Satyam Eva Jayate

Oleh: Reviandi

Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan adalah partai pemenang Pemilu pertama Indonesia pascareformasi. Pemilu 1999. Karena dianggap harapan sebagai partai “baru” yang bisa menumbangkan Orde Baru. Tokohnya tak lain tak bukan adalah Megawati Soekarno Putri. Putri dari pendiri bangsa, Soekarno.

Rabu (10/1/2024) PDIP merayakan ulang tahun ke-51. Umur yang sangat senior sebagai partai politik. Meski sebenarnya, PDIP-nya Megawati ini lahir 15 Februari 1999, setahun setelah reformasi. Jadi, yang sebenarnya lahir 51 tahun lalu itu PDI “doank.” Tapi, sejak awal PDIP lebih condong merayakan hari jadi mereka pada 10 Januari ketimbang 15 Februari.

Peringatan hari bahagia kali ini sebenarnya jauh dari kata bahagia oleh PDIP. Mereka sudah hampir 10 tahun berkuasa, tapi beberapa bulan terakhir seperti pasukan oposisi. Apalagi setelah kader mereka Joko Widodo (Jokowi) lebih memilih rivalnya, Prabowo Subianto sebagai penerusnya sebagai Presiden 2024-2029. Menyandingkan dengan putranya Gibran Rakabuming Raka.

PDIP merayakan hari jadi mereka di Sekolah Partai, Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Mungkin ini adalah simbol, kalau partai moncong putih punya sekolah, pastinya punya kader yang banyak. Tak masalah jika Jokowi dan anaknya Gibran “hengkang” bahkan mendirikan partai sendiri. PDIP punya ‘pabrik’ yang akan mencetak kader-kader terbaiknya di masa datang.

Menariknya, tema khusus diberikan PDIP untuk memeringati setengah abad plus 1 mereka. Satyam Eva Jayate adalah tema yang PDIP pakai. Kalau diartikan biasa, maknanya adalah kebenaran pasti menang. Tapi dalam beberapa naskah diartikan, hanya kebenaran yang berjaya.

Kalimat itu sebenarnya adalah sebuah mantra dari naskah India kuno Mundaka Upanishad. Setelah kemerdekaan India, perkataan tersebut diadposi sebagai semboyan nasional India. Perkataan yang ditulis dalam bentuk aksara di pangkal lambang nasional. Lambang dan kata “Satyameva Jayate” dicantumkan pada salah satu sisi dari seluruh mata uang India.

Lambang tersebut merupakan sebuah adaptasi dari Ibukota Singa Asoka yang didirikan sekitar tahun 250 SM di Sarnath, dekat Varanasi di negara bagian utara India Uttar Pradesh. Perkataan tersebut dicantumkan pada seluruh uang kertas dan dokumen nasional. Kali ini PDIP memakai tiga kepala singa, bukan satu kapala banteng.

Sepertinya partai ini sedang marah, sedang terluka dan tidak ingin berlama-lama larut. Meski sebagai partai masih berkuasa, mereka memilih menjadi oposisi Presiden Jokowi-Ma’ruf Amien. Capres mereka Ganjar Pranowo bahkan menyebut penegakan hukum saat ini nilainya 5. Bahkan Kementerian Pertahanan yang dipimpin Prabowo juga disebut dengan nilai yang sama, 5.

Ibaratnya, seekor banteng yang marah sekarang sedang berubah menjadi tiga ekor singa. Mereka percaya, kebenaran akan memenangkan pertempuran. Meski agak sedikit bertolak belakang dengan iklan-iklan kampanye PDIP yang tidak memasang Ganjar-Mahfud. Sempat menjadi hal yang menarik bagi para analis politik Indonesia.

