20 Tahun Pasbar, Solsel dan Dharmasraya

Oleh: Reviandi

Minggu (7/1/2024) adalah waktu berse­jarah bagi tiga Kabupaten di Sumatra Barat (Sumbar). Pasalnya, 20 tahun lalu, daerah-daerah di ‘pinggiran’ Sumbar ini lahir dan terpisah dari kabupaten induknya. 20 tahun berlalu, sebenarnya belum banyak yang berubah, karena kondisi masyarakat masih sama. Masih jauh dari kata sejahtera.

Pemekaran darah ini lima tahun sebelum Gamawan Fauzi menjadi Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Tapi, Gamawan turut berperan dalam pemekaran, utamanya Solsel dari Kabupaten Solok. Mendagri saat itu adalah Hari Sabarno. Yang ‘karirnya’ lebih terkenal karena ditahan KPK akibat kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di sejumlah daerah 2002-2005.

Dari Kantor Kemendagri Jalan Medan Merdeka Utara No. 7, Jakarta Pusat, Hari Sabarno yang seorang militer meresmikan tida daerah baru di Sumbar. Bersamaan dengan 10 Kabupaten/Kota lain se-Indonesia. Banyak harapan yang ditumpangkan dengan catatan sejarah ini. Apakah daerah baru ini akan lebih makmur, atau malah kian pudur dan kabur.

Kenapa disebut pinggiran Sumbar, karena semua daerah pemekaran ini berbatasan langsung dengan Provinsi lain. Seperti Pasaman Barat yang bagian Utara berbatas dengan Mandailing Natal, Sumatra Utara (Sumut) dan Barat berbatas dengan Nias Selatan, Sumut. Untuk Timur dengan Pasaman dan Barat dengan Agam.

Sebenarnya, tiga daerah ini sudah di­sah­kan sejak 18 Desember 2003 saat di­undangkannya UU No 38 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan, dan Kabupaten Pasaman Barat di Provinsi Sumbar oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Tapi, hari yang dipakai untuk ulang tahun tetap 7 Januari.

Pasbar, kini dipimpin Bupati Hamsuardi dan Wakil Bupati Risnawanto. Kalau bicara prestasi yang dikaitkan dengan penghargaan, mungkin sudah ratusan award yang diterima Pasbar sejak 2004 sampai sekarang. Tapi, prestasi-prestasi itu bukanlah yang paling penting, kesejahteraan rakyar adalah kunci prestasi.

Selama angka kemiskinan masih tinggi, jumlah stunting tak teratasi, maka jangan harap daerah itu disebut berprestasi. Apalagi, Pasbar yang berdasarkan hasil SSGI (Survei Status Gizi Indonesia) tahun 2022 angka stunting Kabupaten Pasbar merupakan yang tertinggi di tingkat Sumbar. Nah, prestasi seperti apa yang dibanggakan, jika masih menjadi nomor satu dalam hal stanting.

Pemkab Pasbar sadar, mereka memasang target penurunan angka stunting 2024 sebanyak 14%. Karena permasalahan stunting tidak hanya bisa diselesaikan dengan melalui program gizi saja, tetapi harus terintegrasi dengan program lain. Kompleksnya masalah stunting dan banyaknya stakeholder yang terkait dalam intervensi gizi spesifik dan sensitif memerlukan pelaksanaan yang dila­kukan secara terkoordinir, terpadu dan tepat sa­saran.

Selama 2023, Pasbar trending secara nasional karena kasus permasalahan tanah yang dihadapi oleh warga Air Bangis. Warga berdemo berjilid-jilid sampai ke Kantor Gubernur Sumbar di Padang untuk mem­per­juangkan haknya yang dikuasai oleh korporasi dan atau kelompok. Megaproyek yang mengatasnamakan program strategis nasional (PSN) yang ternyata ‘bodong’ karena belum diketahui oleh pemerintah pusat.

Banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dikerjakan Bupati Hamsuardi yang juga akan dihadapkan pada Pilkada 2024 sebagai incumbent. Belum lagi persoalan rehabilitasi dan rekonstruksi (rehab-rekon) pascagempa 56,6 SR pada 25 Februari 2022 yang belum tuntas. Artinya, ulang tahun ke-20 ini masih menyi­sakan banyak bengkalai untuk Pasbar. Ber­harap, ada langkah konkret lebih baik di masa depan.

Sementara Solsel sebelah Selatan ber­batasan dengan Provinsi Jambi, Utara dengan Kabupaten Solok, Barat dengan Pesisir Selatan dan Timur dengan Kabupaten Si­jun­jung. Solsel hari ini begitu banyak persoalan pe­lik yang menderanya. Dari perbatasan Kabupaten Solok sampai Solsel, jalan-jalan begitu hancurnya. Seperti tak ada yang diperbuat pemda, meski jalan itu berstatus jalan nasional.

