LIMAPULUH KOTA, METRO–Partisipasi pemilih pada helat Pemilihan Wali Nagari (Pilwanag) serentak pada 70 Nagari di Kabupaten Lima Puluh Kota, hanya 66 persen. Partisipasi pemilih itu, ternyata tidak berbeda jauh pada saat Pilkada dan Pemilihan Umum. Pemerhati Politik Lima Puluh Kota , Budi Febriandi, menilai bahwa rendahnya tingkat partisipasi pemilih yang datang ke-TPS, menunjukkan kalau masyarakat yang golput atau yang enggan datang ke-TPS, cukup banyak. Pesta demokrasi harusnya antusias masyarakat tinggi. Namun justru sebaliknya, masyarakat mulai cuek. “Bisa jadi keengganan masyarakat untuk datang ke-TPS menggunàkan hak suara, karena masyarakat selama ini tidak merasakan kehadiran seorang pemimpin dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial yang tengah dihadapi, termasuk layanan, pembangunan dalam kehidupannya,” ungkap Budi Febriandi.
Disampaikannya, bukankah selama ini ada pendapat yang berkembang di tengah-tengah masyarakat bahwa “siapapun presiden, gubernur, bupati, walikota, anggota dewan atau yang jadi walinagari, hidup kita seperti ini juga”. Menurut Budi Febriandi yang juga akademisi ini, selintas ucapan itu terlihat pendapat yang biasa-biasa saja, tapi kalau di selami sesungguhnya menggambarkan apatisme masyarakat terhadap kepemimpinan dinegara ini. “Mereka tidak merasakan betul secara signifikan kehadiran seorang pemimpin dalam mereka, ada atau tidak ada pemimpin bagi mereka sama saja. Dan pendapat ini sesungguhnya sangat berbahaya dan mengkhawatirkan bagi masa depan demokrasi,” ucapnya.
Menurut Budi, begitu sapaan akrab Budi Febriandi, pemimpin terpilih disemua tingkatan apakah dia Presiden, Gubernur, Bupati, Wali Kota, sampai Wali Nagari, harus bernar-benar bekerja untuk masyarakat luas, tidak hanya untuk kepentingan sekelompok orang atau pendukungnya disaat helat demokrasi. “Kuncinya adalah bagaimana para pemimpin politik terpilih betul-betul berkerja untuk masyarakat secara luas, tidak hanya kepentingan oligarki dilingkungan kekuasaan. Mungkin pendapat ini terlihat naif, jabatan walinagari dihubung-hubungkan dengan oligarki. Perlu kita sadari, bahwa sebenarnya oligarki itu ada diberbagai tingkatan jabatan politik, bahkan di tingkat desa / nagaripun ada oligarkinya,” sebut Budi.
Untuk itu dia mengajak pemimpin terpilih, terutama para walinagari yang terpilih melalui perhelatan pilwanag serentak 2022 di kabupaten Limapuluh kota agar betul betul melayani seluruh lapisan masyarakat baik basis pemilihnya, maupun bukan basis pemilihnya. “Kuncinya melayani seluruh lapisan masyarakat, dan benar-benar kehadiran pemimpin itu dirasakan oleh masyarakat,” sebutnya. (uus)