PADANG, METRO
Oknum ASN Pemprov Sumbar Yelnazi Rinto, yang merupakan terdakwa dalam dugaan korupsi dana infak Masjid Raya Sumbar dan APBD Biro Bina Mental dan Kesra Setdaprov Sumbar tahun 2019, divonis tujuh tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Padang. Terdakwa juga dikenakan denda sebesar Rp 350 juta subsider empat bulan kurungan.
Tak hanya itu, majelis hakim juga menjatuhi hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp 1. 754.979.804. “Dengan ketentuan, apabila terdakwa tidak membayar paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka hartanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut,” kata Hakim Ketua Yose Ana Roslinda didampingi Hakim Anggota M Takdir dan Zaleka, di Pengadilan Tipikor Padang, Jumat (5/2).
Hakim menegaskan, jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti tersebut, maka terdakwa harus kembali mendekam di penjara selama tiga tahun. “Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sesuai dakwaan ke satu primer Pasal 2 Ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, KUHAP, serta perundang-undangan yang bersangkutan. Sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1.754.979. 804.” ujarnya
Selain itu, hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Perbuatan terdakwa juga mengambil uang Masjid Raya Sumbar.
Majelis hakim menilai bahwa, dana PHBI sudah habis digunakan untuk kepribadian terdakwa. Selain itu, perbuatan juga bertentangan dengan keuangan negara. “Perbuatan terdakwa telah, memperkaya diri sendiri,dan merugikan keuangan negara, sebagaimana yang dikatakan oleh inspektorat,” ujar hakim ketua sidang.
Majelis hakim juga menolak pembelaan (pledoi) dari Penasihat Hukum (PH). Usai pembacaan vonis, terdakwa langsung melakukan diskusi dengan tim Kuasa Hukum. “Kami pikir-pikir majelis, atas putusan ini,” sebut Penasihat Hukum (PH) terdakwa, Rifiena Nadra, Inne Sari Dewi, dan Devi bersama tim mengatakan pikir-pikir atas vonis tersebut.
JPU Pada Kejari Padang Pitria Erwina menyatakan juga pikir-pikir atas putusan hakim. Sebelumnya terdakwa, dituntut oleh JPU dengan hukuman pidana penjara selama delapan tahun, denda Rp350.000.000 dan subsider enam bulan penjara.
Dari pantauan POSMETRO di Pengadilan usai vonis dibacakan, tangis istri dan kedua anak terdakwa pecah, istri terdakwa Yelnazi Rinto nampak ditenangkan oleh penasihat hukumnya. Anak terdakwa yang selalu dibawa saat sidang juga ikut menangis mendengar putusan hakim terhadap ayahnya.
Terdakwa yang memakai baju rompi merah bertulisan tahanan Kejaksaan Negeri Padang, langsung diborgol tangannya, oleh petugas pengawalan tahanan dan dibawa ke mobil tahanan untuk dibawa ke rumah tahanan Anak Air, Kota Padang.
Dalam dakwaan JPU dijelaskan bahwa, terdakwa Yelnazi Rinto selaku bendahara pengeluaran pembantu pada biro bina sosial Sumatra Barat (Sumbar), priode 2010 hingga 2019. Bendahara masjid Raya Sumbar priode 2017. Bendahara Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Tuah Sakato, dan pemegang kas Panitia Hari Besar Islam (PBHI) tahun 2013-2017.
Dimana terdakwa memindahkan buku uang zakat yang ada direkening UPZ Tuah Sakato sebesar Rp 375.000.000 ke rekening infak Masjid Raya Sumbar pada Bank Nagari Kantor Gubernur Sumbar, dengan cara memalsukan tanda tangan wakil ketua UPZ. Setelah uang tersebut masuk ke rekening, terdakwa langsung menariknya dengan menggunakan slip penarikan. Tak hanya itu, terdakwa juga memalsukan tanda tangan kepala Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi Sumbar.
Selanjutnya pada tanggal 1 Mei 2018, rekening bendahara pengeluaran Pembantu Biro Bintal dan Setda Provinsi Sumbar, menggunakan aplikasi Nagari Chas Management (NCM) dengan jenis ID Single User. Artinya menjalankan transaksi pemindahan buku cukup satu kali penggunaan NCM, disertai nomor hand phone terdakwa.
Kemudian terdakwa mentransfer sendiri dari uang persedian dari rekening bendahara pengeluaran Pembantu Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi Sumbar, ke beberapa nomor rekening. Seolah-olah untuk membayar kegiatan Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi, sehingga total keseluruhan sebesar Rp 718.370.000.
Selanjutnya uang yang ditransfer, dipindahkan atas kebeberapa nama orang lain, termasuk keterdakwa sendiri. Akan tetapi uang dengan jumlahnya besar itu, digunakan untuk membayar hutang pribadinya bukan, untuk membayar uang kegiatan.
Lebih lanjut dijelaskan dalam dakwaan, setiap selesai melaksanakan salat Jumat dan salat lima waktu di Masjid Raya Sumbar, semua infak dan sedekah yang diterima masjid dikumpulkan oleh saksi Efilman dan diantarkan ke ruang terdakwa tanpa penghitungan. Selanjutnya uang tersebut dikumpul menurut pecahannya.
Kemudian terdakwa menyetorkan uang infak pecahan Rp 20.000 ke rekening masjid, sedangkan uang pecahan Rp 50.000 dan Rp 100.000, disimpan dalam brankas terdakwa, untuk membayar imam, muazin, honor garin, dan lain sebagainya. Lalu terdakwa membuat laporan dan diumumkan kepada jemaah.
Namun uang infak tersebut malah dipergunakan untuk kepentingan terdakwa sendiri, sehingganya tidak dapat dipertanggung jawabkan. Tak hanya itu, uang pemegang kas sisa dana (PHBI) Provinsi Sumbar dan penyelenggaraan salat idul fitri dan adha dan anak yatim yang berjumlah Rp 98.207.759. Habis dipergunakan untuk keperluan terdakwa sendiri.
Terungkapnya kasus tersebut, setelah ada temuan darin laporan Penghitungan inspektorat Provinsi Sumbar tentang kerugian keuangan negara. Perbuatan terdakwa harus dipertanggungjawabkan. (hen)