Antrean Haji Indonesia Hampir Seabad

Ilustrasi

JAKARTA, METRO–Beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia ka­get melihat panjangnya antrean haji di Malaysia yang mencapai seratus tahun lebih. Tak berselang lama, antrean haji di Indonesia juga nyaris satu abad. Rekor antrean terlama saat ini ada di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, yaitu 97 tahun.

Informasi tersebut merujuk pada data resmi di Kementerian Agama (Kemenag). Secara umum, kuota haji dibagi di tiap-tiap provinsi. Tetapi, untuk di Sulawesi Selatan, kuota dibagi di kabupaten/kota. Data terbaru, Kabupaten Bantaeng jadi pemegang rekor antrean haji terlama di Indonesia. Dengan kuota yang hanya 85 orang, antrean haji di Bantaeng mencapai 97 tahun! Dua daerah lain yang antreannya lebih dari 90 tahun juga ada di Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Sidrap (94 tahun) dan Kabupaten Pinrang (91 tahun).

Sebaliknya, keberang­katan haji paling cepat ada di Kabupaten Maybrat, Papua Barat, yang “hanya” perlu mengantre sembilan tahun. Saat ini kuota haji di Maybrat cuma dua orang dan terdapat 18 orang di dalam antrean. Antrean haji yang relatif cepat juga ada di Kabupaten Maha­kam Ulu, Kalimantan Ti­mur. Dengan kuota hanya lima orang dan pendaftar saat ini 78 orang, antreannya “hanya” 16 tahun. Di Pulau Jawa, antrean terlama ada di Jawa Timur, yakni 69 tahun (lihat grafis).

Anggota Dewan Pelaksana Badan Pengelola Ke­uangan Haji (BPKH) Hurriyah El Islamy menuturkan, durasi antrean haji itu bukan angka yang paten. Dia mengatakan, angka tersebut bisa berubah, menyesuaikan kuota haji yang diberikan pemerintah Arab Saudi. “Kuota haji terbatas karena space di Ara­fah dan Mina juga terbatas,” ujarnya di sela-sela menghadiri Milad Ke-28 Gaido Bank Syariah di Ja­karta kemarin (15/6).

Hurriyah menjelaskan, pada 2020 dan 2021 tidak ada pemberangkatan haji. Kemudian, tahun ini ada pemberangkatan haji, tetapi kuotanya hanya sekitar separo dari kuota tetap Indonesia. Kondisi itu mengakibatkan antrean haji di Indonesia makin lama. Apa­lagi, pen­daf­taran haji dibuka sepanjang tahun. Dia mengakui, minat ma­syarakat untuk berhaji memang tinggi.

Lantas, apakah ada re­ncana untuk mengerem laju pendaftaran haji? Hurriyah menegaskan, pandangan pribadinya, berhaji itu adalah hak semua umat Islam. Bahkan menjadi salah satu rukun Islam. Selama umat Islam itu mampu, berhaji harus dilakukan. “Kalau memang seseorang itu mampu (berhaji, Red), kenapa harus dibatasi atau ditahan?” ucapnya.

Hurriyah mengungkapkan, pada 2030 pemerintah Saudi sudah menyusun sebuah program besar, yaitu me­nampung jemaah haji da­lam jumlah besar. Informasi yang diterima, kuota haji Indo­nesia bisa bertambah sampai dua kali lipat. Ketika Sau­di benar-benar sudah me­ningkatkan kapasitas di Ara­fah, Mina, dan Muzdalifah.

Makin lamanya antrean haji di Indonesia tersebut juga disoroti Ketua Umum Ikatan Persauda­raan Haji Indonesia (IPHI) Ismed Hasan Putro. Ia menuturkan, ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk mengatasi panjangnya antrean haji tersebut. Antara lain, Indonesia bersama negara-negara OKI lainnya mengusulkan supaya kuota haji yang tidak terserap dari berbagai negara dibagi lagi secara proporsional.

Cara berikutnya, Kemenag harus tegas melarang haji untuk kali kedua dan berikutnya. “Kalau mau berhaji kali kedua dan selanjutnya, jangan pakai kuota haji reguler,” tegasnya. Umat Islam di Indonesia yang ingin berhaji kembali harus memakai kuota haji undangan atau mujamalah. Untuk diketahui, saat ini biaya haji kuota mujamalah sekitar Rp 300 juta/orang.

Ismed menuturkan, Kemenag harus memiliki basis data yang kuat dan akurat sehingga seseorang tidak bisa berhaji berkali-kali dengan kuota haji reguler. Selain itu, pemilik travel haji jangan berangkat haji menggunakan kuota reguler atau haji khusus. Skema menaikkan biaya setoran awal, menurut dia, tidak akan membendung minat masyarakat untuk berhaji. Seperti diketahui, saat ini biaya setoran awal daftar haji dipatok Rp 25 juta/jemaah. (jpg)

Exit mobile version