Lalu ada lagi pernyataan Jokowi yang meminta Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) untuk mengerem penanaman modal di IKN dari luar negeri atau investor asing. Pernyataan ini keluar saat meninjau pembangunan sejumlah sarana dan prasarana di Nusantara pada pekan lalu.
Siapa yang akhirnya menjelaskan, ya Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Dia menjelaskan maksud dari Presiden Jokowi ini. Menurutnya, Jokowi memprioritaskan investor-investor dalam negeri untuk ikut membangun IKN. Jadi, bukan serta-merta menghilangkan investasi di IKN yang menjadi proyek utama dari Jokowi.
Lalu yang kembali menyeruak adalah pernyataan Prabowo yang menyatakan mendapatkan dukungan dari Presiden ke-6 dan ke-7 Indonesia yang pastinya mengarah kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jokowi. Capres nomor urut 2 itu dinilai terlalu yakin mendapatkan dukungan penuh dari dua Presiden terakhir Indonesia.
Banyak yang coba mengartikan, apa yang disampaikan Prabowo itu realistis. Karena dia mendapatkan dukungan dari Partai Demokrat yang merupakan partai yang didirikan SBY. Sekarang diketuai oleh anak SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Demokrat yang kecewa dengan Anies Baswedan, pastinya akan all out mendukung Prabowo Subianto.
Sementara Jokowi juga dipastikan ke Prabowo, karena anaknya Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres Prabowo. Jadi, soal ini mungkin tak perlu pula diterjemahkan atau interpretasikan. Tak mungkin rasanya, Jokowi akan mendukung calon lain, sementara putra sulungnya maju. 2019, Jokowi menjadi incumbent dan dia menjadi peserta dan juga penguasa. Tidak banyak yang mempertanyakan kenetralan Jokowi saat itu.
Nah, pada Pilpres 2024 ini, Jokowi di mana-mana menyebutkan akan netral. Hal ini juga diaminkan oleh dua pasangan lain yang pastinya berharap Jokowi akan benar-benar netral. Soal bisa atau tidak, mungkin waktu saja yang akan menjawab. Apakah seorang Presiden akan benar-benar bisa berada di “sudut” netral saat darah dagingnya sedang berjuang.
Sekarang, kita mungkin tak lagi sekadar menginterpretasikan bagaimana “netral” ala Jokowi. Kita akan sama-sama menyaksikan bagaimana Pilpres berlangsung dengan baik. Tidak ada pecah belah, adu domba dan sebagainya. Jangan lagi Pilpres membuat perpecahan. Harusnya Pilpres membuat persatuan. Karena 2019 telah mengajarkan, bagaimana “sia-sianya” saling hajar saat kontestasi.
Lebih baik bersatu membangun Indonesia. Seperti harapan Presiden Soekarno, “Bangunlah suatu dunia dimana semua bangsanya hidup dalam damai dan persaudaraan.” Semoga Pilpres membuat kita lebih damai. Bukan pecah belah, apalagi perang saudara. Saat kita sibuk menginterpretasikan politik kita yang masih jauh dari kata dewasa. (Wartawan Utama)