Sah, Pemerintah Tetapkan Awal Ramadhan 3 April

Kemenag pantau hilal hari ini Jumat 1 April 2022 sekaligus umumkan penetapan awal Ramadhan 2022.

JAKARTA, METRO–Menteri Agama Yaqut Cho­lil Qoumas, melalui sidang isbat, menetapkan 1 Ramadhan 2022 jatuh pada tanggal 3 April atau hari Minggu esok. “Sidang isbat sudah selesai dilaksana­kan, dan diikuti Komisi VIII DPR dan pejabat negara lain serta ormas Islam, maupun ahli ilu astronomi, maupun BMKG,” kata Gus Yaqut.

Dia mengatakan,  dari 101 titik lokasi pemantauan, kese­muanya melaporkan tidak melihat hilal.

Terkait pemantauan hilal, Yaqut Cholil Qoumas menga­takan Kemenag selalu meng­gunakan dua metode. Dua me­to­de tersebut adalah metode hisab atau dengan cara per­hitungan, dan metode kedua adalah metode rukyat atau dengan cara melihat lang­sung keberadaan hilal.

Yaqut Cholil Qoumas pun menegaskan bahwa kedua metode tersebut bukanlah metode yang di­pertentangkan, tetapi jus­tru saling melengkapi satu sama lain.

“Oleh karena itu, de­ngan dua hal tersebut di atas, posisi hilal sudah di atas ukuf akan tetapi belum memenuhi kriteria MA­BIMS baru yaitu tinggi hilal 3 derajat. Secara mufakat bahwa 1 Ramadhan 1443 Hijriah jatuh pada hari Ahad, 3 April 2022 masehi,” katanya.

PBNU 3 April

Pengurus Besar Nahd­latul Ulama atau PBNU memutuskan 1 Ramadhan 1443 Hijriah atau awal pu­asa Ramadhan 2022 jatuh pada hari Minggu 3 April, atau esok hari

Hal itu diumumkan lang­­sung oleh Ketua Umum PBNU Kiai Haji Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya me­lalui siaran langsung, Jumat (1/4/) bakda Magrib.

“Lembaga Falaqiyah PBNU, pada hari Jumat ini, telah melakukan peman­tauan hilal di 50 lokasi,” kata Gus Yahya.

Berdasarkan laporan lembaga tersebut, kata dia, di seluruh lokasi tempat dilakukannya rukyatul hi­lal, tidak berhasil terlihat hilal.

Dengan demikian, kata dia, umur bulan Syaban 1443H adalah 30 hari atau dengan kata lain istiqmal. “Atas dasar tersebut, de­ngan ini, PBNU mengikrar­kan bahwa, awal bulan Ramadhan 1443H jatuh pada hari Ahad Wage, tanggal 3 April 2022.”

Untuk diketahui, dalam penetapan 1 Ramadhan ini, pemerintah menggunakan metode rukyatul hilal. hal ini berbeda dengan metodo­logi yang digunakan oleh Muhammadiyah.

Berdasarkan metodo­logi, rukyatul hilal yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan dengan menga­mati dan me­li­hat bulan secara lang­sung. Bulan yang diamati adalah bulan baru, yaitu penanda mulai­nya bulan Ramadhan hari pertama.

Pengamatan ini dimulai sejak hari ke-29 atau hari ke-30 di bulan Sya’ban, dan akan melihat bulan sabit yang muncul sehingga bisa menentukan 1 Ramadhan dimulai malam itu.

Namun kalau yang ter­jadi adalah sebaliknya, maka 1 Ramadhan bisa ter­jadi keesokan harinya. Ma­ka dari itu, sidang isbat yang menjadi tonggak ke­pu­tusan 1 Ramadhan dilak­sanakan saat malam hari.

Metode Muhammadiyah

Sedangkan metodologi yang digunakan oleh Mu­hammadiyah adalah meto­de hisab wujudul hilal. Me­to­­de ini menggunakan per­hi­tungan secara astro­nomis.

Pada perhitungan dan penentuan 1 Ramadhan oleh Muhammadiyah ini, harus adanya ijtimak terle­bih dahulu. Dengan hal ini, kriteria penentuan 1 Rama­dhan harus terpenuhi terle­bih dahulu agar bisa dika­takan sebagai keputusan final 1 Ramadhan.

Muhammadiyah yang menggunakan metode hi­sab hakiki wujudul hilal menilai bahwa pada Jumat 1 April 2022 M, ijtimak jelang Ramadhan 1443 H terjadi pada pukul 13:27:13 WIB.

Tinggi Bulan pada saat Matahari terbenam di Yog­yakarta (f = -07° 48¢ LS dan l = 110° 21¢ BT ) = +02° 18¢ 12² (hilal sudah wujud), dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam itu Bulan berada di atas ufuk. Dengan de­mikian, Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan 1443H jatuh pada hari Sab­tu, 2 April 2022.

