SUDIRMAN, METRO–Keluhan jual beli seragam terjadi pada sekolah negeri, madrasah maupun sekolah swasta dari berbagai tingkatan, selalu mewarnai saat Tahun Ajaran (TA) baru sekolah di Kota Padang dan juga daerah lain di Sumbar. Ombudsman Sumbar menilai, aturan pembelian seragam sekolah bagi peserta didik baru merupakan bagian dari pungutan liar (pungli).
Baru-baru ini, Ombudsman menerima keluhan satu dari sejumlah laporan masyarakat terkait aturan kebijakan pembelian baju tersebut. “Laporan orangtua siswa memang ada, itu yang kami tindaklanjuti,” kata Kepala Keasistenan Pencegahan Ombudsman Sumbar, Adel Wahidi, Selasa (4/7) pagi.
Adel menjelaskan, pembelian seragam sekolah sebagai salah satu syarat pada saat pendaftaran ulang bagi peserta didik baru yang diterima di sebuah sekolah merupakan bagian dari pungutan liar (pungli). “Apapun alasannya, itu sudah bisa dikategorikan sebagai pungli,” katanya.
Padahal, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) memiliki aturan resmi terkait seragam sekolah untuk siswa SD hingga SMA. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 50 Tahun 2022.
Menurut Permendikbudristek Nomor 50 tahun 2022, sekolah tidak boleh mengatur kewajiban dan atau memberikan pembebanan pada orang tua atau wali siswa untuk membeli pakaian seragam sekolah baru pada setiap kenaikan kelas maupun saat penerimaan siswa baru.
Tercantum dalam pasal 3, seragam sekolah untuk siswa jenjang SD, SMP, SMA atau SMK dan SLB di Indonesia terdiri dari pakaian seragam nasional dan pakaian seragam pramuka. Di luar seragam ini, sekolah bisa mengatur pakaian seragam khas sekolah, misalnya batik dengan corak tertentu.
Dalam hal ini, sekolah bisa mengatur seragam sekolah bagi peserta didik, sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 4. Selain pakaian seragam sekolah dan pakaian seragam khas sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dapat mengatur pengenaan pakaian adat bagi peserta didik pada sekolah.
Peraturan tentang pakaian seragam sekolah yang ditentukan resmi oleh pemerintah memiliki tujuan. Pada pasal 2 aturan Kemendikbud dijelaskan tujuan dari kesamaan seragam sekolah ini adalah untuk meningkatkan kesetaraan antar siswa tanpa memandang latar belakang sosial ekonomi orang tua atau wali siswa.
Tujuan lain dari adanya kesamaan seragam ini bertujuan untuk menanamkan dan menumbuhkan rasa nasionalisme, kebersamaan, persatuan, memperkuat persaudaraan antara siswa sekolah, serta meningkatkan disiplin dan tanggung jawab siswa.
Dalam Permendikbud ini, menurut Menteri Nadiem, bahwa pengadaan seragam sekolah menjadi tanggung jawab orang tua atau wali peserta didik. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, sekolah, dan masyarakat dapat membantu pengadaan seragam sekolah dan pakaian adat bagi peserta yang kurang mampu.
Meski demikian, Menteri Nadiem menegaskan bahwa sekolah tidak boleh mengatur kewajiban yang memberikan pembebanan kepada orang tua untuk membeli seragam sekolah baru pada setiap kenaikan kelas dan/atau penerimaan peserta didik baru.
“Jadi, sudah jelas aturannya. Sekolah tidak boleh menjual seragam, apalagi mewajibkan orang tua membelinya,” tegas Adel.
Posko Pengaduan
Di sisi lain, Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat membuka posko layanan pengaduan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Pelajaran 2023-2024. “Seperti biasa, kami selalu punya atensi khusus dalam melakukan pengawasan pelaksanaan PPDB setiap tahun,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman Sumbar, Yefri Heriani.
Menurut Yefri, PPDB merupakan layanan yang bersifat massal setiap tahun. Orang tua memasukkan anaknya ke TK, SD, SMP, SMA, termasuk sekolah keagamaan, hingga Perguruan Tinggi.
Melibatkan banyak penyelenggara, mulai dari Dinas Pendidikan (Disdik) hingga Satuan Pendidikan, juga melibatkan beberapa Kementerian. Seperti, Kementerian Agama (Kemenag) dan Pendidikan. Kemudian, ada juga satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh swasta.
