Sidang Paripurna Penetapan RPJMD Kabupaten Solok Diambil alih Wakil Ketua, Pengamat Hukum: Diduga Cacat Hukum

Pascakeributan yang terjadi di gedung DPRD Kabupaten Solok dalam sidang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Ketua DPRDDodi Hendra akhirnya menskors sidang.

JAKARTA, METRO–Pascakeributan yang terjadi di gedung DPRD Kabupaten Solok dalam sidang Rancangan Pem­bangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Ketua DPRDDodi Hendra akhirnya menskors sidang. Kader Partai Gerindra itu menghentikan sidang hingga waktu yang belum ditentukan sampai adanya kesepakatan siapa pimpinan sidang.

Ternyata walau tidak ada pendelegasian dari Ketua kepada Wakil Ketua dalam mengambil alih pimpinan sidang yang tertunda tersebut, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Solok, Ivoni Munir dikabarkan tetap menjalankan sidang dan akhirnya mensahkan RPJMD Kabupaten Solok 2021-2026.

Kegiatan dihadiri Bupati Solok Epyardi Asda tanpa wakil Bupati Jon Firman Pandu yang juga dari Ge­rindra dan tanpa Ketua DPRD Solok, Dodi Hendra. Sidang tersebut tidak di­hadiri oleh dua Fraksi di DPRD Kabupaten Solok, yakni PPP dan Gerindra.

Radian Syam Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Trisakti Jakarta

Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Trisakti Jakarta Radian Syam me­nilai, apa yang dihasilkan dalam sidang tersebut da­pat diduga cacat hukum atau inkonstitusional. Ka­rena telah bertentangan de­ngan Peraturan Pe­r­undangan-undangan baik yang diatur dalam UU Pe­merintahan Daerah, UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota) serta PP No: 12 Tahun 2018 terkait Tatib Tertib DPRD.

Karena, katanya, jelas da­lam aturan tersebut me­ng­atur mekanisme dalam setiap pengambilan kepu­tusan di DPRD. Terlebih jika ketua DPRD tidak sedang berhalangan baik me­ning­gal dunia, diberhentikan oleh Parpol dan tersangkut pidana.

“Jadi jika hal tersebut tidak terpenuhi maka arti­nya ketua DPRD masih sah. Ini bisa dikatakan mereka melakukan rapat paripurna sepihak, karena Ketua DPRD tidak ber­halangan,” katanya.

Jika alasan mereka itu, soal mosi tidak percaya, hal tersebut juga tidak bisa dibenarkan. Karena tidak ada persoalan cacat hu­kum, serta harus terlebih dahulu ada pembahasan di Bamus dan yang pada akhir­nya ada keputusan da­lam rapat paripurna DPRD. Namun setelah itu dibawa ke partai politik yang nantinya Par­pol ter­sebut yg menen­tukan sia­pa penggantinya.

Terkait skorsing yang juga telah diketok oleh ketua DPRD maka ada me­kanisme yang diatur oleh PP No 12 Tahun 2018 serta Tatib (tata tertib).

“Maka tidak dapat sepi­hak dilakukan oleh pim­pinan atau anggota lain, jika kemudian ada pihak yang secara sepihak mengambil alih yang bukan kewe­na­ngan­nya dan/atau me­lang­gar aturan maka patut di­duga telah melakukan tin­dak pidana penyalah­gu­naan kewenangan atau abuse of power,” tutup Radian Syam.

Sementara itu, sidang pa­ri­purna DPRD Kabu­pa­ten Solok yang membahas Ranperda Rencana Pem­bangunan Jangka Me­ne­ngah Daerah (RPJMD) Ka­bupaten Solok berujung ri­cuh, Rabu (18/8) siang. Sa­king ricuhnya, sejumlah ang­gota dewan nyaris saja terlibat baku hantam.

Bahkan emosi sejumlah anggota dewan terhormat itu semakin memuncak dan tak terkendali sehing­ga berujung terjadinya aksi saling tunjuk. Tidak sampai disitu saja, meja dibalikkan dan asbak rokok yang ter­dapat diatas meja pun di­lem­par hingga pecah ber­serakan di lantai.

Diduga, kericuhan di gedung legislatif yang vi­deonya sempat beredar di media sosial itu, dipicu adanya dualisme tentang tempat sidang paripurna pembahasan RPJMD dan pertanyaan tentang status Ketua DPRD karena ada­nya mosi tidak percaya ter­hadap Ketua DPRD oleh sejumlah anggota dewan.

