PADANG, METRO–Bupati Padangpariaman Suhatri Bur, menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi ganti rugi lahan tol Padang-Pekanbaru dengan 13 orang terdakwa, yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang, Senin (18/7).
Dalam sidang tersebut, Bupati Padanpariaman banyak menerangkan tidak tahu ketika dicecar pertanyaan. “Saya menjadi bupati Februari 2021. Dan untuk aset saya tidak tahu,” katanya.
Ia menyebutkan, dirinya tidak tahu apakah jalan tol termasuk Ibu Kota Kabupaten (IKK). “Untuk pembayaran ganti rugi saya tidak tahu,” sebutnya lagi.
Di hadapan majelis hakim, orang nomor satu di Padangpariaman juga meminta minum kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam sidang tersebut, tampak agak tegang antara Bupati Padang Pariaman dengan Penasihat Hukum (PH) terdakwa. Dimana dalam sidang, PH terdakwa melihatkan foto bupati.
“Di sini ada foto saksi, bisa lihat ke sini,” ujar PH terdakwa Dr Suharizal, ketika menanyakan kepada saksi Suhatri Bur.
“Bisa jadi itu sewaktu saya masih kampanye,” sebut Suhatri yang saat itu memakai baju batik lengan panjang dan peci hitam.
Saksi lainnya yakninya, Mursal menuturkan, salah satu tujuan pengukuran adalah, untuk pengambilan koordinat taman kehati. Selain itu, JPU juga memeriksa saksi lainnya, seperti saksi ahli.
Sebelumnya, penyidik Kejati Sumbar telah menjerat 13 orang sebagai tersangka dari berbagai latar belakang mulai dari warga penerima ganti rugi, aparatur pemerintahan daerah, aparatur pemerintahan nagari, serta pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kelompok tersangka sebagai penerima ganti rugi berjumlah delapan orang yakni BK, MR, SP, KD, AH, SY, RF, dan SA yang diketahui juga merupakan perangkat pemerintahan Nagari. Sementara lima tersangka lainnya adalah SS yang berlatar belakang perangkat pemerintahan Nagari, YW Aparatur Pemerintahan di Padang Pariaman, kemudian J, RN, US dari BPN selaku panitia pengadaan tanah.
Belasan tersangka itu diproses dalam sebelas berkas terpisah, beberapa di antaranya tercatat pernah mengajukan praperadilan namun ditolak oleh hakim.
Kasus itu berawal saat adanya proyek pembangun tol Padang-Sicincin pada 2020 dimana negara menyiapkan uang sebagai ganti rugi bagi lahan yang terdampak pembangunan. Salah satu lahan yang terdampak adalah taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) di Parik Malintang, Kabupaten Padangpariaman, dimana uang ganti rugi diterima oleh orang per orang.
Setelah diusut lebih lanjut oleh kejaksaan ternyata diketahui bahwa taman KEHATI statusnya masuk dalam aset daerah dan tercatat pada bidang aset Badan Pengelolaan Keuangan daerah Padangpariaman. Karena lahan itu termasuk dalam objek ketika Kabupaten Padangpariaman mengurus pemindahan Ibu Kota Kabupaten (IKK) ke Parik Malintang pada 2007.
Pengadaan tanah dalam kegiatan pemindahan IKK saat itu dilengkapi dengan surat pernyataan pelepasan hak dari para penggarap tanah serta dilakukan ganti rugi.
Lahan akhirnya dikuasai oleh Pemkab Padang Pariaman dengan membangun kantor Bupati (2010), Hutan Kota (2011), Ruang Terbuka Hijau (2012), Kantor Dinas Pau (2014), termasuk taman Kehati (2014) berdasarkan SK Bupati seluas 10 hektare.
Pembangunan dan pemeliharaan taman Kehati saat itu menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Lingkungan Hidup serta APBD Padang Pariaman.
Pada bagian lain, Asintel Kejati Sumbar Mustaqpirin menegaskan penyidikan kasus saat ini murni terkait pembayaran ganti rugi lahan, bukan pengerjaan fisik proyek tol. (hen)