ini sudah terima uang, dia pula mengajukan eksekusi. Kalau kita lihat salah satu pasal dari akta jual beli dia menyatakan tanah ini tidak berperkara, tidak diperkarakan orang. Ternyata mereka mengajukan eksekusi, berarti mereka melakukan penipuan bisa ada unsur pidana,” tegas Syaiful.
Sementara itu, Penasehat Hukum dari Syamsul Bahri Cs, Poniman mengatakan mamak Kepala Jurai di kaumnya mengatakan permohonan itu sudah dilakukan mediasi secara prosedural oleh pengadilan. Kemudian sudah dilakukan Aanmaning dipanggil para pihak dalam perkara itu dan sudah didamaikan. Setelah itu diserahkan objek perkara melalui berita acara pengadilan nomor 21 tanggal 16 Oktober 2018.
”Sekarang ini merupakan tindaklanjut karena pihak dari bapak Irwan Prayitno selaku pihak ketiga yang mengklaim juga pemilik tanah itu dia sekarang ini mengajukan permohonan perlawanan gugatan atas eksekusi yang dilakukan itu. Tadi tahapannya diproses mediasi gagal, berlanjut kepada pembacaan gugatan mungkin tanggal 15 Januari 2018, akan dilakukan jawaban dari pihak terlawan, dari pihak kami,” kata Poniman.
Poniman mengungkapkan dasar mengajukan permohonan eksekusi karena ada putusan pengadilan nomor 53 dan 65, tahun 1994. Itu merupakan putusan pengadilan negeri dan putusan pengadilan tinggi. Di mana di sana dinyatakan poin pentingnya adalah kliennya berikut kaummnya selalu penggugat ketika itu menerima hak 1/6 dari objek keseluruhan perkara karena ovjeknya ketika itu sekitar 3 hektar.
”1/6 dari 3 hektare itulah yang menjadi bagian dari klien kami. Objek yang berperkara adalah harta pusaka tinggi. Setelah perkara incraht, terbit sertifikat atas nama Taher Malin Malelo, Nurdin dan Adibur. Setelah Taher meninggal harusnya ini versi kami diturunkan wariskan melalui siapa mamak kepala waris pengganti dari Taher. Itu tidak ada ujuk-ujuk kami lihat di sana lahir sertifikat langsung beralih nama atas nama pribadi,” pungkas Poniman. (rgr)