JAKARTA – Pendataan Potensi desa (Podes) yang akurat akan memberikan akan bermanfaat untuk pengembangan desa kedepan. Hal tersebut ditegaskan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo usai menjadi pembicara utama “Sosialisasi Pelaksanaan Pendataan Potensi 2018” di Jakarta, Kamis (19/4)
“Data yang kami miliki saat ini adalah hasil survei sejumlah perguruan tinggi, yang tentu saja jumlah sampelnya terbatas,” ujar Mendes Eko. Data yang akurat, lanjutnya, diperlukan untuk melakukan evaluasi apakah kebijakan yang sudah diambil tepat ataukah tidak serta menentukan arah kebijakan kedepannya.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan melakukan pendataan potensi desa yang ada di Tanah Air pada Mei. Pendataan tersebut akan memverifikasi keberhasilan dana desa dengan melihat pergeseran desa dari status tertinggal, berkembang, hingga menjadi desa mandiri.
Mendes Eko menjelaskan survei dari Universitas GadjaMada dan Institut Pertanian Bogor menyebutkan jumlah tingkat desa tertinggal kedesa berkembang mengalami kenaikan yang cukup tinggi sejak keberadaan dana desa.”Namun kita perlu adanya data yang berasal dari sensus agar lebih akurat”.
Selanjutnya Menteri menambahkan realisasi dana desa mengalami peningkatan. Pada 2015, dana desa yang terserap sebesar 82 persen, kemudian pada 2016 naik menjadi 97 persen, dan 2017 meningkat mendekati 99 persen. Untuk tahun ini, pencairan dana desa tahap pertama sudah mencapai 100 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Kecuk Suhariyanto kepada awak media mengatakan selain untuk melihat pergeseran status desa, pendataan Podes 2018 juga dilakukan untuk melihat dampak dana desa pada pertumbuhan ekonomi dan kualitas hidup masyarakat. Pendataan Podes sendiri dilakukan rutin tiga kali dalam 10 tahun untuk mendukung pelaksanaan sensus penduduk.
Suhariyantomenambahkan, podes akan mendata ketersediaan dan perkembangan potensi sarana dan prasarana sosial, ekonomi, budaya, dan unsur lain di desa/kelurahan. “Podes juga bertujuan mendukung pemerintah dalam mengembangkan daerah pinggiran,” kata Suhariyanto.
Desa Membangun
Pemerintah kini menjadikan desa sebagai focus pembangunan nasional. Seperti tercantum di nawacita ketiga yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah – daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan. Sebagai implementasinya dibentuklah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) sebagai pengawal pelaksana pembangunan desa dengan digelontorkannya dana desa sesuai amanah UU No.6 tahun 2014 tentang Desa.
Dengan amanah tersebut Kemendesa PDTT optimistis tahun ini akan mengentaskan sebanyak 15 ribu desa dari 30 ribu desa tertinggal yang tersebar sebanyak 74.954 desa di seluruh Nusantara. “Saya yakin tahun ini kita berhasil mengentaskan lebih dari 15 ribu desa. Kita tunggu hasil yang valid dari sensus data potensi desa 2018 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS),” kata Mendes Eko
Optimisme tersebut disampaikannya saat memberikan kuliah umum bertema “Penguatan Peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Desa & Masyarakat Desa Guna Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan” di Auditorium Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Selasa (17/4) lalu.
Menteri Eko menjelaskan, berdasarkan RPJMN hingga 2019, Kemendes telah menargetkan akan menuntaskan 5.000 desa tertinggal menjadi berkembang dan 2.000 desa berkembang menjadi desa mandiri. Namun, berdasarkan hasil penelitian dari IPB dan UGM ternyata sudah lebih dari 10.000 desa dari 30.000 desa tertinggal terentaskan. “Desa itu kalau kita bantu pasti akan bangkit. Masuknya dana desa yang dikelola oleh desa telah memiliki dampak yang luar biasa dalam pembangunan desa sejak tahun 2015,” katanya.
Kemendes PDTT, kata Menteri Eko, telah membuat suatu terobosan untuk meningkatkan pertumbuhan desa dan meningkatkan pendapatan masyarakat desa dengan mengarahkan empat program prioritas kepada desa dalam menggunakan dana desanya. Keempat program tersebut masing – masing yakni pengembangan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades), pembangunan embung, pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan pembangunan sarana olahraga.
“Prukades itu yang penting. Desa-desa itu miskin karena desa itu tidak punya akses pasar. Dengan model prukades ini, kita akan pertemukan antara daerah dengan dunia usaha dan perbankan serta dari kementerian terkait untuk membentuk suatu klasterekonomi dengan skala yang besar agar sarana pasca panennya bias masuk dan mendapat jaminan harga jualnya lebih baik dari harga produksinya,” katanya. (*)