JAKARTA, METRO–Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2021 dalam Sidang Paripurna DPR RI ke-26 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022, pada Kamis (30/6). Laporan realisasi APBN TA 2021 ini adalah satu dari tujuh Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2021 yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ani, sapaan Sri Mulyani memaparkan, realisasi pendapatan negara tahun 2021 mencapai Rp 2.011,3 triliun. Itu terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.547,8 triliun, Penerimaan Negara Bukan (PNBP) sebesar Rp 458,5 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp 5,0 triliun.
Realisasi pendapatan negara tersebut melampaui target yang ditetapkan dalam APBN tahun 2021, yaitu 115,35 persen atau tumbuh 22,06 persen dibandingkan realisasi tahun 2020. “Ini adalah pencapaian di atas 100 persen pertama kali sejak 12 tahun terakhir,” kata Sri Mulyani.
Lebih lanjut, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyampaikan, realisasi penerimaan perpajakan yang sebesar Rp 1.547,8 triliun tersebut mencapai 107,15 persen dari target APBN TA 2021. Penerimaan negara telah kembali pada level prapandemi pada tahun 2019 yaitu Rp 1.546,1 triliun.
Di sisi belanja, realisasi belanja negara pada 2021 mencapai Rp 2.786,4 triliun atau 101,32 persen dari APBN TA 2021. Realisasi belanja negara tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 2.000,7 triliun serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp 785,7 triliun.
Berdasarkan realisasi pendapatan negara dan realisasi belanja negara, terdapat defisit anggaran sebesar Rp 775,06 triliun. Realisasi defisit anggaran diklaim masih terkendali pada level 4,57 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Angka defisit ini lebih rendah dari target APBN sebesar 5,70 persen,” ungkap Ani.
Sementara itu, realisasi pembiayaan neto 2021 mencapai Rp 871,7 triliun atau 86,62 persen dari target APBN Rp 1.006,4 triliun. Pembiayaan tersebut terdiri dari pembiayaan dalam negeri sebesar Rp 881,6 triliun dan pembiayaan luar negeri minus Rp 9,9 triliun.
Pembiayaan tahun 2021 difokuskan untuk menutup defisit dan dimanfaatkan untuk investasi pemerintah pada BUMN dan BLU, terutama untuk percepatan pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas SDM. “Dengan defisit yang lebih rendah, sebagai akibat membaiknya pendapatan negara dan optimalisasi pembiayaan anggaran, terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun 2021 sebesar Rp 96,6 triliun,” katanya.
SiLPA tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kewajiban pemerintah yang tertunda, agar kesinambungan fiskal APBN ke depan semakin baik dalam mendukung konsolidasi fiskal pada tahun 2023. (jpc)