SAWAHAN, METRO
Wakil Ketua DPRD Padang, Ilham Maulana mengatakan, persoalan pembebasan lahan Teluk Bayur yang akan dibangun oleh PT Pelindo, terlihat ada beberapa aspek yang harus diperhatikan.
Pertama sebut Ilham, dari sisi pemerintahan. Pemerintahan terendah yaitu kecamatan dan kelurahan harus menginventarisir berapa luas dan jumlah penduduk yang ada di Kelurahan Teluk Bayur tersebut.
“Jikalau terjadi pembangunan ini, apakah masih masuk dalam kategori berdirinya sebuah kelurahan. Kalau tidak, ke depan Kelurahan Teluk Bayur habis,” ujarnya, Selasa (3/3).
Kedua terang Ilham, lingkungan masyarakat. Kemana masyarakat ini akan direlokasi. Apakah sudah sesuai dengan standar pergantian rumah-rumah warga tersebut. Karena masyarakat yang tinggal di Kelurahan Teluk Bayur tersebut ada yang sudah empat turunan. Sekarang hanya diganti bahan bangunannya saja.
Aspek lain ungkapnya, seperti hilangnya pekerjaan, hilangnya lahan-lahan selama ini dikelola masyarakat, hilangnya perkebunan masyarakat. Ini harus diperhatikan PT Pelindo.
Selanjutnya sebut Ilham, kalau memang ini sudah menjadi ketentuan pusat untuk Teluk Bayur dijadikan kawasan industri, karena nanti akan tumbuh kilang-kilang minyak dan beberapa perusahaan di Teluk Bayur, silahkan pemerintah kota, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat mendudukan ini baik-baik.
“Masyarakat baru melapor ke DPRD soal kejadian, PT Pelindo melakukan pengukuran dan pembayaran ke masyarakat untuk tahap I. Tapi sayangnya, setelah dilakukan pembayaran, tidak dilakukan pembangunan, sehingga tempat itu menjadi sarang binatang buas, seperti ular dan lain sebagainya,” ujar Ilham.
Kemudian katanya, dilakukan pembayaran tahap kedua, terjadi benturan dengan masyarakat. Ada 19 unit rumah tak mau terima, karena ada beberapa ketentuan yang diminta tidak direalisasikan oleh pihak Pelindo.
Lalu terang Ilham, ada tahap selanjutnya yang sedang dirancang PT Pelindo, sehingga masuklah surat dari masyarakat yang mewakili keluarga Nias yang tinggal di daerah itu ke DPRD Kota Padang. Masyarakat meminta DPRD Kota Padang untuk memediasi dan menyampaikan pendapat.
“Diketahui, ada surat-surat berharga yang dikumpulkan tokoh masyarakat, kenapa sejak mereka lahir, sampai terbitnya surat keputusan menteri, mereka tak bisa mengurus sertifikat dan kenapa muncul sertifikat-sertifikat baru di atas,” ujar kader Demokrat ini.
Ilham menambahkan, yang menarik, masyarakat disuruh pemerintah kota membayar PBB, tapi tertulis di dalam itu, tidak sama dengan PBB yang dibayar. Contoh, nama didalam itu pembayarannya adalah si A dalam kurung PT Pelindo.
“Kalau memang ini tanah PT Pelindo, PT Pelindo yang bayar, kenapa masyarakat yang menyewa. Ini terjadi keanehan,” papar ketua DPC Demokrat Padang ini.
Ia meminta Pemko bersama warga dapat duduk bersama dengan Pelindo menyelesaikan hal ini. Agar tumpang tindih tak terjadi sera pihak yang dirugikan tak ada.
Sebelumnya, Deputy General Manager (DGM) Hukum dan Pengendalian Internal PT Pelindo II Teluk Bayur, Sabar Haryono menjelaskan, lahan yang akan digunakan sebagai perluasan pelabuhan di Teluk Bayur dan tempat tinggal masyarakat tersebut murni telah tersertifikasi milik dari PT Pelindo II Cabang Teluk Bayur. Masyarakat yang bertempat tinggal di atas HPL bersertifikat milik Pelindo.
“Dan status tersebut sudah dipahami oleh masyarakat. Dan sebagian masyarakat sudah ada menerima ganti rugi tersebut. Untuk tahap II perluasan pelabuhan sendiri tinggal 18 sampai 19 Kepala Keluarga (KK) yang belum mendapatkan penggantian,” ujarnya.
Ia mengatakan, PT Pelindo II Cabang Teluk Bayur akan mengganti rugi kepada masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi dari rumah mereka. “Ganti rugi yang diberikan Pelindo II merupakan ganti rugi bangunan yang terkena imbas pengembangan pembangunan Pelindo II,” ujarnya. (ade)