PADANG, METRO – Sebanyak 19 kabupaten/kota di Sumbar berkomitmen memiliki regulasi terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Pengendalian Iklan, Promosi, dan Sponsor (IPS) Rokok, sebagai wujud komitmen Pemerintah Daerah dalam memenuhi hak-hak anak, sekaligus aksi nyata melakukan upaya perlindungan anak dari dampak negatif rokok.
Ke-19 kabupaten/kota itu masing-masing adalah 12 kabupaten (Padangpariaman, Pasaman, Pasaman Barat, Dharmasraya, Pesisir Selatan, Agam, Tanahdatar, Limapuluh Kota, Sijunjung , Kepulauan Mentawai, Solok, dan Solok Selatan), dan 7 kota (Padang, Bukittinggi, Sawahlunto, Padangpanjang, Solok, Pariaman, dan kota Payakumbuh).
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumbar, Besri Rahmad, menyambut baik komitmen 19 kabupaten/kota untuk membuat peraturan terkait KTR dan Pengendalian IPS Rokok.
“Komitmen ini diharapkan dapat mendorong percepatan untuk mewujudkan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) di wilayah Sumbar. Sehingga anak-anak Sumbar dapat tumbuh kembang menjadi generasi yang berkualitas, yang mampu berperan dalam pembangunan di negeri ini,” ujar Besri pada acara Workshop bertema ’Memperkuat Komitmen kabupaten/kota untuk melindungi anak dari asap dan paparan IPS Rokok untuk mewujudkan KLA di Sumbar,” Sabtu (28/9).
Kota Padang, menjadi salah satu kota yang berkomitmen penuh untuk mewujudkan Padang sebagai KLA. Menurut Wali Kota Padang Mahyeldi, jika ingin menjadi Kota Layak Anak maka Padang harus memiliki sebuah sistem perlindungan dan pemenuhan hak anak yang holistik dan terintegrasi dari semua sektor pembangunan seperti peranan eksekutif, legislatif, yudikatif, masyarakat, dunia usaha, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
“Pelarangan iklan rokok ini menjadi salah satu bentuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak anak di daerah,” kata Mahyeldi.
Pemko Padang sejak tahun 2018 melarang iklan rokok di seluruh wilayah kota Padang, dengan tujuan kuat untuk pembangunan karakter dan perlindungan anak dari dampak buruk rokok.
“Kami tidak ingin meninggalkan anak-anak dalam keadaan lemah. Karena keberadaan iklan-iklan rokok tersebut berdasarkan berbagai penelitian sangat mempengaruhi anak untuk merokok,” tegas Mahyeldi.
Ia mengutip sebuah survei yang dilakukan Yayasan Ruang Anak Dunia (Ruandu) pada 2018, dimana sebanyak 77 % anak dan remaja di Kota Padang tertarik mencoba rokok karena iklan dan promosi dan sponsor rokok.
Pemerintah Kota Padang sendiri sudah memiliki Perda KTR sejak tahun 2012. Di tahun 2017 Pemko berinisiatif merevisi peraturan KTR tersebut untuk memasukkan tambahan regulasi terkait pelarangan IPS rokok. Tapi sampai sekarang, revisi perda belum mempunyai status hukum yang tetap akibat pengesahannya ditunda. DPRD Kota Padang masih belum menyetujui revisi Perda KTR yang di dalamnya termuat larangan total iklan, promosi, dan sponsorship rokok regulasi tersebut.
Namun, meskipun revisi perda KTR belum disahkan, Padang sudah memiliki Peraturan Walikota (Perwako) Nomor 46 tahun 2017 tentang penyelenggaraan reklame yang mengatur tentang pelarangan konten reklame yang mengandung unsur produk tembakau/rokok. Pelarangan reklame rokok, selain melalui Perwako, juga disampaikan dalam bentuk surat edaran dan imbauan.
Sementara itu, Kabid Pemenuhan Hak Anak atas Kesejahteraan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Anita Putri Bungsu, juga mengapresiasi komitmen 19 Kabupaten/Kota di Sumbar untuk membuat regulasi terkait KTR dan Pengendalian IPS Rokok dalam rangka mewujudkan KLA di wilayah ini.
Menurut Anita, kebijakan KLA merupakan komitmen Kementerian PPPA dalam melindungi anak dari dampak rokok, dimana salah satu indikator KLA tahun 2019 adalah Tersedia Kawasan Tanpa Rokok dan tidak ada Iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok. (Indikator 17, Klaster III).
Ia menambahkan, KLA merupakan upaya pemerintahan kota/kabupaten untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) dalam kebijakan, institusi, dan program yang layak anak. Ciri kabupaten atau kota yang sudah dapat dikatakan KLA, ujarnya, yaitu yang memiliki sistem pembangunan yang menjamin pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus yang dilakukan secara terencana, menyeluruh dan berkelanjutan.
Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak, menyatakan, saat ini kecenderungan perokok pemula usianya lebih dini, yaitu pada kelompok usia 10-14 tahun, naik 2 kali lipat dalam kurun waktu 9 tahun. Berdasarkan hasil Riskesdas (2018) menunjukan perokok anak meningkat menjadi 9.1% atau 7.8 Juta anak usia 10-15 tahun, padahal target RPJMN adalah 5.4%.
“Salah satu pemicu naiknya perokok anak adalah maraknya Iklan, Promosi dan Sponsor (IPS) rokok di sekitar mereka dan promosi harga rokok yang sangat murah. Ini diperkuat hasil monitoring iklan rokok yang dilakukan di 5 kota bahwa 85% sekolah dikelilingi iklan rokok. Hasil pemantauan yang dilakukan Forum Anak di 10 kota juga menemukan ada 2.868 iklan, promosi, dan sponsorship rokok.
Selain itu, studi Surgeon General yang disampaikan WHO 2009 menyimpulkan bahwa iklan rokok mendorong perokok meningkatkan konsumsinya, serta mendorong anak-anak untuk mencoba merokok dan menganggap rokok sebagai hal yang wajar,”kata Lisda.
Lisda menjelaskan, untuk menjadi Kabupaten/Kota Layak Anak, salah satu indikator yang harus dipenuhi adalah tidak boleh ada iklan, promosi dan sponsor rokok dan harus ada Perda KTR untuk melindungi anak-anak dari target pemasaran industri rokok dan paparan asap rokok.
Untuk mendorong agar semua Pemerintah Daerah segera melaksanakan amanah untuk membuat peraturan dan melaksanakan KTR, akhir November 2018 Kementerian Dalam Negeri sudah menerbitkan surat edaran No. 440/7468/Bangda perihal “Penerapan Regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Daerah” .
Namun demikian, berdasarkan hasil penelusuran tim Lentera Anak, hingga tahun 2018, baru 43% daerah yang telah memiliki peraturan terkait KTR dan saat ini baru 10 dari 516 Kabupaten/Kota yang telah memiliki peraturan pelarangan iklan, promosi dan sponsors rokok (Kemenkes, 2018).
Sementara itu, dari 389 kab/kota yang berkomitmen menjadi kota layak anak, namun, hanya 103 kota yang memiliki peraturan terkait KTR dan hanya 10 kab/kota yang memiliki pelarangan IPS rokok.
Padahal, kata Lisda, sudah banyak bukti menunjukkan bahwa anak-anak menjadi target industri rokok untuk menjadikan mereka sebagai pelanggan setia di masa depan. Sehingga, sangat dibutuhkan komitmen dan keberanian pimpinan daerah untuk melindungi anak-anak dari target pemasaran industri rokok dan dari bahaya zat adiktif rokok. (rel)