Yefri menilai akan ada banyak potensi maladministrasi dari semua proses PPDB itu. Mulai dari tidak memberikan pelayanan, penyimpangan prosedur, hingga permintaan uang yang kebanyakan terjadi saat mendaftar ulang.
“Ada juga pendaftaran ulang yang dikaitkan dengan pembelian baju. Jadi, kalau tidak beli baju di sekolah, tidak bisa daftar ulang,” katanya.
Padahal, katanya, PPDB seharusnya gratis dan tidak berkaitan dengan apapun. Sekolah bahkan dilarang untuk ikut menjual seragam ataupun buku.
Jika mengalami maladministrasi dalam pelaksanaan PPDB, masyarakat dapat langsung melaporkan melalui Layanan Pengaduan WA di nomor 0811-955-3737, Call Centre 137, atau datang langsung ke Kantor Ombudsman Sumbar di Jalan Sawahan nomor 58, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang.
Syarat Mendaftar Ulang
Pengaduan dan konsultasi juga dapat dilakukan melalui surat elektronik (surel) atau e-mail dengan tujuan alamat: pengaduan.sumbar@ombudsman.go.id, serta media sosial (medsos) Ombudsman Sumbar, Facebook dengan akun Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat dan IG dengan akun @OmbudsmanRI137_sumbar.
Selain itu, layangan pengaduan juga dapat dilakukan melalui layanan Scan Barcode.
Terpisah, salah satu orangtua pelajar SMA di Kota Padang menyebut bahwa kebijakan pembelian baju seragam sekolah disampaikan sekolah di saat pengumuman sejumlah anak-anak yang diterima di sekolah tersebut.
“Pada saat pengumuman itu, sekolah meminta untuk membeli seragam sebagai syarat atau konfirmasi untuk mendaftar ulang, itu diumumkan secara lisan melalui mikrofon sekolah,” kata salah satu orangtua siswa, Wista (45), Senin (3/7).
Bahkan, katanya, uang baju atau seragam itu harus segera dibayar lantaran para peserta didik baru akan memasuki masa orientasi pada Rabu (5/7).
“Jumlahnya itu nyaris tembus Rp600 ribu lebih, terdiri dari baju seragam putih abu-abu, pramuka, batik, baju khusus semacam adat itulah (basiba atau taluak balango), dan baju olahraga,” tutur orangtua pelajar tersebut.
Solsel Gratis
Berbeda dengan Kota Padang, di Kabupaten Solok Selatan (Solsel), Pemkab malah menggratiskan seragam sekolah untuk para siswa. Program ini sudah dimulai oleh Bupati Khairunnas sejak 2021 lalu. Dan di tahun ini, seragam sekolah gratis ini kembali dilanjutkan.
Untuk tahun pertama di 2021, Pemerintah Kabupaten Solok Selatan telah menganggarkan dana kurang lebih Rp 1,1 Milyar untuk program seragam gratis bagi siswa baru SD dan SMP.
Sedangkan, pada tahun 2022 dialokasikan dana sekitar Rp2,5 miliar untuk seragam gratis. Bahkan pemberian seragam gratis tersebut tidak hanya bagi siswa baru SD dan SMP, tapi juga untuk siswa baru Madrasah, SMA, SMK di Solok Selatan. Ada sekitar 19.000 stel yang terdiri dari seragam putih dasar dan pramuka dibagikan kepada para siswa.
Sementara, di tahun 2023 pembagian seragam gratis masih berlanjut dengan alokasi anggaran mencapai Rp4,5 miliar yang bersumber dari APBD Solok Selatan. Seragam gratis diberikan kepada siswa mulai dari PAUD hingga SMA.
Menurut Bupati Solsel Khairunas, seragam sekolah gratis juga menyasar sekolah di luar naungan Pemkab Solok Selatan. Menurutnya sekolah-sekolah yang berada di Kabupaten Solok Selatan ini juga merupakan tanggung jawab Pemkab Solok Selatan. Sebab, Pemkab Solok Selatan dengan program pendidikannya menjadi program unggulan yang telah dituangkan ke RPJMD Kabupaten Solok Selatan. (rom)