Sementara Demokrat juga hampir dipastikan ke Ganjar-Mahfud. Berkaca dari kecewanya mereka kepada koalisi perubahan yang mencampakkan Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) demi Cak Imin. Sementara bagi PAN, Ganjar lebih realistis ketimbang Amin. Karena Ganjar adalah bagian dari calon PAN, bukan Anies Baswedan sejak awal.
Golkar juga sepertinya tidak akan begitu mudah merapat kepada Anies-Imin, tapi lebih dekat kepada Ganjar-Mahfud. Mengingat hubungan mereka yang masih terus mesra dengan PDIP yang mengusung Ganjar. PSI yang akan dalam dilema. Satu sisi mereka kerap menyerang Anies di DKI dan sampai hari ini, tapi di sisi lain pernah “diremehkan” oleh Ganjar. Mungkin saja PSI akan menjadi partai netral.
PBB yang selama ini cukup dekat dengan umat Islam, bisa bergabung dengan Anies-Muhaimin. Karena memang, secara sejarah cukup dekat dengan pasangan itu dan partai pendukungnya, utamanya PKS. Untuk Gelora, Prima dan Garuda, bisa saja tidak akan mengambil sikap apa-apa. Mereka lebih bicara realistis hasil dari Pemilu 2024. Bahkan bagi Prima, mereka sudah gagal maju ke Pemilu, harus berbenah dan menunggu Pemilu 2029.
Pasangan nomor urut 3 Ganjar-Mahfud juga bisa tergeser ke posisi yang sama dengan nomor urut mereka. Karena sejumlah survei mulai menempatkan pasangan yang diusung PDIP, PPP, Perindo dan Hanura ini di nomor terakhir. Mereka disalip oleh pasangan Anies-Imin. Hanya satu survei yang menempatkan ‘pandeka rambuik putiah’ dan ‘pandeka hukum’ ini di nomor satu, yaitu Roy Morgan dari Australia. Meski pengambilan sampel jauh sebelum penetapan pasangan Capres-Cawapres.
Jika mereka tersingkir, dipastikan PDIP akan kembali ke Gibran, sebagai anak idiologisnya. Kader yang sudah membelot, tapi tidak pernah dipecat. Gibran bisa saja menjadi JK yang kembali menguasai Golkar setelah mengalahkan partainya itu dalam Pilpres 2024. Bisa jadi, PDIP menjadikan Gibran sebagai tokoh utama mereka menyambut 2029. Kalau mendukung Anies-Imin, agak berat langkah PDIP.
Sementara PPP juga akan mudah berlabuh ke Prabowo-Gibran. Selain memang satu haluan karena sama-sama di pemerintahan, juga ada nama Sandiaga Uno yang diprediksi akan memilih Prabowo ketimbang Anies. Apalagi PPP awalnya tegak lurus kepada Jokowi, meski harus tetap di Ganjar-Mahfud, karena susah menarik dukungan.
Untuk Perindo, juga akan bergabung dengan Prabowo-Gibran. Karena Ketum Perindo Hary Tanoesoedibjo sangat dekat dengan Jokowi. Saat ini, Perindo memang menjadi ‘corong’ utama media Ganjar-Mahfud, karena punya perusahaan media berlabel MNC Grup punya Harytanoe. Pilihan ke Anies juga berat bagi Perindo (Hary) , mengingat sejarak ‘tidak baiknya’ dengan NasDem (Surya Paloh).
Untuk Partai Hanura, mereka kemungkinan harus memilih kembali jalur yang tepat 2029. Karena, survei-survei masih menempatkannya di nomor akhir yang sangat susah melewati parliamentary threshold 4 persen untuk menuju DPR RI. Ketum Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) juga pernah blunder karena diduga mengejek Prabowo tak punya istri. Sementara di lokasi dia bicara ada Ganjar Pranowo dengan istrinya Siti Atiqoh Supriyanti. Hanura akan dilema, mas uke Amin juga akan percuma.
Begitu beratnya jika harus berlangsung dua putaran. Belum lagi pasangan yang gagal, akan kemana mereka. Pasti analisanya akan berbeda-beda. Kecuali yang punya partai, akan sejalan dengan partai. Karena dari enam pasangan, ada dua yang bukan kader partai, Anies dan Mahfud. Jadi, lebih baik sebenarnya Pilpres ini satu putaran. Tak akan ada partai atau tokoh yang akan dilema, mau melebur kemana.
John Calvin Thomas, atau Cal Thomas, seorang kolumnis Amerika pernah berujar, “Salah satu alasan orang membenci politik adalah bukan kebenaran menjadi tujuan politisi, tapi pemilihan dan kekuasaan.” Ada baiknya, pemilihan dan kekuasaan ini dipastikan segera. Jangan lama-lama, jangan ditunda-tunda. Bikin pusing saja. (Wartawan Utama)