Calon kedua Mulyadi, putra Bukik Apik, Kota Bukittinggi, yang saat ini adalah ketua DPD Partai Demokrat Sumbar. 2015 namanya disebut-sebut maju di bursa Pilgub, namun mendadak hilang di detik-detik terakhir pencalonan. Infonya, ada pihak yang merasa “terancam” dengan kehadirannya, dan “mambana” agar dia tidak maju. 2020 ini, tak ada lagi info ini, dan Mulyadi sudah “menyerang” Sumbar dengan foto-fotonya yang menawan.
Sebagai caleg dengan perolehan suara terbanyak di Sumbar pada Pileg 2019 yang mencapai 145.010, Mulyadi memang punya modal berlebih. Apalagi, Partai Demokrat sudah mengunci diri sebagai kendaraannya. Berbeda dengan Indra Catri yang tidak memiliki partai, dan harus bersaing dengan banyak kandidat. Mulyadi sejatinya tinggal memastikan koalisi, dan mencari pasangan yang tepat. Semoga Bang Mul tak lagi ragu maju dan bertarung.
Jagoan lain asal Agam, Fakhrizal yang telah memastikan diri maju berpasangan dengan Geinus Umar dari jalur perseorangan. Bertugas sebagai Kapolda Sumbar selama tiga tahun terakhir, mungkin saja tak ada lagi yang tak tahu dengan jenderal bintang dua ini. Namun sayang, di berbagai lembaga survei, nama putra Pakan Sinayan, Tilatang Kamang ini masih “mangkrak” di satu digit. Berbeda dengan Mulyadi yang katanya sudah di atas 20 persen.
Terlepas survei yang terpublikasi dan tidak, Fakhrizal punya segalanya untuk menjadi Gubernur. Apalagi, dia telah memiliki pasukan yang banyak, sehingga mampu mengumpulkan dukungan mencapai jumlah 316 ribu KTP— syarat minimal. Tentunya tak mudah mendapatkan dukungan itu. Dengan sebaran yang diatur oleh UU Pemilu dan Peraturan KPU. Andai maju saja, Fakhrizal resmi sebagai calon Gubernur independen perdana di Sumbar. Semoga saja pak jenderal.
Terakhir – calon dari Agam yang ternyata paling muda adalah Mahyeldi yang juga sudah dua periode sebagai Wali Kota Padang. Namanya kian disebut-sebut, pascasukses membuat Kota Padang terus mendapatkan banyak perhatian, penghargaan. Mahyeldi, adalah orang Agam kesekian yang menjadi Wali Kota Padang, melanjutkan Zuiyen Rais. Namun, sejarahnya Wali Kota Padang menjadi Gubernur adalah sangat banyak, meski tak berlanjut di era Syahrul Ujud.
Dalam berbagai survei pun, putra Gadut, Tilatang Kamang ini banyak nangkring di posisi pertama. Bahkan, saat belum turun langsung menyatakan diri maju di Pilgub, tapi hanya berbekal relawan. Modal 10 kursi PKS, adalah posisi tawar yang kuat. Tinggal mencari koalisi (minimal 3 partai) lagi, dan menentukan wakil. Tapi sampai kemarin, kabarnya PKS masih “galau” antara Mahyeldi dan Wako Payakumbuh, Riza Falepi. Terserah sajalah.
Yang jelas, empat putra Agam itu kalau ditanya kelahirannya, ternyata bukan Agam, tapi Bukittinggi – mungkin Bukittinggi coret. Karena dulu Bukittinggi adalah ibu kota Agam, alias koto Rang Agam. Artinya, mereka adalah orang Agam di bagian Timur, bukan di bagian Barat – Matur sampai Lubukbasung, termasuk Maninjau. Apakah pemilih Agam (Barat dan Timur) yang hanya 350 ribu dari total 3,7 juta pemilih Sumbar akan benar-benar pecah empat? Tentu pusing juga memikirkannya.
Apakah benar calon-calon ini akan maju dan mengambil bagian dari suara pemilih Agam? Bisa saja ini menjadi beban moral tersendiri, dan menjadi senjata bagi calon lain yang tidak berasal dari Agam. Mungkin saja peluang ini yang membuat Nasrul Abit yakin menjadikan Indra Catri sebagai wakilnya kelak. Atau malah Mulyadi yang menjadikan Nasrul Abit sebagai calon pendamping. Yang jelas, Gubernur Sumbar pertama adalah orang Agam, Kaharudin Datuk Rangkayo Basa. Lahir di Maninjau.
Tapi, Pilkada baru dimulai ujung-ujung kukunya saja. Belanda masih jauh. Hasil survei April 2020 sepertinya menjadi kunci partai politik memastikan calon – saat Fakhrizal-Genius sudah memastikan diri lolos atau tidak lolos dalam verifikasi KPU. Harapan bersama, Pilgub Sumbar janganlah membuat masyarakat Agam yang ramah terkotak-kotak. Toh kalau maju semuanya, siapapun Gubernurnya, orang Agam juga. Hehehehe. (*)