Usut Dugaan Korupsi Gedung Kebudayaan Sumbar, Kejari Padang Tunggu Hasil Audit BPKP

Muhammad Fatria Kajari Padang

PADANG, METRO–Kejaksaan Negeri Padang ( Kejari Padang) telah meminta audit kepada Badan Pengwasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatra Barat (Sumbar) dalam mengusut kasus dugaan korupsi proyek lanjutan pembangunan gedung kebudayaan di Taman Budaya Sumbar.

“Dalam penyidikan sa­at ini kami telah meminta audit kepada BPKP Sumbar untuk menentukan besaran kerugian negara yang muncul akibat kasus ini,” kata Kajari Padang Muhammad Fatria yang di­dampingi Kasi Intelijen Afliandi dan Kasi Pidsus Therry Gutama,  Kamis (6/9).

Eks Asisten Pengawa­san Kejati Maluku ini mengatakan permintaan audit tersebut telah dikirim oleh pihaknya kepada BPKP, dan sekarang kejaksaan tinggal menunggu hasil pemeriksaan selesai.

“Kerugian negara adalah unsur yang harus dipenuhi oleh penyidik da­lam memproses kasus korupsi, sebagaimana diatur oleh Undang-undang Tindak Pidana Korupsi,” jelas mantan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sumbar itu.

Sejalan dengan permintaan audit, lanjutnya, Kejari Padang juga terus melakukan pemeriksaan terhadap saksi secara maraton.  Jumlah saksi yang sudah diperiksa saat ini sebanyak 35 orang dengan berbagai latar belakang, mulai dari Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Dinas Bina Marga, Cipta Karya dan Tata Ruang (BMCKTR) Sumbar, konsultan perencana, pengawas, serta kontraktor pelaksana.

“Kami memastikan akan melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi tersebut secara matang berdasarkan alat bukti yang cukup hingga nantinya ditetapkan siapa saja tersangka yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi pembangunan Gedung Kebudayaan Sumbar tersebut,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Kasus tersebut merupakan pengerjaan fisik bangunan di proyek gedung kebudayaan lanjutan tahun ang­garan 2021 dengan pagu dana sebesar Rp31 Miliar, kejaksaan mengendus ad­a­nya pekerjaan tidak sesuai kontrak sehingga muncul indikasi kerugian negara.

Dampaknya sampai se­karang pengerjaan terhadap proyek gedung dengan sifatnya tahun tunggal itu menjadi “mangkrak” dan terbeng­kalai. Pembangunan gedung tidak berjalan sesuai dengan perencanaan dan putus kontrak pada angka 8,1 persen, sedangkan pembayaran su­dah dicairkan untuk pengerjaan 28 persen dengan nilai Rp8 miliar. (hen)

Exit mobile version