LIMAPULUH KOTA, METRO–Tidak pernah lelah menebar kebaikan, relawan Palanta Aksi Kemanusian dan Sosial (PakSa) dengan berbagai kegiatan kemanusian dan sosial, menarik perhatian jurnalis televisi dari luar negeri. Buktinya, Jum’at malam (14/1) tiga jurnalis yang bekerja di televisi milik Pemerintah Belanda yakni Nederlandse Omroep Stichting (NOS TV) masing-masing bernama Timothy Deagle (juru kamera), Arfan Saheba (juru suara) dan Sri Kusmiati (produser) datang ke Payakumbuh untuk bersilaturahmi sambil makan malam dengan tim relawan PakSa yang dikomandoi mantan Wakil Bupati Limapuluh Kota, Ferizal Ridwan, bersama Ketua Yayasan Peduli Pejuang Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (YPP-PDRI) Ben Yuza dan sejumlah relawan PakSa di sebuah restoran di jantung kota Payakumbuh.
Menurut Sri Kusmiati, dia bersama dua rekan kerjanya dari NOS TV akan melakukan peliputan di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota terkait sejarah perjuangan PDRI.
“Saya berhasil bertemu dengan orang yang tepat yaitu Bapak Ferizal Ridwan dan Bapak Ben Yuza dari YPP-PDRI yang nantinya akan banyak memberikan bantuan terkait meteri liputan tentang sejarah perjuangan PDRI,” ungkap Sri sekaligus menyebutkan bahwa setelah hasil liputan (feature) mereka rampung akan ditayangkan dihadapan Perdana Menteri Belanda.
Sementara itu, Ferizal Ridwal selaku Sekretaris YPP-PDRI dan Ketua Yayasan Ibrahim (Tan Malaka) yang selama ini gigih menyuarakan perjuangan Tan Malaka dan PDRI termasuk kaum dhuafa menyatakan, dengan datangnya jurnalis NOS TV dari Belanda meliput seputar sejarah perjuangan PDRI di Luak Limopuluah berharap hasil liputan tersebut akan membuka mata dan hati pemerintah Belanda maupun Pemerintah Pusat, Propinsi Sumatera Barat dan daerah terkait tuntutan kompensasi yang selama ini diperjuangkan masyarakat Kabupaten Limapuluh Kota atas pengorbanan para Pahlawan PDRI
Disebutkan Ferizal Ridwan, Kabupaten Limapuluh Kota pernah berjasa ke Indonesia. Di daerah inilah roda Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dipusatkan untuk bertahan dari gempuran Belanda. Sebagai daerah yang pernah berjasa, Pemerintah Indonesia pun kini telah memberikan sejumlah kompensasi ke daerah basis tersebut.
Namun saat ini, tukuk Ferizal Ridwan, kompensasi pembangunan atas perjuang PDRI baru sebatas pembangunan monumen PDRI di Koto Tinggi. Pembangunan monumen itu pun belum sepenuhnya rampung seperti yang direncanakan.
“Untuk itu, kita akan terus menyuarakan bahwa tuntutan kompensasi atas PDRI perlu diwujudkan oleh Pemerintah Pusat melalui program pembangunan yang bisa dibiayai melalui Anggaran Khusus dan Daerah Istimewa yang berasal dari APBN,” ujar Ferizal Ridwan.
Diakui Ferizal Ridwan, tidak hanya itu tuntutan masyarakat Kabupaten Limapuluh Kota. Kompensasi atas kepahlawanan Tan Malaka dan kompensasi Hak Cipta dan kekayaan intelektual Tan Malaka, termasuk meluruskan sejarah tentang Tan Malaka juga akan terus disuarakan. (uus)