Seolah-olah, PDIP sudah menyerah dengan Pilpres. Karena survei jagoan mereka sering disebut turun dan dipastikan kalah dari Prabowo-Gibran yang diback Up Jokowi. Survei PDIP yang selama 10 tahun stabil di posisi 1 dan dibuktikan dengan kemenangan Pileg 2014 dan 2019 sekarang terancam. Beberapa lembaga survei menempatkan Partai Gerindra yang diketuai Prabowo sebagai nomor 1.

Apakah mereka akan terlempar dari kekuasaan 2024 ini menarik untuk disimak. Apalagi saat pidato HUT, Megawati mengaku siap ‘keluar’ dari pemerintahan. Karena menurutnya Pemilu itu bukan sebuah alat bagi elite politik untuk melanggengkan kekuasaan. “Pemilu bukan alat elite politik untuk melanggengkan kekuasaan dengan segala cara,” kata Megawati.

Menurut dia, dalam sebuah penyelenggaraan pesta demokrasi itu harus selalu ada moral dan etika yang selalu dijunjung tinggi setiap peserta.  “Perkuatlah akar rumput. Sebab, itulah kekuatan riil kita. Camkan hal ini sebagai sebuah napas kontemplasi kita. 51 tahun kita bisa jadi begini bukan karena elite, bukan karena Presiden, bukan karena menteri, tapi karena rakyat yang mendukung kita,” kata Megawati.

Pesan Mega ini maknanya menggelegar. Mirip dengan yang disampaikan Jokowi dalam beberapa pidatonya. “Yang menentukan itu rakyat. Yang memenangkan itu rakyat. Jadi kita harus berkoalisi dengan rakyat,” kata Jokowi yang diterjemahkan banyak analis sebagai cara melepaskan diri dari bayang-bayang Megawati selama ini.

Jokowi menjadi trending lainnya saat HUT PDIP ini. Ka­rena dia tak hadir dan mewakilkan kepada Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin. Jokowi yang masih merupakan kader PDIP justru berhalangan hadir karena tengah me­lakukan kunjungan kerja ke luar negeri sampai 14 Januari 2024. PDIP juga tak ambil pusing dan menyebut senga­ja tak mengundang Jokowi karena sudah pasti tak hadir.

Apa makna Satyam Eva Jayate PDIP sebenarnya masih saru. Tak jelas. Kebenaran mana yang akan menang dan siapa yang sedang salah. Apakah ada pihak yang sedang mempertontonkan aksi melanggengkan kekuasaan atau bagaimana. Karena sejumlah kader PDIP sebelumnya sering menyebut, ada upaya-upaya untuk memperpanjang ‘nafas’ Jokowi.

Pertama adalah langkah menjadikan Jokowi Presiden tiga periode. Dengan mengubah konstitusi yang membatasi dua periode saja baik langsung ataupun tidak. Banyak partai yang awalnya manut, tapi akhirnya reaksi publik tak memihak. Berlanjutlah dengan memperpanjang masa jabatan Presiden jadi 7-8 tahun dengan alasan pandemi Covid-19 dan krisis global. Tapi ini juga gagal, karena PDIP sendiri yang menolak di depan.

Akhirnya, majunya Gibran disebut langkah lain untuk memperpanjang kuasa Jokowi. Awalnya mungkin saja PDIP yang diminta berperan, tapi akhirnya Prabowo yang diberi kesempatan. Jadilah akhirnya PDIP harus ‘berperang’ dengan Jokowi dalam Pilpres 2024 ini. Ada yang menyebut sudah ‘talak tiga’ dan tak akan bisa bersatu kembali. Apakah mungkin ini yang disebut Satyam Eva Jayate, kebenaran pasti menang.

Tokoh besar India Mahatma Gandhi pernah berujar, “Kesalahan tidak akan menjadi kebenaran walau berulang kali diumumkan. Sebaliknya, kebenaran tidak akan jadi kesalahan walau tak seorang pun mengetahuinya.” Kita lihat saja beberapa waktu ke depan, apa makna ulang tahun ke-51 PDI Perjuangan ini. Selamat ulang tahun. (Wartawan Utama)

Exit mobile version