SAWAHAN, METRO–Ramadhan 1443 Hijriah sudah hadir di tengah umat muslim. Meskipun masih situasi pandemi covid-19, kaum muslimin hendaknya tetap semangat dalam menyambut bulan suci ini dengan penuh suka cita, namun tetap mematuhi protokol kesehatan (prokes) untuk menghindari terjadinya lonjakan kasus.
Hal ini disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang, Duski Samad, Jumat (1/4). Ia mengajak warga Kota Padang, khususnya kaum muslim yang menunaikan ibadah puasa, mematuhi prokes dalam menjalankan ibadah puasa. Sebab situasi pandemi masih melanda negeri ini. Apalagi ada varian Omicron.
“Tahun awal pandemi, umat muslim menjalankan ibadah puasa penuh keprihatinan, karena kehidupan bersama masih harus berdampingan dengan pandemi Covid-19. Namun, pada ibadah puasa Ramadhan tahun ini, alhamdulillah ada yang patut disyukuri bersama dibanding tahun lalu. Menyusul pelonggaran terbaru atas beberapa prosedur di ruang publik, ada keleluasaan bagi umat untuk beribadah bersama,” ungkap Duski Samad.
Misalnya, umat sudah diizinkan salat wajib berjamaah, shalat tarawih, dan melakukan kegiatan keagamaan lainnya di masjid dan mushalla. Tentu, tetap dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan pembatasan kapasitas. Pelonggaran ini menjadi pertanda progres bersama yang cukup signifikan dalam penanganan pandemi di dalam negeri.
Maka, umat muslim di Indonesia patut bersyukur karena sudah dibolehkan melakukan ibadah berjamaah, walau tetap dengan penuh kehati-hatian karena pandemi Covid-19 yang masih mewabah. Sikap bersyukur itu hendaknya dipegang teguh oleh umat, karena bersyukur menjadi hakikat dari puasa Ramadhan itu sendiri.
“Namun, yang harus diingat masyarakat jangan lengah. Apalagi sampai melanggar aturan. Nanti yang menanggung risikonya juga masyarakat,” papar Duski Samad.
Di sisi lain, ketua MUI juga mengimbau umat muslim di Kota Padang tidak euforia dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Apalagi balimau dengan yang bukan muhrim di berbagai lubuak dan pemandian lainnya.
Menurutnya, balimau yang dilakukan warga jelang masuknya Ramadhan boleh saja. Namun bukan berpasangan atau berduaan di lokasi umum. Melainkan dilaksanakan di rumah masing-masing.
Ia mengatakan, muhasabah diri dan saling bermaafan antar sesama dan orang tua lebih afdal. Supaya ibadah yang dijalankan diterima oleh Allah dan penghambat umat Islam beribadah tidak ada.
Di sisi lain, Ketua MUI Kota Padang ini juga berpesan jika terjadi perbedaan dalam penetapan 1 Ramadhan, agar perbedaan tersebut tidak mengurangi kekhidmatan ibadah puasa. Para tokoh diminta untuk memandu umat dalam menyikapi perbedaan tersebut.
Untuk diketahui, Muhammadiyah jauh hari sebelumnya telah menetapkan awal puasa jatuh pada Sabtu (2/4), sesuai perhitungan hisab hakiki wujudul hilal.
Sedangkan menurut perhitungan imkanurrukyah, kemungkinan hilal atau bulan muda belum terlihat pada Jumat petang. Dimungkinkan keputusan sidang isbat awal Ramadhan yang diadakan Kemenag pada Jumat petang mendatang adalah menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi 30 hari sehingga awal puasa jatuh pada tanggal 3 April.
“Perbedaaan 1 Ramadhan dan juga 1 Syawal bukan hal baru. Bukan baru kali ini saja terjadi perbedaan awal puasa. Jadi bukan hal yang istimewa, cuma perbedaan hitungan saja. Jangan jadi polemik. Tidak ada yang salah,” ungkap Duski Samad.
“Mari bijak melihat perbedaan ini. Tetap menjaga kerukunan dan tak perlu jadi polemik,” lanjutnya. (ade)