Lain lagi dengan Prabowo-Gibran yang menyebut, ada sejumlah kepala daerah dari PDIP yang melakukan pekerjaan-pekerjaan kotor memaksa bawahannya untuk memenangkan PDIP dan Ganjar-Mahfud. Upaya ini terjadi di beberapa daerah bahkan sampai melibatkan para Pejabat (Pj) kepala daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Mereka menilai hal ini adalah cara-cara tidak sehat untuk memenangkan satu pasangan.
Sementara pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar juga kerap mengekspose sejumlah alat peraga mereka baik spanduk, baliho dan lainnya dirusak oleh orang tak dikenal. Begitu juga banyak izin keramaian acara Anies-Imin yang tidak dikeluarkan atau dipindahkan. Hal ini tentu membuat tim pasangan ini meradang dan merasa terzhalimi oleh kubu pemerintah. Meski saat ini, mereka diusung dua partai pemerintah, NasDem dan PKB. Hanya PKS yang berada di luar pemerintahan.
Panasnya kondisi ini sempat diredakan oleh Jokowi dengan mengundang tiga Capres makan siang di Istana Negara. Jokowi bersama Prabowo, Ganjar dan Anies terlihat kompak. Mereka menginginkan suasana lebih adem dalam menghadapi Pilpres yang di depan mata. Jangan sampai panas ini kemana-mana dan merusak Indonesia yang sedang membangun citra negara demokrasi terbaik di dunia.
Bahkan, selanjutnya juga akan digelar makan bersama antara Wakil Presiden Ma’ruf Amien bersama calon wakil Presiden Gibran, Mahfud dan Muhaimin Iskandar. Acara ini selalu ditunda mengingat kesibukan para Cawapres berkeliling Indonesia dan Wapres yang sedang sibuk. Hal ini masih dinanti, karena dinilai ada peluang untuk meredakan suasana panas ini.
Memang, sejak lama playing victim masih menjadi langkah yang dianggap ampuh oleh politisi mendobrak popularitas dan elektabilitas. Mereka masih merasa rakyat yakin yang dizhalimi atau mengklaim dizhalimi adalah yang benar. Mereka yang sedang berjuang untuk merebut hak mereka sebagai pemenang.
Sayang, sekarang teori itu diterapkan oleh semua pasangan calon. Sehingga tidak jelas lagi siapa yang benar dan siapa yang salah. Semua merasa berjuang untuk rakyat. Merasa yang terbaik dipilih rakyat. Jadi, cukuplah kita melakukan hal-hal baik dan memilih sesuai hati nurani.
Jangan sampai kita malah terprovokasi mereka yang sedang berjuang mencari suara. Mencari dukungan. Pastinya mereka akan mencari kekuasaan. Seorang penulis asal Amerika Serikat Napoleon Hill berujar, “Pencapaian besar pada umumnya lahir dari pengorbanan yang besar, dan bukanlah hasil dari keegoisan.” Katanya pemilih itu cerdas, mari buktikan 14 Februari 2024. (Wartawan Utama)