“Walaupun kita tahu bahwa banyak tokoh-tokoh politik bersilaturahmi ke pesantren, tentu harus diterima dengan tangan terbuka. Tapi institusi pesantrennya sendiri tetap harus menjaga netralitasnya,” ungkap Ace.
Ace menambahkan, pesantren tak hanya memiliki tugas sebagai tempat mendidik generasi muda bangsa, tapi juga harus mengemban amanah untuk pelayanan masyarakat.
“Pesantren adalah tempat yang sarat dengan nilai-nilai agama dan spiritualitas, jadi harus ada batasan yang tegas. Pesantren harus diarahkan sebagai pengayom umat dan pelayanan masyarakat, tanpa membeda-bedakan orientasi politiknya ke mana,” sebut Ace.
Karena itu, regulasi yang ketat mengenai kampanye politik di lingkungan pesantren harus dibuat. Ace menilai, regulasi ketat mengenai kampanye politik di lingkungan pendidikan dapat mencegah potensi perpecahan sekaligus untuk menekankan agar pesantren tetap menjadi tempat yang netral secara politik, di mana berbagai pandangan politik dihormati tanpa diskriminasi.
“Regulasi yang ketat akan membantu mencegah pesantren dari potensi menjadi sarana bagi kelompok politik tertentu yang ingin memecah belah persatuan umat,” ucap Ace.
Pimpinan Komisi di DPR RI yang membidangi urusan agama ini sepakat bahwa lingkungan pendidikan juga memerlukan pemahaman mengenai dunia politik. Namun Ace menegaskan, edukasi tersebut bukan berarti dalam bentuk politik praktis seperti kampanye.
“Karena selain bisa berpengaruh terhadap netralitas lingkungan pendidikan, kampanye politik dapat mengganggu ketenangan belajar para santri. Jadi penting sekali untuk kita sama-sama menjaga agar kampanye politik di pesantren tidak mengganggu ketenangan santri pesantren dan proses belajar mengajar mereka,” pungkas Ace. (jpg)