PADANG, METRO–Silek (silat) merupakan beladiri warisan jati diri dan kebudayaan nenek moyang masyarakat Minangkabau. Silek berfungsi sebagai pertahanan diri dan pertahanan wilayah. Selain itu juga sarana pendidikan pembentukan karakter masyarakat.
Gerakan silek diciptakan dengan nilai, kearifan, jati diri serta unsur yang mengambil gerakan-gerakan dari alam dan kehidupan. Silek di Minangkabau berkembang melewati perubahan peradaban dan pengaruh. Dimulai sejak dahulu, masuknya Islam hingga saat ini.
“Silek juga berkembang menjadi berbagai aliran berbeda. Namun, memiliki dasar kesamaan yaitu berakar kepada silek,” ungkap Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah diwakili Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar, Syaifullah, MM, saat Bimbingan Teknis (Bimtek) Peningkatan Kapasitas Pemangku Adat, di Grand Rocky Hotel, Kota Bukittinggi, Senin (23/5).
“Lahia Silek Mancari Kawan, Bathin Silek Mancari Tuhan” menjadi awal mula lahirnya filosofi salah satu aliran silek di Minangkabau, yang menjadi filosofi silek saat ini. Silek hasil karya dan kreasi kebudayaan mengandung unsur estetis gerakan, meskipun silek sebuah beladiri. Tidak dapat dipungkiri, randai, seni teater tradisional Minangkabau dan tari tradisional Minangkabau berakar dari silek.
Namun belakangan ini, nilai-nilai adat dan budaya yang terkandung di dalam silek mulai terdegradasi seiring perkembangan zaman yang globalisasi. Pasilek (pesilat-red) atau pandeka adalah seorang yang mengenal angin dan mengarifinya sebagai perwujudan alam takambang menjadi guru. Pandeka arif dengan angin buruk yang akan mencelakai diri dan orang lain. Serta angin baik (perbuatan elok) yang akan memberikan banyak manfaat pada orang lain.
Seorang pandeka sejati tidak mungkin mengotori cerek kehidupan, membuat keributan di tengah nagari. Karena ia paga dari nagari itu sendiri. Kini pandeka dengan beladiri silek-nya dihadapkan pada tantangan kemajuan peradaban, yang ditandai dengan kecanggihan teknologi.
Syaifullah mengingatkan, teknologi harusnya memberi kemudahan dalam kehidupan. Bukan menciptakan berbagai jaring-jaring keraguan yang menggoda keniscayaan dan keimanan.
Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) adalah maklumat kesepakatan bersama antara ulama dan ninik mamak dalam persetujuan sumpah sati Bukit Marapalam, yang tertanam kuat di ruang pikiran, hati dan perbuatan orang Minang hingga kini.
Pada ABS-SBK terkandung sinyal kembali banagari dan kembali meramaikan surau. Nagari dan surau simbol ABS-SBK itu sendiri.
“Anak-anak muda kita parik paga dalam nagari, kini banyak lebih dekat dan lebih akrab dengan dunia di ujung jari. Yakni internet, media sosial serta berbagai games online. Sehingga mereka nyaris tidak mengenal permainan yang dulu marak dalam nagari,” ungkap Syaifullah.
Untuk itu, Syaifullah mengajak, agar masyarakat dapat menanamkan nilai-nilai cinta dan semangat untuk Ranah Minang dalam kehidupan anak-muda kini.
“Anak nagari Minangkabau, jangan sampai tinggal nama akibat dicabik atau dilindas roda zaman yang kian tajam. Mereka harus mengenal sejarah keminangkabauan. Kita gamang sekiranya mereka lupa dan tidak peduli sejarah. Saat itu satu sendi musnah, yakni kaburnya identitas diri,” tambahnya.
“Mari kita semarakkan lagi berbagai kreasi dalam nagari. Bila anak mudanya kreatif, nagari otomatis semarak. Karena sumarak nagari karena nan mudo, “ ajaknya.
