Dharmasraya – aKini, usaha keripik tempe yang ia beri nama Keripik Tempe Tepung Sagu (Keripik TTS) Satria ini jadi pemasukan utama pemuda asal Jorong Koto, Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya ini.
“Usaha ini saya mulai pada Desember 2017, sepulang dari mengajar di pondok pesantren, saya mulai belajar cara membuat keripik ini melalui browsing internet dan awal-awalnya semuanya serba beli dulu, soalnya belum bisa buat tempenya,” ujar Satria saat ditemui dikediamannya, Jumat(1/2).
Satria mengungkapkan, awalnya untuk memasarkan Keripik TTS ini, Satria menitipkan ke warung-warung terdekat sekitaran Pasar Koto Baru. Selain itu juga menggunakan media sosial dan sejumlah kenalan dari mulai teman hingga saudaranya untuk membantu mempromosikan Keripik TTS.
“Awalnya nitip dulu ke warung-warung, setelah ada peningkatan, barulah kita aktif menggunakan medsos jualnya, agar lebih luas pasarannya,” ungkap Satria yang merupakan lulusan Sarjana Komputer ini.
Saat berkunjung ke tempat produksinya yang berada di Jorong Koto Koto Baru, rumah milik orang tuanya itu diubah menjadi rumah produksi Keripik TTS. Ruang tamu rumahnya itu dijadikan sebagai ruang tunggu bagi pembeli yang datang.
Sedangkan di ruangan tengah rumah terlihat sejumlah tumpukan bungkusan keripik tempe yang siap untuk dijemput oleh sales yang datang dari Padang. Satria mengatakan bahwa keripik tempe itu didistribusikan ke daerah-daerah seperti, Jambi, Padang, Solok, Pariaman, Bukittinggi, Pesisir Selatan dan Muko-muko (Bengkulu).
“Saat ini untuk penjualan luar daerah sudah ada sales dari Padang yang menjemput satu kali dalam seminggu sebanyak 200 bungkus. Kemudian dikirimkan ke Jambi, Padang, Solok, Pariaman, Bukittinggi, Pesisir Selatan dan Muko-muko Bengkulu,” jelasnya
Satria menceritakan, bahwa pada awalnya punya modal Rp200 ribu. Satria membeli bahan baku serba sedikit untuk membuat keripik tempe. Setelah dibungkus secara sederhana, Keripik TTS itu dibawanya ke pasar dan dititipkan pada toko.
“Hasil penjualan pertama dapat untung Rp53 ribu dan untung yang diperoleh saya tambahkan untuk modal lagi begitu seterusnya, sehingga saya bisa memproduksi lebih banyak lagi,” ungkapnya
“Alhamdulillah hasil penjualan yang saya dapatkan tidak pernah saya pakai, malahan kalau menerima gaji dari pondok pesantren, saya tambahkan modalnya,” tambah Guru TIK Ponpes Darul Hikmah Koto Baru Dharmasraya ini.
Saat ini terangnya, penjualan Keripik TTS Satria semakin berkembang. Dahulu, Satria harus menjual produknya dari satu toko ke toko lain. Sementara saat ini, ia tak perlu repot-repot mendatangi pembeli. Justru, pembeli yang mendatangi dapur produksinya. Cara ini dianggap Satria lebih efisien karena dia bisa fokus memikirkan produksi. Satria membandrol Keripik TTS seharga Rp10 ribu per bungkus dan sekarang omzet penjualan saat ini lebih kurang Rp10 juta perbulan.
Satria mengatakan, seorang pengusaha harus tahu cara membuat konsumen betah. Dia selalu menjaga komunikasi dengan pembeli yang datang ke dapur produksinya. Dia tak sungkan menunjukkan cara pembuatan Keripik TTS agar konsumen percaya akan kualitasnya.
Satria menambahkan, bahwa September 2018 lalu, Dinas Koperindag Dharmasraya dan Dinas Koperindag Sumbar menyambangi dapur produksinya. (*)
Komentar