TALAWI, METRO–Diusia yang tidak muda lagi, Jusneti (65), terus produktif menghasilkan kerajinan rajutan Tangguak ikan. Kerja merajut benang dengan menggunakan Tingau dan Balobe yang terbuat dari bambu ini, sudah digelutinya sejak 51 tahun silam. Sore itu, Jusneti, tampak duduk di atas kursi kayu di tras rumah semi permanen miliknya di RT 05 RW 03, Talawi, Kelurahan Ompang Tanah Sirah, Kecamatan Payakumbuh Utara, Kota Payakumbuh. Dengan tekun dan telaten penuh kesabaran dirinya berlahan merajut benang menjadi Tangguak Ikan yang siap dijual kepasaran. Satu paruik banang, diakuinya hanya bisa menghasilkan Satu rajutan Tangguak.
Selain benang, alat-alat pendukung seperti bambu, tangkai Tangguak yang terbuat dari kayu serta tali untuk pengikat, juga sudah tersedia. Tinggal menunggu rajut yang sedang dikerjakannya selesai. Karena memang proses merajut benang menjadi Tangguak butuh waktu lama. Bahkan, dalam satu hari Jusneti, yang sudah senior dalam merajutpun hanya mampu menghasilkan satu rajutan Tangguak dalam satu hari.
Diantara semua proses dalam pembuatan Tangguak Ikan, proses merajut benanglah yang paling rumit, sulit, penuh kehati-hatian dan yang paling perlu adalah kesabaran. Karena, dikatakannya untuk duduk berjam-jam, tidak banyak orang yang bisa, sebab membosankan. Tapi itulah yang dilakukan Jusneti, sejak usia 14 tahun hingga kini diusia senjanya.
Bermodal skill yang diwariskan secara turun temurun dari almarhum bapaknya Anai dan ibunya Ratinum. Jusneti, yang hanya belajar dari melihat-lihat ayah dan ibunya bekerja merajut, akhirnya bisa mewariskan skill ayah dan ibunya hingga saat ini. Kini Jusneti, bangga. Semua anak-anaknya juga sudah bisa merajut dan membuat Tangguak.
Tidak hanya anak-anaknya, Jusneti, juga bangga kini di Kelurahan Ompang Tanah Sirah, sudah banyak anak-anak muda dan kaum ibu yang pandai merajut Tangguak. Diantaranya, juga sudah bisa menghasilkan kerajinan rajutan Tangguak yang siap dipasarkan. Bahkan, dirinya mengakui jika permintaan banyak, maka dirinya juga mengambil hasil kerajinan dari warga lainnya disekitaran Talawi. ”Kalau ada kemauan, tidak ada yang sulit. Saya, dulu hanya belajar dengan cara melihat-lihat almarhum orangtua saya merajut, dan akhirnya saya pandai. Sejak usia 14 tahun masih gadis, saya sudah bisa merajut dan membuat kerajinan Tangguak. Dan dari kerajinan membuat Tangguak ini saya besarkan anak-anak saya,” cerita Jusneti, disela-sela merajut benang menjadi Tangguak di tras rumahnya.
Meski perubahan zaman terus terjadi. Disaat semua orang menggunakan teknologi untuk menangkap ikan, namun Jusneti, tidak pernah khawatir hasil kerajinannya tak laku. Menurutnya, sampai kapanpun, kerajinan Tangguak akan tetap digunakan orang terutama untuk para peternak ikan dan masyarakat yang mencari ikan dikampung-kampung.
Bahkan, pesanan Tangguak dari pedagang terus berdatangan. Pernah, satu hari ada permintaan sampai 150 buah Tangguak, yang akan dipasarkan di Riau dan Sumbar. Saat itulah, dirinya harus mengambil Tangguak hasil kerajinan dari masyarakat lainnya di Talawi. “Kalau saat ini kadang berapa siap dibawa kepasar, ada yang satu kodi, kadang setengah kodi. Kalau harga untuk yang besar saya jual 35 ribu satu dan kecil 25 ribu rupiah,” ucapnya.
Hebatnya, hasil karya kerajinan merajut Tangguak yang dilakoninya puluhan tahun, penah diikutkan dalam pameran di Kota Payakumbuh. Pemerintah Kota Payakumbuh juga pernah memberikan pelatihan kepada Jusneti, terkait membuat Tangguak, tetapi sudah lama. Dan sejak itu, tidak pernah lagi ada pelatihan ataupun pameran hasil kerajinannya.
Meski, tidak mendapat bantuan modal dari Pemerintah, tetapi Jusneti tetap bisa memproduksi dalam jumlah kecil rajutan Tangguak untuk dijual kepasar sekedar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. “Harapannya, memang hendaknya ada bantuan dari pemerintah. Terutama dalam pembinaan bagaimana merajut benang yang baik kepada generasi muda, sehingga keahlian merajut ini terus dapat diwariskan kepada generasi-generasi mendatang secara terus menerus,” harapnya. (uus)