PADANG, METRO–Setelah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim, tiga guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang, secara resmi dikukuhkan.
Ketiga guru besar yang dikukuhkan melalui Rapat Senat Terbuka UIN Imam Bonjol Padang tersebut adalah Prof Dr Firdaus, MAg, Prof Dr Ahmad Sabri, M.Pd, dan Prof Dr Syafruddin, MAg.
Rapat dibuka oleh Ketua Senat UIN Imam Bonjol Padang dan dilanjutkan dengan pembacaan Surat Keputusan (SK) kemendikbudristek tentang kenaikan jabatan menjadi guru besar.
Dalam orasi ilmiahnya, Prof Dr Firdaus MAg yang berjudul Urf dan Pembaharuan Hukum Islam mengatakan, banyak ulama mutaakhirin yg menetapkan hukum yang berbeda dari periode sebelumnya. Seperti Imam Abu Hanifah yang melarang mengambil upah dari mengajar Al-quran, namun hal tersebut dipraktekkan di masa sekarang.
“Urf atau hukum adat itu dapat dijadikan sebagai dalil, selama shahih dan tidak bertentangan dengan sumber utama hukum Islam (Al-Quran dan Hadits),” katanya, Kamis (2/12) di auditorium UIN Imam Bonjol Padang.
Prof Dr Firdaus memaparkan dua contoh urf dimasa sekarang yang tidak lagi sama dengan hasil ijtihad para mujtahid di masa dahulu.
“Pertama tentang muamalah, yaitu sighat ijab qabul atau transaksi jual beli. Masyarakat modern sekarang tidak lagi melaksanakannya dengan lisan, namun an tarodin yaitu suka sama suka. Seperti membeli minuman dalam mesin jual beli, transaksi online dan lainnya. Adapun yang kedua yaitu persoalan munakahat (pernikahan) tentang izin menikah bagi wanita baligh. Imam Syafii, Imam Hambali, Imam Maliki, berpendapat bahwa ayah boleh menikahkan gadisnya sekalipun tanpa persetujuan dari si gadis tersebut. Dalam kitab Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtasid karangan Ibnu Rusyd, Imam Hanafi, Ahli Zahiri, berpendapat tidak boleh dan tidak sah jika tidak ada persetujuan dari si gadis. Pendapat ini sekarang dipakaikan, jika dulu pakai pendapat Imam Maliki, sekarang memakai pendapat Imam Hanafi. Karena kemajuan zaman, dengan mempertimbangkan urf dan hukum islam,” terangnya.
Sementara itu, Prof Dr Ahmad Sabri, MPd, dalam orasi ilmiahnya yang berjudul Perspektif Pendidikan Islam Terhadap Merdeka Belajar menjelaskan, tentang pentingnya keikhlasan dalam menuntut ilmu, perjuangan dan semangat belajar, apalagi dalam mempelajari ilmu agama.
“Tidak ada ucapan yang tepat untuk membalas jasa-jasa guru saya, hanya untaian doa saja yang saya haturkan. Sehingga sekarang saya bisa berdiri di sini, hanya Allah yang bisa membalas ketulusan dan jasa guru saya itu,” tukas laki-laki kelahiran Payakumbuh tersebut.
Terakhir, Prof Dr Syafruddin, MPd dalam orasi ilmiahnya yang berjudul Berinteraksi dengan Alquran menjelaskan kegamangannya melihat kondisi anak-anak muda zaman sekarang yang menghafal Alquran namun tidak memahami isi kandungannya.
“Sebagai guru besar tafsir, saya gamang melihat kondisi sekarang ini. Interaksi anak muda sekarang dengan Alquran makin hari makin menipis, meski makin banyak penghafal Alquran, namun menghafal tanpa memahami adalah hampa. Alquran tidak akan pernah menjadi petunjuk jika seseorang tidak memahami betul tafsiran ayat-ayat Alquran tersebut,” sebutnya.
Lebih dilanjutkan, hukum Alquran itu bisa dipahami, pertama melalui sighat kata, yang kedua dengan bawaan informasi apa yang dibawa ayat itu, dan yang ketiga akibat apa yang bisa dirasakan oleh orang bila telah melakukan tindakan,” lanjutnya.
Hadir dalam kesempatan tersebut, Rektor UIN Imam Bonjol Padang, Prof. Dr. Martin Kustati, Ketua Senat UIN Imam Bonjol Padang, Anggota Senat, Rektor Universitas Baiturrahmah, ketua yayasan Baiturrahmah, Rektor IAIN Batusangkar, Rektor IAIN Bukittinggi, dan tamu undangan. (hen)