Setelah melakukan Audiensi dengan Pemda, Koalisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (KAPAK) datangi gedung DPRD Mentawai, melakukan audiensi dengan anggota DPRD Mentawai Rabu (9/7). Rombongan disambut 10 Anggota DPRD yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Mentawai, Jakop Saguruk di Aula DPRD.
Ketua koordinator KAPAK Mentawai, Nikanor Saguruk menyampaikan, mereka hadir sebagai wujud dari keprihatinan atas kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi pada anak-anak Mentawai. Hingga ada satu korban pelecehan seksual meninggal karena defresi.
“Oleh karena itu kami seluruh organisasi yang ada di KAPAK melalukan aksi solidaritas buat korban 2 Juli lalu di Tugu Sikirei, sekaligus mendesak Polres Mentawai melimpahkan kasus yang bersangkutan ke Kejaksaan agar segera di sidangkan di Pengadilan,” ujar Nikanor Saguruk.
Sandang Simanjuntak, salah seorang peserta menyampaikan, persoalan kekerasan terhadap anak dan perempuan di Mentawai ini harus dituntaskan dengan keadilan yang berpihak pada korban. Data kasus kekerasan dan pelecehan seksual tiap tahun mengalami peningkatan. Keberadaan P2TP2A yang ada di kecamatan belum mumpuni untuk melakuka pendampingan dan pengawalan kasus-kasus yang ada karena anggaran yang minim.
“Mereka layaknya sebuah alat yang tidak bisa berbuat apa-apa ketika mereka bekerja di bawah naungan pemerintah daerah tanpa dukungan dana. Oleh karena itu ke depan P2TP2A ini bisa bekerja kembali untuk melakukan pendampingan bagi korban predator anak yang masih berkeliaran di Mentawai,” sebutnya.
Rapor P, perwakilan lembaga menyampaikan, kondisi saat ini kita tengah menghadapi Krisis Moral atas perlakukan orang-orang bejat terhadap anak dan perempuan. Belum ada perhatian serius dan khusus dari pemerintah yang diberikan kepada anak-anak Mentawai yang menjadi korban. Hal ini terbukti dari anggaran yang sangat minim P2TP2A hanya 6 Jutaan tahun 2019. “Saatnya kita perlu melahirkan sebuah produk hukum daerah (Perda) untuk perlindungan anak dan perempuan di Mentawai,” kata Rapor P.
Ardiman Saurei, juga menyoroti Regulasi yang harus dipercepat rancang dan ditetapkan bersama DPRD. “Kami dari koalisi siap memberikan masukan-masukan dalam penyusunan rancangan Peraturan Daerah yang akan kita kerjakan secara bersama-sama,” tegasnya.
Indra Gunawan, menyoroti bahwa kasus-kasus yang ada saat ini yang belum dilaporkan ke pihak berwajib bisa jadi karena korban dan keluarga korban tidak punya pilihan-pilihan untuk menyelesaikan kasusnya. Sehingga korban dan keluarga menyelesaikan kasus tersebut di tingkat kekeluargaan atau diselesaikan secara adat. Karena dalam pikiran mereka, ketika berhadapan dengan hukum, maka mereka tidak punya biaya sekiranya mereka dipanggil sebagi saksi hingga gelar perkara di Pengadilan Negeri Padang.
“Oleh karena itu untuk melindungi hak-hak korban, DPRD punya kewenangan terhadap anggaran. Dan berharap DPRD Mentawai bisa menganggarkan pendampingan hingga proses hukum selesai di pengadilan,” kata Indra Gunawan.
Wakil ketua DPRD Mentawai, Jakop Saguruk mengatakan, bahwa kasus-kasus kekerasan seksual pada anak seolah-olah dianggap kasus biasa saja.
Jakop Saguruk menambahkan, baru-baru ini juga ada oknum Kades dari kecamatan Siberut Utara, kasusnya dari awal dikatakan pelecehan terhadap anak, kemudian sampai di sini menjadi kasus pornografi. “Ini menandakan proses penegakan hukumnya tidak serius, pelaku pun wajib lapor saja. Seolah-olah kasus seperti ini jadi kasus yang biasa-biasa saja, padahal ini kasus luar biasa yang harus diselesaikan dengan cara luar biasa juga proses hukumnya,” kata Jakop Saguruk.
Sementara Juniarman Samaloisa dari Partai Demokrat, kasus-kasus pelecehan yang seksual yang terjadi di Mentawai ini, pelakunya adalah orang orangnya yang punya kekuasaan, misal kepala desa, guru, ustad, pendeta, bahkan orang-orang yang dekat dengan korban, bisa keluarganya sendiri. Sehingga sulit kita menyangka kalau relasi kekuasaan itu berpengaruh terhadap perbuatan tidak bermoral.
Seluruh unsur hendaknya sepakat untuk memperkuat P2TP2A dari sisi anggaran karena secara Nasioanal, mereka diakui negara untuk melakukan kerja-kerja pendampingan, pemberdayaan dan pencegahan terhadap kekerasan anak dan perempuan.
Beberapa anggota dewan lainnya yang hadir juga mengatakan akan mendukung Penyelesaian kasus-kasus yang ada melalui proses penganggaran di APBD-Perubahan, juga lahirnya sebuah produk hukum (Perda) yang akan melinndungi hak-hak korban.
Diharapkan koalisi KAPAK ini bisa menjadi sebuah organisasi yang berbadan hukum agar gerakan-gerakan perlawanan terhadap kekerasan pada anak di Mentawai bisa tetap eksis dan kuat sehingga bisa menakan jumlah kasus hingga,” harapnya. (s)