Sementara Nahdlatul Ulama (NU) yang menggu­nakan metode rukyatul hilal menilai posisi hilal pada Jumat berada sedikit di atas kriteria imkanur rukyah (kemungkinan hilal bisa terlihat).

Data hisab Lembaga Falakiyah PBNU menun­jukkan keadaan hilal sudah berada di atas ufuk, tepat­nya +2 derajat 04 menit 12 detik dan lama hilal 9 menit 49 detik yang dipantau di Kantor PBNU Jakarta, koor­dinat 6º 11 25″ LS 106º 50 50″ BT. Semen­tara konjungsi atau ijtimak bulan terjadi pada Jumat 1 April 2021 pukul 13:25:54 WIB.

Adapun letak matahari terbenam berada pada po­sisi 4 derajat 34 menit 09 detik utara titik barat, se­dangkan letak hilal pada posisi 2 derajat 48 menit 22 menit utara titik barat. Ada­pun kedudukan hilal berada pada 1 derajat 45 menit 47 detik selatan mata­hari da­lam keadaan miring ke se­latan dengan elongasi 3 derajat 24 menit 06 detik.

Bagi NU dengan keting­gian 2 derajat lebih 4 menit dan 3 derajat 4 menit, hilal tampaknya akan sulit di­ruk­yat. Terlebih umur bulan yang belum mencapai 8 jam. Jika hilal tidak terlihat, otomatis bulan Syaban akan digenapkan menjadi 30 hari. Dengan begitu, awal Ramadhan 1443H bisa jatuh pada Minggu 3 April 2022. Sementara Sabtu, 2 April 2022, masih terhitung tanggal 30 Syaban 1443 H.

Sementara itu, Kementerian Agama tahun ini mulai menggunakan kriteria baru penentuan awal bulan Hijriah. Kriteria itu mengacu hasil kesepakatan Menteri Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MA­BIMS) pada 2021.

Selama ini, kriteria hilal (bulan) awal Hijriah yang dipedomani Kemenag adalah ketinggian 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam. MABIMS bersepakat untuk mengubah kriteria tersebut menjadi ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.

Namun apa sebenarnya metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal, Rukyatul Hilal, dan kesepakatan MA­BIMS?

Perihal Metode

Metode Hisab Wujudul Hilal merupakan metode yang menghitung secara astronomis posisi bulan. Bulan kamariah baru dimulai apabila pada hari ke-29 berjalan saat matahari terbenam terpenuhi tiga syarat; telah terjadi ijtimak, ijtimak terjadi sebelum ma­tahari terbenam, pada saat matahari terbenam Bulan (piringan atasnya) masih di atas ufuk.

Menjadikan kebera­da­an bulan di atas ufuk saat matahari terbenam sebagai kriteria mulainya bulan baru merupakan abstraksi dari perintah-perintah rukyat dan penggenapan bulan tiga puluh hari bila hilal tidak terlihat.

Sama seperti imkan rukyat, metode wujudul hilal juga bagian dari hisab hakiki. Bedanya, wujudul hilal lebih memberikan kepastian dibandingkan dengan hisab imkan rukyat. Jika posisi bulan sudah berada di atas ufuk pada saat terbenam matahari, seberapa pun tingginya (mes­kipun hanya 0,1 derajat), maka esoknya adalah hari pertama bulan baru.

Rukyatul Hilal adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal saat matahari terbenam pada tanggal 29 bulan Kamariah. Dengan kata lain, rukyat hanya dilakukan manakala telah terjadi konjungsi bulan-matahari dan pada saat matahari terbenam, hilal telah berada di atas ufuk dan dalam posisi dapat terlihat.

Jika pada tanggal tersebut hilal tidak terlihat, entah faktor cuaca atau memang hilal belum tampak, maka bulan kamariah digenapkan jadi 30 hari. Metode ini biasanya dilakukan menjelang hari-hari besar umat Islam seperti awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah. Metode ini tidak dapat meramal tanggal jauh ke depan, karena tanggal baru bisa diketahui pada h-1 atau hari ke-29.

Namun bagi MUI, ke­dua metode tersebut sebenarnya satu kesatuan, ka­rena baik hisab maupun rukyat saling mengonfirmasi dalam menentukan awal bulan Hijriah.

Hasil perhitungan astronomi atau hisab, dijadikan sebagai informasi awal yang kemudian dikonfirmasi melalui metode rukyat (pemantauan di lapangan).

Sementara itu, kriteria MABIMS merupakan hasil Muzakarah Rukyah dan Takwim Islam MABIMS pada 2016 di Malaysia. Kriteria ini diperkuat oleh Seminar Internasional Fi­kih Falak di Jakarta yang menghasilkan Rekomendasi Jakarta tahun 2017 serta baru diterapkan di Indonesia pada 2022.

Selama ini, kriteria hilal (bulan) awal Hijriyah adalah ketinggian 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam. MABIMS bersepakat untuk mengubah kriteria tersebut menjadi ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. (*/jpg)

Exit mobile version