Mengingat situasi yang semakin tidak kondusif dan keticuhan tidak juga me­reda, Ketua DPRD Kabu­paten Solok Dodi Hendra yang memimpin sidang paripurna tersebut, selan­jutnya memutuskan untuk menunda sidang hingga waktu yang belum diten­tukan.

Awalnya agenda si­dang paripurna dibuka langsung oleh Ketua DPRD Ka­bupaten Solok, Dodi Hen­­dra dan dihadiri lang­sung oleh Bupati Solok, Epyar­di Asda. Sidang dibu­ka sekitar pukul 11.00 WIB.

Sejak awal sidang di­buka dengan agenda pe­nyampaian laporan hasil pem­bahasan Raperda RPJMD, hujan interupsi dari anggota dewan lang­sung mewarnai suasana sidang. Karena situasi cu­kup panas dan tidak mene­mukan kata sepakat, si­dang­pun terpaksa dis­kors selama 30 menit.

Namun ketika sidang kembali dibuka oleh pim­pinan sidang Dodi Hendra, aksi interupsi dari anggota dewan kembali terjadi. Persoalan status pimpinan sidang pun menjadi perde­batan panjang.

Nazar Bakri salah se­orang anggota DPRD Ka­bupaten Solok fraksi PKS awalnya menyam­pai­kan pendapat melalui inte­rup­sinya. Setelah itu Hafni Ha­fis anggota dewan dari fraksi Gerinda juga me­nyampaikan interupsi guna menyampaikan penda­pat­nya.

Disaat Hafni Hafis me­nyam­paikan pendapatnya, anggota dewan lainya juga melayangkan interup­si. ­Bahkan aksi interupsi yang disampaikan oleh sejum­lah anggota dewan yang terkesan secara timpal tindih itu semakin sengit.

Aksi interupsi se­jum­lah anggota dewan terkait mem­persoalkan pim­pi­nan si­dang itu, semakin me­ma­nas dan sejumlah anggota dewan tersulut emosi. Ka­rena emosi yang tak ter­ken­dali, se­jum­lah anggota dewan pun terlibat aksi saling serang kata-kata.

Bahkan, sejumlah ang­gota dewan pun saling dorong untuk memisahkan dan meredakan agar tidak terjadi aksi saling pukul. Suasana dalam ruang si­dang paripurna dewan ter­hormat itu semakin me­manas dan tak terkendali. Parahnya, keributan masih saja berlangsung hingga ke luar ruang sidang.

Aksi pukul meja, mema­likkan meja hingga mem­banting asbak rokok ter­lihat ikut mewarnai aksi ang­gota dewan di dalam ruang sidang. Akhirnya sidang terpaksa kembali diskors dengan memilih melakukan rapat internal dewan.

Setelah diskors dua jam lebih, sidang paripurna pun kembali dibuka dan kembali dipimpin Dodi He­n­dra selaku Ketua DPRD Kabupaten Solok. Sete­lah sidang paripurna kembali dibuka, interupsi dari se­jum­lah anggota dewan kembali terjadi.

Interupsi masih ber­kutat terkait pimpinan si­dang. Aurizal anggota DPRD Kabupaten Solok dari Fraksi PAN melalui interupsi kembali menyua­ra­kan agar pimpinan si­dang diserahkan kepada Wakil Ketua DPRD Kabu­paten Solok, Ivoni Munir.

Alasan Aurizal, sejum­lah anggota dewan dengan mosi tidak percaya terha­dap Ketua DPRD, sepen­dapat dan sepakat agar pimpinan sidang dipin­dah­kan kepada wakil pim­pi­nan. Setidaknya tambah­nya ada 6 Fraksi yang se­pa­kat.

Namun anggota DPRD Kabupaten Solok lainnya Dendi dari fraksi PPP me­lalui interupsinya menilai pemindahan pimpinan si­dang tidak berala­san. ­Menurut Dendi, Dodi Hen­dra secara aturan per­undang-undangan dan kon­stitusi yang berlaku masih sah sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok.

Sehingga Dodi Hendra masih mempunyai hak dan kewenangan untuk pim­pinan sidang. Terkait per­soalan mosi tisak percaya terhadap Ketua DPRD Ka­bu­paten Solok, Dodi Hen­dra yang sempat diusung  sejumlah anggota dewan menjadi dasar untuk me­nga­­lihkan pimpinan si­dang.

