PADANG, METRO–Maraknya pertambangan emas dan biji besi yang berdampak cukup besar terhadap kerusakan lingkungan di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), menjadi sebuah kritik dari seniman dan budayawan, Wendy HS.
Kritikan tersebut dituangkan dalam sebuah karya seni pertunjukan kontemporer bertajuk, Legaran Svarnadvipa, yang digelar 22 Juni 2024, di Lapangan Cindua Mato Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar.
Legaran Svarnadvipa digelar oleh Komunitas Seni Pertunjukan Indonesia Performance Syndicate. Sutradara Legaran Svarnadvipa, Wendy HS mengatakan, seni pertunjukan kontemporer ini seharusnya sudah selesai digelar bulan Mei. Namun, karena adanya peta demokrasi Pemilu 2024, akhirnya tertunda menjadi 22 Juni 2024.
Meski demikian, Wendy HS juga masih menunggu kondisi di Kabupaten Tanah Datar. Pasalnya, di daerah tersebut juga sedang menhadapi situasi bencana dengan status tanggap darurat.
“Mudah mudahan kegiatan bisa dilaksanakan sesuai rencana. Karena pilihan kegiatannya di Batusangkar. Tidak tertutup kemungkinan akan ada kegiatan penggalangan dana. Namun, semuanya tergantung dari Pemkab Tanah Datar,” terangnya didampingi Production Manager Indonesia Performance Syndicate, Erwi Sasmita, saat jumpa pers, Rabu, (29/5) di Gedung LKKS Sumbar.
Legaran Svarnadvipa hadir mengenang puncak kejayaan emas Swarnadipa. Rujukannya jauh sebelum penjajahan Belanda dan Portugis hingga Jepang datang ke Sumatera. Di mana di zaman itu, India dan Cina sudah melakukan perdagangan emas di Sumatera. “Gunung Talamau di Pasaman hingga Gunung Talang di Solok mempunyai potensi emas yang besar. Kami membagi dua kategori, emas di pegunungan dan sungai,” ungkapnya.
Dua jenis emas di Minangkabau ini yang diburu banyak negara di Eropa. “Kita membaca ulang itu, terkait maraknya tambang rakyat yang cenderung kurang terkontrol. Dampaknya ya bencana. Dampak lingkungan yang merubah pola siklus air dan cuaca,” ungkapnya.