PADANG, METRO
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Barat tengah menghadapi dilema yang cukup krusial pada Kamis ( 9./7), ada dua hal penting yang mesti mendapat penyelesaian yang bijak mengingat pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang bergulir pada 9 Desember mendatang.
“Tanggal 9 Juli ini ada hal yang sangat penting bagi tahapan pilkada. Pertama, dana hibah dari Pemerintah Provinsi Sumbar kepada KPU yang tertuang dalam NPHD harus dicairkan seluruhnya atau cair 100 persen. Padahal saat ini daerah terkendala oleh realokasi anggaran untuk menghadapi Pandemi Covid-19,” ujar Anggota DPD RI Leonardy Harmainy usai berkunjung ke Kantor KPU Provinsi Sumbar, Rabu (8/7)
Dikatakannya, persoalan pencairan keseluruhan dana NPHD tentu harus berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Sumbar. “Tingkatkan terus koordinasi dengan Gubernur Sumbar, Bupati dan walikota yang daerahnya ikut menyelenggarakan pilkada guna mendapatkan solusi terbaik dari persoalan ini,” ujarnya.
Leonardy juga mengatakan bahwa pemerintah daerah pasti paham dengan hal ini. Sebab pemerintah pusat telah memutuskan untuk melaksanakan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020, dan sesuai edaran Mendagri yang mengharuskan dana hibah dikeluarkan 100 persen lima bulan sebelum hari H pemilihan tentu dengan pertimbangan yang matang dalam menjamin tahapan pilkada.
Selain itu, KPU Provinsi Sumbar pada tanggal yang sama juga menghadapi persoalan krusial bagi tahapan pilkada yaitu pemutakhiran data pemilih. Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) yang berjumlah 12.560 orang harus lolos rapid test, dengan rapid test yang memerlukan biaya tersebut menjadi masalah.
Dalam Surat Edaran (SE) Nomor: HK.02.02/1/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi, yang ditetapkan di Jakarta pada 6 Juli 2020 dinyatakan Biaya rapid test itu adalah Rp150.000. Itu biaya tertinggi menurut surat edaran yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Bambang Wibowo.
Sementara dari pihak KPU, Leonardy mendapatkan informasi bahwa rumah sakit yang ada tidak mau melayani rapid test dengan biaya sebesar itu. Rumah sakit beralasan alat uji saja yang mereka punya harganya Rp200.000, tentu biaya pengujiannya lebih dari itu. Belum lagi masalah peraturan walikota atau peraturan bupati yang berkaitan dengan pendapatan daerah.
“Kita harus mendorong agar Menteri Kesehatan menyurati langsung beberapa rumah sakit terkait biaya maksimal rapid test suapaya KPU juga bisa berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memanfaatkan peluang rapid test atau swab test gratis,” ungkap Leonardy.
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Sumbar Amnasmen benar-benar diuji nyali dan kapabilitasnya dalam menghadapi persoalan ini. Amnasmen menyebutkan tahapan Pilkada yang dimulai lagi pada 15 Juni lalu cukup lancar, namun ia pun tak menampik bahwa tugas KPU untuk menggelar pilkada ini bertambah berat.
“Untuk menjalankan hal teknis saja KPU Sumbar sedikit kewalahan. Apalagi dengan adanya keharusan menjalankan Protokol Kesehatan Covid-19 ini. Namun apa pun kesulitan harus dilaksanakan demi memilih Pemimpin Sumbar berikutnya yang mampu memperjuangkan kemajuan Sumbar ke depan,” tegasnya.
Dia mencontohkan kesulitan dalam pengadaan dan pendistribusian alat pelindung diri pada verifikasi faktual calon perseorangan telah dilaksanakan pada 24-29 Juni 2020. Kerjasama dengan stakeholder terkait petugas dapat memakai alat pelindung diri berupa masker, sarung tangan, face shield, hand sanitizer, bahkan baju hazmat.
Ditambahkannya, KPU akan berupaya memberikan jaminan rasa aman kepada penyelenggara di daerah dan pemilih. KPU ingin pelaksanaan tahapan pilkada bukan menjadi cluster baru bagi Covid-19. Terkait pencairan NPHD yang 100 persen dan keharusan rapid test ini, Amnasmen sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Sumbar. Begitu juga KPU di 11 Kabupaten dan 2 Kota di Sumbar.
Amnasmen mengingatkan PPDP ini nantinya bakal bertugas pada 15 Juli nanti setelah dilantik dan mendapat bimbingan teknis yang direncanakan pada tanggal 10-14 Juli 2020. Mereka ini yang diharapkan untuk menenangkan semua pihak bahwa data pemilih sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. (heu)