PKS-NasDem Berebut ‘Tuah’ Anies di Sumbar, PKB Santai

Oleh: Reviandi

JUDUL ini mungkin akan kurang berkenan bagi sejumlah politisi atau simpatisan dari partai politik (parpol) yang terkait. Tapi, inilah yang terjadi di bawah. Tapi, ini benar adanya. Fakta-faktanya juga terpam­pang nyata dari alat-alat peraga sosialisasi atau kampanye yang ada di tengah-tengah masyarakat.

Meski ada yang menyebut, PKS akan lebih mendapatkan efek ekor jas dari Capres nomor urut 1 Anies Baswedan, tapi partai lain tentu tak mau terima begitu saja. “Perlawanan” itu terlihat dari Partai NasDem yang benar-benar jualan Anies Baswedan dalam setiap momen atau alat peraga mereka.

Nasional Demokrat (NasDem) adalah partai pertama yang menyatakan mendukung Anies sebagai Capres. Meski mereka adalah lawan berat Anies saat menjadi Gubernur DKI Jakarta 2017-2022. Hal itu kerap diungkit Anies sebagai bagian dari caranya mengendorse NasDem dan Ketua Umumnya Surya Dharma Paloh. Seorang pebisnis, pemilik media besar dan pastinya politisi ulung sekali.

Meski disebut lebih berpeluang mendapatkan ‘tuah’ dari Capres Anies, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak mau lengah. Partai yang menguasai Pemprov Sumbar selama tiga periode ini masih tetap mengikat erat Anies. Bahkan Ketua DPW PKS yang juga Gubernur Sumbar Mahyeldi sampai memasang baliho hanya berdua dengan Anies. Tentu dengan keterangan Capres dan Ketua PKS Sumbar.

Dalam sebuah bando reklame besar di Lubuk Buaya, Kototangah, Kota Padang, tertulis kalimat tegas “Pilih PKS, Anies Presiden.” Tanpa ada logo partai lain, bahkan calon wakil Presiden Muhaimin “Cak Imin” Iskandar yang masih berstatus Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Baliho fresh orange dan putih itu seolah mempertegas, PKS sangat identik dengan Anies.

Memang benar, sejak kemunculannya pada Pilkada DKI Jakarta 2017, Anies memang sangat dekat dengan PKS. Apalagi pasangannya saat itu, Sandiaga Salahuddin Uno adalah kader Partai Gerindra. Anies-Sandi saat itu diusung koalisi Gerindra dan PKS dan berhasil menumbangkan Basuki Tjahaya Purnama (BTP) atau Ahok yang berpasangan dengan kader PDIP Djarot Saiful Hidayat.

Dari sanalah semakin terlihat bagaimana identiknya Anies dengan PKS. Mulai dari cara berpakaian, cara bersikap sampai kalimat-kalimat atau narasi yang dikeluarkannya sangat PKS. Tak heran, saat itu Anies disebut “kader” PKS dan Sandi orang Gerindra. Meski di sejumlah kesempatan, Anies menyebut dia bukan orang parpol. Makanya dengan mudah beralih menjadi “kader” NasDem hari ini.

Upaya lain yang dilakukan PKS adalah hampir semua Calegnya baik tingkat DPR, DPRD Sumbar dan DPRD Kabupaten/Kota me­ng­­gandeng Anies da­lam alat peraga mereka. Pi­lih PKS, Anies Presiden se­perti hal yang wajib yang merek usung. Dan pastinya, mereka merasa akan terbantu jika berduet atau tandem dengan Anies. Ketimbang foto sendiri atau hanya dengan “atasan” mereka.

Memang, tidak banyak yang memasang gambar Muhaimin dari partai ini. Karena memang, PKB dan Muhaimin sendiri diakui kurang mendapatkan dukungan dari masyarakat Sum­bar. Pilihan hanya memakai foto Anies saja adalah sangat bijak dari kader-kader dan Calet PKS. Mereka tetap yakin, Anies adalah pilihan masyarakat Sumbar.

NasDem pastinya tak tinggal diam. Ketua DPW NasDem Fadly Amran juga mulai bergerak meng­gelo­rakan Anies Presiden di Sumbar. Alat peraganya sangat masif di Kota Pa­dang dan sejumlah daerah. Meski juga tetap lebih do­minan bergandengan dengan Anies ketimbang Muhaimin. Fadly yang ba­ru selesai bertugas menjadi Wali Kota Padangpanjang, kini all out memenangkan pasangan Anies-Muhaimin atau Amin.

Para Caleg NasDem juga sepertinya setuju, Anies adalah ‘jalan’ mereka mendapatkan keuntungan maksimal jika mema­sang alat peraga. Meski harus diakui, fenomena Anies tak sekuat fenomena Prabowo Subianto 2014 dan 2019. Efek Anies yang awalnya dianggap menggantikan Prabowo, ternyata belum terbukti. Sejumlah survei masih menempatkan Prabowo sedikit unggul.

Beberapa politisi NasDem mengaku tak mau efek ekor jas (coattail effect) hanya dinikmati partai lain. Karena merekalah yang lebih dahulu mendeklarasikan Anies, sebelum disusul PKS, Demokrat dan PKB. Demokrat akhirnya menarik diri dan berga­bung mendukung Prabowo-Gibran Rakabuming Raka. Kader NasDem juga all out memasang foto Anies, meski kadang mereka lupa memasang gambar Cawapres.

Dalam psikologi politik, efek ekor jas dapat dimaknai sebagai pengaruh figur atau tokoh dalam meningkatkan suara partai di Pemilu. Figur atau tokoh tersebut bisa berasal dari calon Presiden ataupun calon wakil Presiden yang diusung. Efek Anies memang sangat dinantikan oleh politisi Sumbar, meski secara nasional survei mereka dianggap nomor terakhir, di bawah Ganjar Pranowo-Mahfud MD di nomor 2.

Sementara bagi PKB di Sumbar, mungkin agak se­dikit dilema. Di satu sisi me­reka yakin dengan Anies, tapi di sisi lain Muhaimin adalah bos besar mereka. Jadi, PKB tak ingin terdampak dari “rebutan” efek Anies antara dua partai koalisi lainnya. Para Calet PKB lebih fokus bersama Muhaimin atau memasang Anies-Muhaimin secara bersamaan.

Ada harapan, PKB bisa mendapatkan tuah lebih dari efek Anies. Tapi mungkin belum sekuat untuk mengantarkan kader me­reka ke DPR. Untuk menaikkan suara di DPRD Sumbar dan sejumlah DPRD Kabupaten dan Kota sudah cukup. Tapi kerja keras kader-kader PKB di Sumbar memang harus lebih ditunjukkan lagi. Effort yang lebih keras, lebih serius dan lebih fokus akan sangat menentukan.

Jurnalis dan presenter berita Najwa Shihab pernah berujar, “Berbicara politik sebagai debat kebijakan, bukan kasak-kusuk elit berebut kekuasaan.” Tapi, untuk mendapatkan kekuasaan, kursi dan jabatan lainnya, rebutan itu menang tak bisa dihindarkan. Minimal tak ribut dan buat perpecahan saja. (Wartawan Utama)

Exit mobile version