Mahfud dan Om-Tante Menteri Harusnya Mundur

Oleh: Reviandi

Calon Wakil Presiden (Ca­wapres) nomor urut 3 Mahfud MD kian menjadi trend jelang dekatnya waktu pencoblosan Pilpres 14 Februari 2024. Namun sayang, pasangan Capres Ganjar Pranowo itu tidak berada pada jalur positif, tapi sebaliknya. Mahfud sedang “dirujak” netizen.

Yang terbaru, Mahfud begitu viral dengan pernyataan kontroversialnya. Mahfud terkesan mencari lawan dengan para emak-emak atau ibu-ibu se-Indonesia. Menko Polhukam itu menyampaikan kalimat seperti ini.

“Siapapun orang yang tidak punya etika, akhlak dan moral pasti di belakangnya ada tindakan-tindakan korupsi yang dilakukan dengan berbagai bentuknya. Membiarkan emak-emak dan ibu-ibu untuk melahirkan anak-anak yang tidak berakhlak, itu adalah satu dosa kepada bangsa ini. Bangsa ini akan hancur manakala generasi mendatang itu tidak punya etika dan tidak punya akhlak,”

Banyak yang mengaitkan pernyataan itu masih buntut dari debat kedua Cawapres pekan lalu. Mahfud gagal move on dengan tingkah ala milenial yang ditampilkan Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka. Mahfud sepertinya masih sangat kesal dengan gaya Gibran yang menurutnya dan pendukungnya tak beretika.

Tapi, sang profesor hukum entah dari mana bisa membuat pernyataan yang malah menyinggung emak-emak, bukan hanya Iriana Jokowi, ibu Gibran. Sekarang, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu seperti sedang di titik nadir, di saat hasil survei juga tak memihak pasangan Ganjar-Mahfud. Ada yang menempatkannya di nomor 3 di bawah Anies Baswe­dan-Muhaimin Iskandar.

Pernyataan Mahfud itu juga kembali dikait-kaitkan dengan posisinya sebagai Menkopolhukam yang masih diemban. Padahal, dia maju dari koalisi yang berseberangan dengan Presiden Jokowi. Sudah berkali-kali Mahfud menyebut akan mundur, tapi sampai hari ini belum juga. Ada beberapa alasan katanya, tapi sebenarnya tak penting-penting amat.

Sebagai Cawapres yang ti­dak “didukung” Istana, harusnya Mahfud memilih segera hengkang dari Kabinet Jokowi-Ma’ruf. Karena dalam dua kali debat, dia berkali-kali mengkritik keras pemerintahan, termasuk masalah hukum. Padahal dia adalah panglima dalam penegakan hukum era Jokowi. Mahfud seperti lupa, kalau dia yang bertanggung jawab.

Tak heran, banyak yang meminta Mahfud untuk mundur saja. Daripada memastikan pula posisi Pilpres dahulu. Apalagi, jabatan itu masih berlangsung lama, sampai 20 Oktober 2024. Agar Mahfud juga bisa lebih fokus dalam pencalonan bersama Ganjar. Tak perlu lagi sungkan-sungkan membantai pemerintah. Tak lagi seperti ‘ma­na­piak aia di dulang, tapacak ka muko surang.’

Tapi sebenarnya bukan Mahfud saja “orang luar” di Kabinet Indonesia Maju ini. Kalau dilihat dari partai pendukung Capres-Cawapres nomor urut 2 yang hanya diisi Gerindra, PAN, Gol­kar dan Demokrat, harusnya partai-partai di luar itu menarik kadernya dari kabinet. Istana sendiri juga sudah memberi sinyal, tak masalah kalau para Menteri keluar.

Dari PDIP masih ada empat menteri dan satu wakil menteri. Mereka adalah Menteri Hukum (Menkum) HAM Yasonna Laoly, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Azwar Anas, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Gusti Ayu Bintang Darmavati dan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) John Wempi We­ti­po.

Dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) PPP ada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, dari Perindo Wamen Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Tanoesoedibjo, NasDem Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar dan dari PKB Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar.

Apakah rombongan menteri ini nyaman, saat Presiden ma­lah dengan terang-terangan menyebut akan berkampanye. Karena tak melanggar aturan. Meski PP Muhammadiyah dan sejumlah ormas meminta Presiden menarik ucapannya itu. Bagi mereka, Presiden yang boleh berkampanye adalah yang menjadi petahana atau kembali maju untuk periode kedua

Meski tarik ulur mundur atau tidak ini masih terjadi, tapi yakinlah para om dan tante menteri ini tidak akan nyaman bekerja. Meski ada sejumlah menteri yang partainya tak dukung Prabowo-Gibran, tapi sudah pindah haluan dahulu. Tapi dak mungkin ditulis satu per satu. Nanti semua bakal tahu juga. Ada oknum menteri partai nonpendukung Prabowo malah se­ka­rang sibuk mengumpulkan tim­nya untuk memenangkan pasangan nomor urut 2.

Beragam memang cara para menteri ini menghadapi dinamika politik sekarang, saat Pilpres kian memanas. Para ketua partai seperti tak berani menarik para menterinya, atau menunggu dibuang oleh Jokowi. Jokowi juga tak mau mengungkit-ungkit hal ini. Dia memilih menunggu saja. Pastinya dia melihat, mana menteri yang “bekerja” untuknya atau malah untuk orang lain, Capres-Cawapres lainnya.

Kembali lagi, tiga pasangan Capres-Cawapres kali ini berasal dari rahim yang sama. Meski ada yang jualan pemerintah, tapi mereka bagian utama dari rezim yang sedang berkuasa. Semua ada di koalisi pemerintahan, dan masih berada dalam Kabiet penguasa. Mereka mungkin pura-pura tak panik, tapi di dalam hati pasti berkecamuk. Sekarang menunggu titah bos-bos partai saja.

Prof Mahfud dan para menteri yang sedang galau puncak, baiknya pahami dulu apa yang terjadi. Kalau memang tak sejalan, baiknya pergi. Karena akan membuat bingung ma­sya­rakat. Seolah-olah tak jelas posisisinya. Para fans Mahfud juga sudah mengaku rindu dengan Mahfud yang dulu.

Seperti kata Ali Bin Abi Thalib, “Ucapan sahabat yang jujur lebih besar harganya daripada harta benda yang diwarisi nenek moyang.” Pilihan hari ini bukan kepada rakyat atau pemilih saja. Tapi juga kepada Mahfud MD dan para menteri lainnya. (Wartawan Utama)

Exit mobile version