PASAMAN, METRO–Sempat mengalami sakit dan diberikan pengobatan, seekor harimau Sumatra mati di Kenagarian Sontang Cubadak, Kecamatan Padang Gelugur, Kabupaten Pasaman, Sabtu (14/8). Namun, masyarakat menolak harimau mati itu dibawa oleh BKSDA ke Padang untuk dinekripsi agar penyebab kematian terungkap.
Meski sudah dilakukan mediasi, niniak mamak dan masyarakat setempat, tetap tidak memberikan izin kepada BKSDA membawa harimau mati. Pasalnya, masyarakat ingin menguburkan harimau tersebut sesuai kearifan lokal, yaitu dimakamkan di depan rumah raja karena masyarakat percaya harimau itu merupakan milik raja.
Babinsa Koramil 05/Rao Kodim 0305 Pasaman, Sersan Naspo Hasibuan mengatakan, masyarakat menolak harimau yang mati itu dibawa oleh BKSDA ke Kota Padang. Pasalnya, masyarakat setempat mau menguburkan harimau tersebut secara adat. Menurut warga, harimau ada tiga ekor.
“Mereka takut dua harimau lagi bisa memangsa manusia. Makanya mereka harus memakamkannya secara adat. Dari pengakuan warga, harimau ini adalah milik raja sudah turun temurun, seluruh masyarakatnya apaalgi keturunan raja Sontang mempercayainya,” kata Sersan Naspo.
Ditambahkan Sersan Naspo, masyarakat juga sangat meyakini dan sudah membuktikan, kalau kampung mau datang masalah atau warga yang berjina, harimau akan datang ke kebun sang raja.
“Apabila harimau sakit, datang juga ke kebun raja untuk diobati. Bahkan sudah beberapa kali mereka memberikanmakanan dan obat di kebun pondok raja. Setelah dilakukan dialog dengan masyarakat, akhirnya harimau mati dikubur di depan rumah raja,” pungkasnya.
Diduga Mati Akibat Dehidrasi Berat
BKSDA Sumbar Ardi Andono dalam siaran persnya mengatakan, pihaknya pada Sabtu pagi sekitar pukul 9.00 WIB menerima laporan dari salah seorang anggota DPRD Kabupaten Pasaman. Ia mengatakan, dapat laporan dari warga yang melihat harimau sakit dan tertidur di dekat Bendungan Sontang, di Kenagarian Sontang Cubadak.
“Warga mengirimkan video harimau yang masih hidup dengan kondisi lemas kepada BKSDA. Hasil analisa video tersebut, dokter hewan di BKSDA menduga, harimau tersebut mengalami dehidrasi berat. BKSDA kemudian berkoordinasi dengan Polsek Panti dan Koramil Rao untuk mengamankan harimau yang sakit,” kata Ardi.
Ditambahkan Ardi, pihaknya juga berkoordinasi dengan kepala dinas kehutanan provinsi selaku wakil ketua tim koordinasi penanganan konflik satwa di Sumbar untuk mendapatkan tenaga medis. Juga dengan Pemerintah Kabupaten Pasaman dan Kapolres Pasaman untuk meminta dukungan personil guna mengamankan harimau itu.
“Tim BKSDA meluncur ke lokasi dengan membawa kandang dan juga mempersiapkan dokter hewan dari Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukittinggi,” kata Ardi, yang juga dihubungi langgam.id via telepon.
Sesampai di lokasi, harimau Sumatra sempat mendapatkan perawatan oleh petugas medis dari Puskeswan Dua Koto. Kondisi suhu badan yang tinggi kotoran berwarna hitam. Selanjutnya diberikan obat dan vitamin, namun pukul 11.00 WIB Harimau tersebut dinyatakan mati.
“Saat kita datang, telah banyak massa berkumpul di lokasi dan meminta agar harimau tersebut dikubur di kampung tersebut sesuai kearifan lokal setempat. Upaya negoisasi membawa harimau ke Padang untuk nekropsi antara petugas BKSDA Sumbar, Kasat Reskrim dan Kasat Intel Polres Pasaman dengan Ninik Mamak berlangsung alot,” tuturnya.
Meskipun telah mendapatkan jaminan dari petugas atau pun dokter hewan datang untuk pengambilan sampel di lokasi, namun masih buntu. Masyarakat memaksa harimau tersebut untuk dikuburkan di depan rumah Alinurdin selaku ninik mamak. Untuk menghindari pencurian jasad harimau, masyarakat mengecor makam tersebut dan menggelar upacara adat selama beberapa hari.
“Petugas akan melakukan pengambilan data di lapangan baik jejak, kotoran, sumber air, keberadaan pakan satwa serta memasang kamera trap dan sosialisasi penanganan konflik satwa kepada masyarakat. “Hal ini penting sebagai bentuk upaya pencegahan konflik di kemudian hari,” ujarnya.
BKSDA memperkirakan harimau Sumatra yang mati berumur 7-8 tahun. Jenis kelaminnya jantan, panjang badan kurang lebih 170 cm dan ekor sepanjang 60 cm. Petugas menemukannya lebih 4 km dari hutan lindung di bawah pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Pasaman Raya yang membentang membentuk koridor hutan Panti-Batang Gadis.
“Kami mengimbau masyarakat untuk menjaga harimau Sumatra. Mari kita jaga harimau Sumatra sebagai bagian dari jati diri budaya, dengan melapor dan memudahkan petugas dalam mengambil tindakan. Sehingga upaya penyelamatan satwa dapat berjalan dengan baik,” ujarnya. (mir)