Mungkin memang, tanggung jawab itu harus diambil Pemprov Sumbar atau peme­rintah pusat. Tapi, upaya dari dua Pemkab belum terlihat. Semakin hari, jalan yang sebenarnya juga akan menghubungkan Sumbar dengan Kerinci, Jambi itu sangat krusial. Jalan lintas Sumatra (Jalinsum), yang sampai hari ini begitu jeleknya. Yang menye­bab­kan jarak 161 KM Padang ke Muara Labuh Solsel serasa sangat lama.

Satu hal yang masih jadi PR Bupati Solsel Khairunas dan Wakil Bupati Yulian Efi adalah maraknya tambang liar di Solsel. Masalah yang sebenarnya sudah terjadi sebelum daerah ini dimekarkan dari Solok. Sampai hari ini, sering terdengar kegiatan tambang dihentikan polisi atau aparat lain. Tapi, setiap waktu kita juga bisa melihat aktivitas itu begitu mudah ditemukan di Solsel.

Teranyar, membuka tahun 2024 ini, terjadi lagi  korban jiwa akibat tambang ilegal di Jorong Balun, Nagari Pakan Rabaa Tengah, Keca­matan Koto Parik Gadang Diateh (KPGD). Dua orang penambang dilaporkan tertimbun longsor ketika bekerja mengambil tanah yang mengan­dung emas.

Peristiwa Senin (1/1/2024) sekitar pukul 16.00 WIB mengakibatkan satu penambang Amri berusia 56 tahun yang merupakan warga setempat dilaporkan hilang. Sedangkan korban Ade Saputra berhasil selamat namun menga­lami luka. Pascalongsor, warga langsung berdatangan ke lokasi untuk melakukan pencarian korban dan melaporkannya ke BPBD Solsel.

Kasus ini sebenarnya sudah menjadi catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) sejak lama. Aktivitas penambangan emas ilegal di Solsel setidaknya terdapat di empat kecamatan, yakni Koto Parik Gadang Diateh, Sungai Pagu, Sangir, dan Sangir Batanghari. Aktivitas tambang mengancam Hutan Lindung Batanghari dan meningkatkan sedimentasi di Sungai Batanghari serta anak-anak dari sungai.

Dharmasraya di usia ke-20 tak jauh berbeda dengan Solsel dan Pasbar. Di Utara berbatasan dengan Kabupaten Sijunjung dan Kuantan Singigi, Riau. Timur dengan Kabu­paten Tebo dan Bungo, Jambi. Selatan dengan Kabupaten Bungo dan Kerinci Jambi. Se­mentara Barat dengan Kabupaten Solok Selatan. Dharmasraya, merupakan ‘gerbang’ Sumbar dari Riau dan Jambi. Karena itulah, Bupati Sutan Riska berpikir bisa menarik pintu tol ke Dharmasraya.

Masalah-masalah Dharmasraya selama ini cukup teratasi dengan posisi Bupati yang merupakan kader PDIP. Partai yang sama dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Begitu banyak program nasional yang sampai ke sana. Sejumlah Menteri pun beberapa kali hanya datang ke Dharmasraya mewakili Jokowi.

Sutan Riska juga kerap menginstruksikan OPD menyiapkan proposal program untuk diajukan ke pemerintah pusat. Hal itu tentu karena kedekatannya dengan pemerintah pusat. Meski hari ini, partainya ternyata tak sejalan lagi dengan dukungan Jokowi di Pilpres yang lebih condong ke Prabowo-Gibran. Sementara PDIP Ganjar-Mahfud MD. Sutan Riska sudah dua periode, pastinya 2024 akan ada Bupati baru. Kita lihat saja, bagaimana setelah 20 tahun daerah ini.

Tiga daerah sudah berusia 20 tahun. Harusnya bisa melejit dalam pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Meski agak berat, apalagi sempat dihantam pandemi Covid-19 tiga tahun. Bahkan ada isu-isu yang meminta daerah pemekaran digabung kembali ke induknya. Dan di Sumbar, ada satu Kabupaten peme­karan lain yang sedang menunggu, Renah In­dojati, berpisah dengan Pessel. Tapi, harapan itu sepertinya tidak akan terwujud segera, mengingat banyak daerah pemekaran yang dianggap gagal berkembang.

Naomi Klein, seorang pengarang dan aktivis sosial Kanada menyebut, “Demokrasi bukan hanya hak untuk memilih; itu adalah hak untuk hidup bermartabat.” Jadi, Pemilu dan Pilpres 2024 ini sebenarnya cukup berperan dalam mengubah tiga daerah pemekaran ini setelah 20 tahun. Memilih yang terbaik, untuk hidup lebih bermartabat. Selamat ulang tahun ke-20. (Wartawan Utama)

Exit mobile version