Syaifullah juga menambahkan, misi kedua dari Gubernur dan Wakil Gubernur (Wagub) Sumbar yakni “Meningkatkan Tata Kehidupan Sosial Kemasyarakatan berdasarkan Falsafah ABS-SBK.”
Untuk mewujudkan misi ini telah ditetapkan kinerja Program Unggulan (Progul) Provinsi Sumbar Tahun 2021-2026. Salah satunya, Sumbar Religius dan Berbudaya. Di antaranya, menjadikan kawasan Masjid Raya Sumbar (Mesjid Raya, Gedung LKAAM dan MUI Sumbar) sebagai pusat pembelajaran ABS-SBK dan wisata religi.
Berikutnya, menjadikan Gedung Kebudayaan, Museum, dan Perpustakaan Provinsi Sumbar sebagai pusat pendidikan dan wisata IPTEKS (education tourism). Kemudian, menjadikan kawasan Museum dan Gedung Kebudayaan Sumbar sebagai pusat aktivitas masyarakat. Terutama aktifitas seni dan budaya serta IPTEKS serta tersedia ruang ramah bermain anak.
Selain itu, pembinaan kepada seniman dan budayawan termasuk kepada sejarawan seperti pelatihan atau bimtek, dan juga memberikan penghargaan secara rutin kepada para maestro seni dan budayawan serta sejarahwan Sumbar.
“Dengan adanya program unggulan ini, diharapkan peran kita menjunjung tinggi serta melestarikan adat dan budaya kita, agar tidak hilang pada generasi penerus,” harapnya.
Pemprov Sumbar akan terus bergerak untuk pelestarian warisan budaya (adat) ini. Terutama silek yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. Hal ini sesuai amanat Undang Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Di mana, pemerintah diberikan tanggung jawab dalam pelindungan, pembinaan, pengembangan dan pemanfaatan yang mana adat istiadat salah satu objeknya.
Kepala Bidang (Kabid) Sejarah, Adat dan Nilai-nilai Tradisi Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar, Fadhli Junaidi, S.STP mengatakan, Bimtek Peningkatan Kapasitas Pemangku Adat mengangkat tema “Lestarikan Silek, Mari Membangun Jati Diri”. Sasarannya, niniak mamak dan pandeka dari Solok Raya (Kabupaten Solok, Kota Solok dan Kabupaten Solok Selatan).
Fadhli menambahkan, tema nilai adat dan budaya dalam silek ini diangkat, karena perkembangan zaman saat ini membuat nilai adat dan budaya ini seakan mulai terdegradasi jika tidak dilestarikan.
“Jangan sampai generasi milenial tidak mengetahui lagi apa itu silek. Bimtek ini untuk meningkatkan kapasitas fungsi niniak mamak dan pandeka selaku pemangku adat dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab terhadap anak, kemenakan, suku, kaum dan nagari,” harapnya.
Bimtek menghadirkan narasumber hebat. Di antaranya, Daswippetra, SE, MSi Dt Manjinjiang Alam, Anggota DPRD Provinsi Sumbar dengan materi berjudul, “Peran Niniak Mamak dan Tokoh Adat Minangkabau dalam Melestarikan Silek”.
Narasumber berikutnya, Indra Yuda, MPd, PhD, Akademisi dengan materi “Menghidupkan Sasaran Silek Sebagai Basis Pembentukan Karakter di Minangkabau”.
Juga ada narasumber S Metron Medison, SS, Pelaku dan Pemerhati Budaya, dengan materi “Peluang dan Rintangan dalam Pelestarian Silek di Era Modern”. Zuari Abdullah, Praktisi yang mengusul materi dengan judul “Menghidupkan Sasaran Menjaga Silek Dari Kepunahan”.
Kegiatan bimtek ini dilaksanakan selama tiga hari, dimulai dari tanggal 23 Mei hingga 25 Mei 2022. Peserta terdiri dari niniak mamak dan pandeka selaku pemangku adat yang berjumlah 60 orang. Peserta berasal dari Kota Solok, Kabupaten Solok dan Solok Selatan.(fan/adv)