PADANG, METRO–Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang, menolak seluruhnya eksepsi terdakwa kasus dugaan korupsi ganti rugi lahan tol Padang-Pekanbaru, yang berlokasi di Taman Kehati Padangpariaman, dalam sidang putusan sela, Kamis (19/5).
Alasan majelis hakim menolak eksepsi terdakwa, karena telah masuk pada pokok perkara. “Menolak nota keberatan (eksepsi) PH terdakwa, sehingga tidak dapat diterima,” kata Hakim ketua sidang Rinaldi Triandoko didampingi Juandra, Dadi Suryadi, Emria, dan Hendri Joni, Kamis (19/5).
Sidang yang digelar sekitar pukul 11.00 WIB hingga siang, dilaksanakan terbuka untuk umum. Selain itu, sidang dilaksanakan secara virtual. Namun khusus untuk terdakwa YW, dilaksanakan secara tatap muka, karena terdakwa sedang sakit. Terdakwa YW tampak menjalani sidang dengan menggunakan kursi roda, dengan didampingi PH.
Menurut PH terdakwa YW Azimar Nursu’ud dan Daniel Jusari mengatakan, kliennya menunggu pembuktian dari kejaksaan. Pasalnya, kliennya juga akan membongkar keterlibatan pihak terkait, yang sepantasnya bertanggung jawab atas kasus yang terjadi saat ini.
“Nantinya Jaksa Penuntut Umum (JPU), akan menghadirkan bukti bukti dan saksi-saksi. Dan kita pun akan melakukan pembuktian juga yang diajukan kepersidangan,”sebutnya.
Sementara itu PH terdakwa Khaidir, yakni Putri Deyesi Rizki menyebutkan, tidak ada masalah bahwa ditolaknya eksepsi. “Kita ingin kepastian hukum, kita lalui proses hukum. Dalam hal ini jelas bahwa masyarakat dirugikan. Dan saya mendukung adanya demo,”ujarnya.
Diwarnai Aksi Demonstrasi
Sementara itu, pada saat sidang dugaan korupsi pembebasan jalan tol berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) kelas 1A Padang, sekelompok masyarakat dari Parik Malintang, Padangpariaman melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Pengadilan Negeri Kelas 1A Padang yang dikawal pihak Kepolisian
Puluhan orang yang mengaku mewakili masyarakat dari Parik Malintang, Padangpariaman tersebut membawa sejumlah poster yang bertuliskan kritikan kepada pemerintah.
Adrizal Kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang uang mendampingi aksi unjuk rasa dari perwakilan masyarakat Parik Malintang tersebut meminta transparansi dari PN dalam mengawal kasus yang menjerat sejumlah masyarakat untuk duduk di kursi pesakitan di pengadilan.
“Delapan orang, dari tiga belas orang orang terdakwa yang disidangkan PN Kelas IA Padang merupakan korban dugaan pelanggaran HAM,” ujarnya berapi-api. Kamis (19/5)
Adrizal menyebut dalam aksi ini, dihadiri oleh perwakilan dari 19 Kepala Keluarga (KK) di Nagari Parit Malintang, yang menuntut transparansi sidang kasus ganti rugi lahan tol.
“Kami berharap para hakim harus cerdas dalam menelaah atau mengkaji kasus ini. Soalnya sangat disayangkan warganya yang awalnya adalah korban pelanggaran HAM malah sekarang menjadi tersangka kasus tersebut,” jelasnya.
Lebih lanjut, Adrizal memaparkan, kasus ganti rugi lahan tol ini tidak bisa dilepaskan dari persoalan pengalihan status lahan milik warga dari tanah milik kaum menjadi lahan milik nagari yang diperuntukan untuk pengembangan kawasan Ibu Kota Kabupaten Padangpariaman pada 2007 yang lalu.
“Pada saat itu, diduga terjadi pelanggaran HAM kepada masyarakat. Jika masyarakat tidak mau mengalihkan status lahannya maka akan terjadi pengucilan secara adat. Ini telah dilaporkan ke instansi pemerintahan pada saat itu, tetapi tidak ditanggapi,” paparnya.
“Timbullah aksi demo pada saat itu. Jika ada yang ketahuan terlibat dalam aksi demo tersebut, maka akan diberikan sanksi adat, dengan membayar sebanyak satu hewan jenis kerbau per orang yang terlibat aksi demo. Sangat di sesalkan demokrasi tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu, kami dari LBH sangat menyesalkan jika ada masyarakat menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi ganti rugi jalan tol ini,” sambungnya.
Oleh karena itu, sebagai penghubung masyarakat Parik Malintang, Adrizal meminta pihak pengadilan harus cerdas dalam meneliti dan mengkaji kasus ini.
“PN harus jeli dengan melihat rentetan peristiwa lain yang sebelum kasus ini terjadi. Hal ini dikarenakan sebelum kasus (ganti rugi lahan tol) ini, ada kasus dugaan pelanggaran HAM. Selain itu, jika benar delapan orang ini terbukti bersalah, masyarakat mempersilahkan di proses secara hukum “ tutupnya. (hen)