Polisi lalu lintas mengatur kendaraan di ruas Jalan Perintis Kemerdekaan, Padang. Sayangnya, tumpukan sampah yang dibuang warga menumpuk dan menimbulkan bau tak sedap.
BLKG PONDOK, METRO–Masalah sampah sepertinya masih menjadi masalah mendasar bagi sebagian masyarakat Kota Padang. Kekurangan sarana dan prasarana pendukung masih dikeluhkan.
Saat ini, ketersediaan kontainer dinilai masih sedikit dan jauh. Sementara di sisi lain, banyak bak sampah permanen yang telah dibangun sebelumnya telah dihancurkan. ”Dulu ada bak sampah permanen, tapi sekarang malah dihancurkan. Akibatnya kita semakin jauh dan sulit membuang sampah,” ujar pengurus LPS Kelurahan Kampung Pondok, Anwar Lukman kepada koran ini kemarin.
Lokasi kontainer yang jauh dan terbatas, kata Anwar sangat menyusahkan petugas LPS (lembaga pengelolaan sampah) yang bertugas mengangkut sampah dari rumah tangga ke kontainer. Sementara di sisi lain, Pemko Padang melalui DKP tidak pernah memberikan insentif atau biaya tambahan pada LPS di masing-masing kelurahan.
Selama ini, kata dia, LPS tidak berani memungut uang dengan jumlah tertentu kepada warga karena DKP juga memungut retribusi sampah setiap bulannya. Warga hanya memberi uang kepada LPS alakadarnya. Ada yang member Rp10.000 dan ada pula yang member Rp20 ribu. Dalam sebulan, kata Anwar, rata-rata pnegurus LPS hanya berhasil mengumpulkan uang sumbangan warga sebanyak Rp1.140.000.
Uang tersebut dibayarkan kepada operator (pengangkut sampah) sebesar Rp1 juta. Sisanya sebesar Rp140.000 tak cukup untuk membeli bahan bakar becak motor yang dipergunakan setiap hari untuk mengangkut sampah tersebut.
Idealnya, kata Anwar, pemerintah memberi insentif tambahan pada LPS dari hasil pungutan sampah yang dikutip DKP setiap bulannya dari masyarakat. Minimal untuk membeli bensin dan biaya perawatan kendaraan. “Sampai sekarang kita masih terkendala. Biaya perbaikan kendaraan dan BBM tak ada,” ujarnya.
Warga lainnya, Aming (50) mengatakan, gagasan pembentukan LPS oleh Pemko Padang cukup bagus. Namun Pemko kata dia tidak bisa serta merta melepas LPS bekerja mengangkut sampah. Sementara di sisi lain mereka tak diberi sokongan dana. “Kalau kami ini mampunya cuma bayar Rp10 ribu kepada LPS. Kadang-kadang Rp15 ribu. Kan retribusi sampah juga sudah dipungut DKP,” katanya.
Terkait keberadaan kontainer sampah, untuk kawasan Pondok dan sekitarnya kini diletakkan di Muaro Batang Arau. Pengurus LPS mengantarkan setiap hari ke sana. Idealnya, kata Aming, pemerintah memberikan insentif tambahan pada LPS, agar bekerja maksimal.
Afrizal: Silahkan Pungut Iuran
Kepala DKP Afrizal Khaidir menyebutkan dalam sistem pengelolaan sampah model Padang, tidak ada memuat LPS. Masyarakat diminta mengantarkan sampah ke kontainer-kontainer yang telah disediakan. Namun bagi warga yang tidak sanggup membuang sampah ke sana setiap hari, maka bisa membentuk LPS dengan difasilitasi kelurahan.
LPS diberi kewenangan memungut iuran kepada warga. Jika LPS merasa dana yang dipungut kurang memadai, maka bisa menyepakati nilai iuran tertentu dengan warga. ”Silahkan pungut iuran, rembukkan dengan warga tentang besaran iuran,” ujar Afrizal.
Untuk membantu LPS, Pemko, kata Afrizal, telah membantu satu unit becak sampah di setiap kelurahan. Namun untuk membantu biaya operasional LPS, tidak ada anggaran khusus. “Kita tidak memberikan dana. Silahkan pungut iuran pada warga,” kata Afrizal. (tin)