Ditegaskan Dendi, per­mintaan pemindahan pim­pinan sidang itu tidak bisa diterima. Sebab sampai saat ini, menurut Dendi, Dodi Hendra masih sah menjadi Ketua DPRD Kabu­paten Solok dan mem­pu­nyai kewenangan untuk memimpin sidang.

Senada dengan Dendi, anggota dewan lainya Haf­ni Hafis dari fraksi Gerindra juga menegaskan secara aturan yang sah Dodi Hen­dra masih Ketua DPRD Kabupaten Solok. Jadi ti­dak ada alasan untuk me­nolak Dodi Hendra untuk memimpin sidang.

Karena juga tidak me­ne­mukan kata sepakat, sidang paripurna kembali diskors selama lima menit. Dan setelah skors sidang kembali dicabut, Dodi Hendra kembali menskors dan menunda sidang sam­pai ada kesepakatan.

Sementara itu Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra terkait ricuh­nya jalan sidang paripurna menilai itu merupakan di­na­mika. Setiap interupsi angg­ota dewan lanjutmya harus dihormati karena itu men­jadi masukan bagi ke­bai­kan daerah dan mas­ya­rakat.

“Dalam memimpin si­dang saya tidak meng­halang halangi anggota dewan dalam memper­gunakan haknya untuk inte­rupsi. Dan semua saya hor­mati. Jadi awalnya RPJMD ada dualisme, ka­rena yang satu tidak difa­silitasi dan tidak bisa mem­bahas, berlanjutlah rapat tadi saling dihujani inte­rupsi dan terjadilah di­na­mika yang tadi,” jelas­nya.

Menurut Dodi, sidang paripurna pembahasan RPJMD itu sudah di­agen­dakan di Gedung DPRD Kabupaten Solok pada pu­kul 10.00 WIB. Namun Wa­kil Ketua DPRD Ivoni Munir tiba-tiba menunjuk tempat lain untuk sidang yakni di kawasan Cinangkiak. Ada­pun fraksi yang setuju pari­purna dilakukan di Cinang­kiak, kata Dodi, yakni Fraksi PAN, PDIP, Golkar, PKS dan Demokrat.

“Sedangkan fraksi lain­nya sepakat sidang dila­kukan di gedung DPRD. Kericuhan ini bermuara dari adanya peraturan bu­pati (Perbup) bahwa surat pemberitahuan tahunan (SPT) boleh diteken Wakil Ketua DPRD. Jadi pergub itu menjadi rancu sehingga terjadi dualisme pemba­hasan RPJMD. Yang satu di tempat seseorang di Ci­nang­kiak dan satu di DPRD. Mengingat masa pandemi dan anggaran maka saya sarankan di DPRD saja,” jelasnya.

Dodi mengungkapkan, kalau Perbup ini dirubah maka tentu seluruh mas­yarakat dan kabupaten dan kota di Indonesia berbuat seperti ini. Sehingga akan memuat rancu ke depan­nya. Untuk itu, pihaknya akan meminta Gubernur dan Mendagri untuk meli­hat Perbup ini lagi.

“Apa yang diper­juang­kannya tentu untuk mas­yarakat Kabupaten Solok. Apalagi, dirinya selaku ketua yang diutus Prabowo dan Andre Rosiade untuk memperjuangkan rakyat Kabupaten Solok. Karena di dalam RPJMD itu lima tahun di sana kitabnya. Jadi di sana kitabnya untuk kesejahteraan masyarakat Kabupaten Solok,” tutur­nya.

Menurut Dodi, pemicu lain kericuhan sidang pari­pur­na yakni pertanyaan salah seorang anggora dewan tentang keabsahan di­rinya sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok dan meminta agar pimpinan si­dang dipin­dah­kan ke W­a­kil Ketua DPRD.

“Keabsahan saya seba­gai Ketua DPRD Kabu­p­a­ten Solok, Itu kan saya di-SK-kan gubernur. Dari par­tai di-SK-kan Bapak Pra­bowo, sudah melalui meka­nisme yang ada. Jadi saya masih sah jadi Ketua DPRD Kabupaten Solok,” pung­kasnya. (rom/vko)

Exit mobile version